Cari Blog Ini

29 Mei 2011

Karaniya Metta Sutta - (Pembabaran tentang Cinta Kasih)

~
Karaniyamatthakusalena
Yam tam santam padam abhisamecca,
Sakko uju ca suju ca,
Suvaco cassa mudu anatimani.

Mereka yang terlatih dengan niatan baik,
dan ingin mencapai kondisi Tenang,
maka dia harus berbuat:
dia harus cekatan, tulus atau jujur, patuh, lembut dan rendah hati.

Jasa Pahala Melaksanakan Pradaksina Stupa Buddha

Di dalam Sutra Yu Rau Fo Tha Kung Te Cing 

( Jasa Pahala Melaksanakan Pradaksina Stupa Buddha ), Hyang Buddha ber-Sabda :


Bila melakukan Pradaksina dari kiri menuju ke kanan Candi Buddha,  

dengan tulus ikhlas dan hormat dengan batin penuh kesadaran,  

akan membawa manfaat dan Jasa Pahala besar, antara lain sebagai berikut :


Kesalingterkaitan Satu Sama Lainnya" atau "Ketanpa-akuan".

Praktik meditasi membantu kita melihat hubungan atau saling keterkaitan segala sesuatu di jagad raya ini. Tidak ada fenomena, sesosok pribadi, atau apa pun juga yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada yang lainnya.

Segala sesuatu pasti bertumpu pada sesuatu yang lainnya. Inilah intisari prinsip saling ketergantungan antar segalanya, yang terkadang disebut pula "kesalingterkaitan satu sama lainnya" atau "ketanpa-akuan".

Apa yang dimaksud "tanpa aku" adalah tiadanya entitas permanen yang terpisah dengan yang lainnya. Segala sesuatu berada dalam arus perubahan yang mengalir terus menerus.

25 Mei 2011

Pola Kerajinan Tangan - Setingkat SD (4)

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0NGxUTnNsQV9pSzA


Sumber:
www.dhammacitta.org

23 Mei 2011

Majjhima Nikaya I,508

Seperti seseorang yang berpenyakit kusta,
Dengan kaki tangannya yang telah rusak dan membusuk,
Karena digerogoti oleh kuman penyakit,
Ia mengaruki lukanya, semakin ia mengarukinya,
Semakin parah lukanya dan semakin berbau busuk.
Garukan itu hanya menimbulkan kenikmatan sekejap!

Seperti halnya,
Seseorang yang masih belum dapat melepaskan diri,
Dari keterikatan terhadap nafsu keinginan.
Kala sedang menikmati apa yang telah didapatinya,
Ia telah terbakar oleh kegelisahan,
Akan keinginan-keinginan hal lainnya.
Sehingga ia akan terus-menerus mengejar,
Dan mengejar semua nafsu-nafsu keinginannya.
Semakin nafsu keinginan dikejar, ia semakin melekat!
Dan semakin menuntut untuk dapat terpenuhi.
Hal ini hanya menimbulkan kenikmatan yang sekejap!


(Majjhima Nikaya I,508)

Dhammapada XXIV,354

Dana Dhamma,
Melampaui semua pemberian dana yang lainnya.
Cita rasa Dhamma,
Mengalahkan segala cita rasa yang lainnya.
Kebahagiaan Dhamma,
Melebihi kebahagiaan-kebahagiaan yang lainnya.
Lenyapnya nafsu keinginan,
Akan dapat mengatasi semua penderitaan!
(Dhammapada XXIV,354)

Dhammapada XV,186-187

Nafsu keinginan tidak akan pernah terpuaskan,
Meskipun oleh hujan uang emas!

Orang yang bijaksana memahami bahwa,
Nafsu keinginan hanya membawa sedikit kepuasan,
Namun, akan lebih banyak membawa penderitaan!
Para Siswa Sang Buddha bergembira,
Dengan melenyapkan segala nafsu keinginan!

(Dhammapada XV,186-187)

Dhammapada XXIV,338-339-340

Seperti pohon yang sudah ditebang,
Akan tumbuh kembali apabila akarnya masih kokoh.
Demikian pula dengan manusia,
Apabila nafsu keinginannya belum dihancurkan,
Maka, akan mengalami penderitaan terus di dunia ini.

Seseorang yang terjerat oleh 36 arus keinginan,
Tuk mengejar kenikmatan indera akan tersesat jauh.
Ia akan terseret pergi oleh arus gelombang birahi,
Yang membawa kenikmatan.
Arus keinginan mengalir di suatu tempat,
Di situ pula tumbuh tanaman menjalar.
Bila engkau melihat tanaman menjalar itu tumbuh,
Cabutlah akarnya dengan pisau kebijaksanaan.

(Dhammapada XXIV,338-339-340)

Dhammapada XVIII,251

Tiada api yang lebih hebat dari nafsu birahi,
Tiada cengkeraman yang lebih kuat dari kebencian,
Tiada jaringan yang lebih rapat dari kebodohan,
Tiada sungai yang arusnya lebih deras dari
Nafsu keinginan!

(Dhammapada XVIII,251)

Dhammapada XXIV,345

Orang bijaksana mengatakan belenggu yang terkuat,
Bukanlah terbuat dari besi, kayu atau tali,
Melainkan keterikatan pada keinginan indera,
Melainkan keterikatan pada harta, anak dan isteri.

(Dhammapada XXIV,345)

Sutta Nipata 941

Seseorang yang bijaksana,
Haruslah jujur dan tidak menipu,
Juga tidak menfitnah dan membenci.
Dia harus meninggalkan jahatnya keserakahan,
Juga kekikiran!

(Sutta Nipata 941)

Samyutta Nikaya I,117

Seandainya ada gunung yang terbuat dari emas,
Dua kali lipatpun,
Tidak akan cukup memuaskan seorang manusia!
Pahamilah akan hal ini,
Dan hiduplah yang sepatutnya!

(Samyutta Nikaya I,117)

Itivuttaka 91

Walaupun secara fisik berdekatan,
Jika seseorang selalu tamak dan penuh curiga,
Betapa jauhnya orang yang bergejolak batinnya ini,
Dengan orang yang tenang.

Dan orang yang selalu terbakar api kemarahan,
Dengan orang yang penuh kedamaian.
Juga orang yang penuh nafsu keinginan,
Dengan orang yang puas dengan keadaannya.

Tetapi, dengan mengerti Dhamma sepenuhnya,
Seorang bijaksana yang bersih dari nafsu keinginan,
Akan setenang air kolam yang tidak tertiup oleh angin.

(Itivuttaka 91)

Itivuttaka, "Keserakahan"

Makhluk yang dipenuhi oleh keserakahan,
Akan terlahir kembali di alam yang buruk.
Tetapi, setelah memahami akibat dari keserakahan,
Mereka yang bijaksana akan meninggalkannya.

Dengan meninggalkan keserakahan,
Mereka kelak akan berbahagia di alam surga.

(Itivuttaka, "Keserakahan")

Majjhima Nikaya I,283

Ia yang dulu serakah, membenci dan pendendam,
Ia yang dulu munafik, mendengki dan keji,
Ia yang dulu tidak dapat dipercaya, licik dan jahat,
Ia yang dulu berpandangan salah dan sombong,
Tapi sekarang,
Ia telah terbebas dari hal-hal tersebut!

Demikian Sang Buddha katakan,
Orang ini telah mengikuti hal-hal yang bermanfaat,
Seperti yang telah dilakukan oleh para Pertapa.
Ia telah terbebas dari hal-hal yang menodai hidupnya,
Hal-hal yang membawa penderitaan,
Dan terlahir kembali di alam yang buruk.

(Majjhima Nikaya I,283)

Samyutta Nikaya II,233

Sungguh berbahaya:
Keuntungan, Kehormatan dan Kemasyhuran.
Tentang hal ini, Aku (Tathagata) mengenal seorang,
Yang dengan membaca pikiran orang tersebut,
Walau demi semangkuk emas, ia tak mau berbohong!

Namun, Aku (Tathagata) pada kesempatan yang lain,
Telah melihat orang itu berbohong,
Karena hatinya telah tergoda,
Oleh keuntungan, kehormatan dan kemasyhuran.

Maka dari itu, Aku (Tathagata) katakan,
Sungguh berbahaya:
Keuntungan, Kehormatan dan Kemasyhuran.

(Samyutta Nikaya II,233)

Sutta Nipata 663-664

Orang yang wataknya cenderung serakah,
Akan menghina orang lain lewat kata-kata.
Dia tidak memiliki keyakinan,
Dia tamak, kikir dan suka menfitnah!

Jika engkau adalah orang seperti ini,
Maka, engkau sebaiknya tidak banyak bicara!
Kalau tidak begitu,
Engkau akan pergi ke alam penderitaan!

(Sutta Nipata 663-664)

Itivuttaka, "Api"

Api keserakahan,
Akan membakar makhluk hidup,
Yang dirangsang oleh kesenangan panca indera.

Api kebencian,Akan membakar orang yang berhati dengki,
Yang dapat membunuh makhluk hidup lainnya.

Api kebodohan batin,Akan membakar orang yang bingung,
Yang tidak peduli akan ajaran dari orang suci.
Karena tidak sadar akan bahaya tiga api ini,
Manusia bergembira dalam keberadaan pribadi!

(Itivuttaka, "Api")

Anguttara Nikaya I,199

Keserakahan,
Mudah disadari,
Tapi berlangsung lambat untuk bisa dilenyapkan!

Kebencian,
Sukar disadari,
Tapi bisa cepat dilenyapkan!

Kegelapan batin,Sukar disadari,
Dan berlangsung lambat untuk bisa dilenyapkan!.

(Anguttara Nikaya I,199)

Samyutta Nikaya I,212

Ia yang telah memotong semua kemelekatannya,
Yaitu kemelekatan terhadap doktrin dan filosofi,
Dan berhasil mengatasi gejolak batinnya,
Akan tenang, tentram dan bahagia,
Karena ia telah mencapai keadaan batin yang damai.

(Samyutta Nikaya I,212)

Dhammpada XV,201

Kemenangan menimbulkan kebencian,
Orang yang kalah hidup dalam kesedihan.
Orang yang batinnya tenang dan damai,
Hidupnya akan bahagia!
Karena ia telah mengatasi kemenangan dan kekalahan.

(Dhammpada XV,201)

Dhammpada VIII,109

Seseorang yang selalu menghormati dan menghargai,
Mereka yang batinnya telah mencapai kesempurnaan,
Mereka yang lebih tua darinya,
Dan mereka yang patut dihormati, maka:
- Ia akan berumur panjang,
- Kulitnya akan menjadi cemerlang,
- Tubuhnya akan menjadi semakin sehat dan kuat,
- Hidupnya akan semakin bahagia.

(Dhammpada VIII,109)

Dhammapada VII,94

Seseorang yang inderanya terkendali dengan baik,
Ia bagai kusir yang pandai mengendalikan kudanya.
Ia telah menyingkirkan kesombongannya,
Dan batinnya tiada noda serta seimbang,
Maka, para Dewa pun mengasihinya.

(Dhammapada VII,94)

Dhammapada VIII,111-112

Orang yang dungu dan kacau batinnya,
Orang yang malas dan kendur semangatnya,
Meskipun ia hidup hingga seratus tahun,
Tidaklah ada artinya!

Akan tetapi,
Kehidupan orang yang memiliki kebijaksanaan,
Kehidupan orang yang rajin dan penuh semangat,
Dan terkendali batin dan pikirannya,
Meskipun ia hidup hanya sehari,
Akan jauh lebih mulia!

(Dhammapada VIII,111-112)

Dhammapada XXIV,349-350

Mereka yang batinnya mudah tergoda,
Dan terangsang oleh keragu-raguan dan prasangka,
Serta nafsu birahinya bangkit melihat lawan jenis,
Maka, nafsu keinginan mereka akan semakin banyak,
Dan semakin melekat pada kenikmatan indera.

Ia yang telah mantap menyingkirkan keragu-raguan,
Dan prasangka yang berada di dalam batinnya,
Akan memperoleh ketenangan dan selalu waspada.
Ia akan memandang dunia nyata,
Sebagai hal yang tidak menyenangkan.
Ia akan membasmi nafsu keinginan-keinginannya,
Dan memutuskan rantai kematian.

(Dhammapada XXIV,349-350)

Anguttara Nikaya II,143

Bisa ditemukan makhluk yang dapat terbebas,
Dari menderita penyakit jasmaniah selama setahun,
Selama dua tahun atau sepuluh tahun,
Bahkan mungkin seratus tahun.
Sulit tuk menemukan makhluk yang dapat terbebas,
Dari penyakit batiniah walau untuk sesaat saja,
Kecuali ia yang telah mengatasi kekotoran batinnya.
Inilah dua penyakit dalam diri manusia.

(Anguttara Nikaya II,143)

Dhammpada XXI,292-293

Apabila seseorang,
Melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan,
Dan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan,
Batinnya akan semakin dikotori oleh keangkuhan,
Rasa malasnya akan semakin berkembang.

Apabila seseorang selalu giat melatih diri,
Melakukan perenungan terhadap badan jasmani,
Selalu melakukan apa yang seharusnya dilakukan,
Tidak melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan,
Untuk orang yang selalu sadar ini,
Kekotoran batinnya akan tersapu bersih.

(Dhammpada XXI,292-293)

Dhammapada III,34

Seperti ikan yang terlempar keluar dari air,
Akan menggelepar diatas tanah yang kering,
Demikian pula dengan batin ini, bergejolak!
Kala membebaskan diri dari pengaruh jahat.
(Dhammapada III,34)

Jataka Nidanakatha 28-29

Apabila ada seseorang yang menderita suatu penyakit,
Kemudian dia tidak berusaha mencari pengobatan,
Walaupun ketika itu tersedia seorang dokter,

Maka, hal ini bukanlah kesalahan si dokter.
Demikian pula, apabila ada seseorang,
Yang tertekan penyakit kekotoran batin,
Tetapi dia tidak berusaha mencari bantuan,
Dari Sang Guru Junjungan,
Maka, hal ini bukanlah kesalahan Sang Guru Junjungan.

(Jataka Nidanakatha 28-29)

Samyutta Nikaya XXII,1

Wahai para perumah tangga,
Adalah benar, tubuhmu rapuh dan sarang penyakit!

Barang siapa menganggap tubuh ini indah,
Selalu sehat dan membawanya ke sana-sini,
Maka, ia telah melakukan suatu kebodohan.
Karena itu engkau haruslah melatih diri,
"Tubuhku boleh berpenyakit, tapi batinku tidak!"

(Samyutta Nikaya XXII,1)

Anguttara Nikaya I,10

Batin sesungguhnya bercahaya!
Tetapi dicemari oleh kotoran yang timbul kemudian,
Sehingga batin menjadi kotor.
Umat awam tidak menyadari hal ini,
Sehingga mereka tidak membina batinnya.

Batin sesungguhnya bercahaya!
Dan dapat dibersihkan dari kotoran yang timbul,
Sehingga batin menjadi bersih.
Siswa Sang Buddha menyadari hal ini,
Sehingga mereka membina batinnya.

(Anguttara Nikaya I,10)

Anguttara Nikaya I,9

Sekarang, bayangkan sebuah kolam yang airnya jernih,
Kemudian ada seseorang,
Dengan penglihatan yang baik berdiri di tepi kolam,
Ia akan dapat melihat tiram, kerang, batu kerikil,
Ataupun ikan-ikan yang berenang di dasar kolam,
Dikarenakan keadaan air yang jernih.

Demikian pula, adalah mungkin,
Bagi seseorang yang batinnya tenang,
Untuk menyadari kelebihan pada dirinya sendiri,
Ataupun pada orang lain,
Serta mewujudkan keadaan yang lebih tinggi,
Dikarenakan keadaan batinnya yang tenang..

(Anguttara Nikaya I,9)

Anguttara Nikaya I,9

Bayangkan sebuah kolam yang airnya keruh,
Kemudian ada seseorang,
Dengan penglihatan yang baik berdiri di tepi kolam,
Ia tak akan dapat melihat tiram, kerang, batu kerikil,
Ataupun ikan-ikan yang berenang di dasar kolam,
Dikarenakan keadaan air yang keruh.

Demikian pula, adalah tidak mungkin,
Bagi seseorang yang batinnya kotor,
Untuk menyadari kelebihan pada dirinya sendiri,
Ataupun pada orang lain,
Serta mewujudkan keadaan batin yang lebih tinggi,
Dikarenakan keadaan batinnya yang kotor.

(Anguttara Nikaya I,9)

Dhammapada I,13-14

Seperti air hujan yang turun menetes,
Dapat menembus atap jerami yang jarang,
Demikian pula dengan nafsu keinginan,
Dapat menembus batin yang rapuh.

Seperti air hujan yang turun menetes,
Yang tidak dapat menembus atap jerami yang tebal,
Demikian pula dengan nafsu keinginan,
Tidak dapat menembus batin yang kokoh.

(Dhammapada I,13-14)

Anguttara Nikaya III,15

Ada lima hal yang dapat menurunkan nilai sekeping emas,
Sehingga kepingan emas itu menjadi tidak berkilau,
Menjadi tidak lentur atau sukar dibentuk,
Menjadi rapuh dan tidak sempurna, yaitu:
Ternoda oleh besi, tembaga, timah, timbal dan perak.

Demikian pula,
Ada lima hal penyebab kemerosotan batin seseorang,
Sehingga batin menjadi tidak berkilau,
Menjadi tidak lentur atau sukar dikendalikan,
Menjadi rapuh dan tidak terlatih, yaitu:
- Nafsu keinginan
- Dengki atau iri hati,
- Kekhawatiran,
- Kemalasan,
- Keragu-raguan.

Apabila batin telah terbebas dari hal-hal tersebut,
Maka, seseorang akan dapat berkonsentrasi dengan baik,
Dan ia akan mencapai kedamaian.

(Anguttara Nikaya III,15)

16 Mei 2011

Pola Kerajinan Tangan - Setingkat SD (3)

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0cXNrYnVqeUJjZ1U


Sumber:
www.dhammacitta.org

Pola Kerajinan Tangan - Setingkat SD (2)

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0WWJfczRTWlU5VjQ

Sumber:
www.dhammacitta.org

Pola Kerajinan Tangan - Setingkat SD

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0SW5xS013MzQzODA

Sumber:
www.dhammacitta.org

Pola Kerajinan Tangan - Setingkat TK B

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/file/d/0B6a5vK3IVP_0a3NiT1NNRWpzYkk/edit?pli=1


Sumber:
http://dhammacitta.org/

Pola Kerajinan Tangan - Mewarnai - Setingkat TK A

Untuk download file, silahkan klik link berikut ini:
https://docs.google.com/file/d/0B6a5vK3IVP_0RUhKUzhMcjJiRHc/edit

Sumber:
http://dhammacitta.org/

Kisah Gadis Penenun

Pada akhir upacara pemberian dana makanan di Alavi,
Sang Buddha memberikan khotbah
tentang ketidakkekalan dari kumpulan-kumpulan kehidupan (khandha).
Pada hari itu Sang Buddha menekankan hal utama yang dapat dijelaskan seperti di bawah ini:

"Hidupku adalah tidak pasti; bagiku,
hanya kematianlah satu-satunya yang pasti.
Aku pasti mati;
hidupku berakhir dengan kematian.
Hidup tidaklah pasti;
kematian adalah pasti."

Kewajiban Seorang Istri


Ketika Visakha ingin menikah, 


Ayah-nya memberikan nasehat sebagai berikut 


( Lihat Dhammapada Atthakatha, 


Buddhist Legends, Jilid II, Halaman 72-73 ) :




1. Jangan membawa keluar api yang berada di dalam rumah

2. Jangan memasukkan api dari luar ke dalam rumah

3. Memberi hanya kepada mereka yang memberi

4. Jangan memberi kepada mereka yang tidak memberi
 
5. Memberi kepada mereka yang memberi dan tidak memberi

6. Duduk dengan bahagia
 
7. Makan dengan bahagia
 
8. Tidur dengan bahagia
 
9. Rawatlah api dalam rumah
 
10. Hormatilah Dewata keluarga



* * * * * * * * * * * 


13 Mei 2011

Syair Sang Bhagava Tentang 6 Arah Menghormat


Demikianlah apa yang disabdakan oleh Sang Bhagava, 

kemudian Beliau melanjutkan :


    "Ibu dan Ayah adalah arah timur,


    guru adalah arah selatan,


    istri dan anak adalah arah barat,


    sahabat dan kenalan adalah arah utara


    pelayan dan karyawan adalah arah bawah.


    Dan arah atas adalah para guru agama dan para pertapa,


    Arah-arah tersebut harus dipuja, sesudah mana


     Mereka baru pantas disebut sebagai kepala keluarga yang baik,


4 Macam Manusia yang Harus Dipandang Sebagai Sahabat yang Berhati Tulus

Empat macam Manusia, Anak Muda, 

yang harus dipandang sebagai Sahabat yang Berhati Tulus :


1. Sahabat yang suka menolong 

2. Sahabat di waktu senang dan di waktu susah 

3. Sahabat yang suka memberi nasehat yang baik 

4. Sahabat yang selalu memperhatikan keadaan-mu


* * * * *
Kemudian Sang Bhagava melanjutkan :

    "Sahabat yang suka menolong diri-mu, 

    Sahabat di waktu senang dan di waktu susah, 

    Ia yang suka memberikan nasehat yang baik, 

    Dan Ia selalu memperhatikan keadaan-mu, 

    Orang Bijaksana menganggap Empat jenis Manusia tersebut 

    Sebagai Sahabat Sejati dan wajib menjaga-nya dengan baik 

    Seperti seorang Ibu menjaga Anak Kandung-nya sendiri."


* * * * * * * * * *


5 Cara Seorang Memperlakukan Orang Tua-nya Sebagai Arah Timur

Di dalam Sigalovada Sutta tertera:

"Dengan lima cara seorang memperlakukan Orangtua-nya sebagai arah Timur :


1. Dahulu aku telah dipelihara/dibesarkan oleh mereka, sekarang aku akan menyokong mereka
2. Aku akan melakukan tugas-tugas kewajiban-ku terhadap mereka
3. Aku akan menjaga baik-baik garis keturunan dan tradisi keluarga.
4. Aku akan membuat diri-ku pantas untuk menerima warisan.
5. Aku akan mengurus persembahyangan kepada sanak-keluarga-ku yang telah meninggal dunia."

( Digha Nikaya III, 189 )

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anaknya


Sesuai dengan Sigalovada Sutta 


maka Orangtua mempunyai kewajiban terhadap Anak-nya 


sebagai berikut :



1. Mencegah anak berbuat jahat

2. Menganjurkan anak berbuat baik


3. Memberikan pendidikan profesional kepada anak


4. Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak


5. Menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat


( Digha Nikaya III, 189 )




Untuk lebih lengkapnya, 

dapat di-download di link berikut ini:

4 Macam Ditthadhammikatthapayojana - Hal yang Berguna pada Kehidupan Sekarang


Terdapat 4 ( empat ) macam Ditthadhammikatthapayojana, 


yaitu hal-hal yang berguna pada kehidupan sekarang :



1. Utthanasampada 

2. Arakkhasampada 

3. Kalyanamitta 

4. Samajivita 


* * * * * * * * * * * *


1. Utthanasampada :
 

rajin dan bersemangat dalam bekerja mencari nafkah.





2. Arakkhasampada :
 
bersikap penuh hati-hati,
 

menjaga harta yang telah diperoleh,


tidak membiarkannya hilang atau dicuri,
 

menggunakannya dengan hemat.

 
Menjaga cara kerja yang baik 

sehingga tidak mengalami kemunduran atau kemerosotan.





3. Kalyanamitta:

memiliki teman-teman yang baik, 


dan tidak bergaul dengan orang-orang dungu dan jahat.





4. Samajivita :

menempuh hidup sesuai dengan penghasilan, 

tidak terlalu kikir dan tidak terlalu boros.




(Anguttara Nikaya IV, 281)


Kewajiban Seorang Suami


Di dalam Sigalovada Sutta 


terdapat 5 kewajiban seorang Suami terhadap Istri-nya 


sebagai berikut :



1. Menghormati istri-nya;


2. Bersikap lemah lembut terhadap istri-nya;

3. Bersikap setia terhadap istri-nya;


4. Memberikan kekuasaan tertentu kepada istri-nya;

5. Memberikan atau menghadiahkan perhiasan kepada istri-nya.


( Digha Nikaya III, 190 )



Ringkasan lebih rinci dapat di-download di link berikut ini:
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0dGlMSkZuNGkzcEE


06 Mei 2011

Asitabhu Jataka 234

"Sekarang nafsu telah tiada," dan seterusnya.—

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang gadis.

Dikatakan bahwasanya di Savatthi,
di dalam sebuah Keluarga yang menopang kehidupan
dua Orang Siswa Utama ( Aggasavaka ) Sang Buddha,
terdapat seorang gadis yang berparas elok dan bersinar cemerlang.
Ketika dewasa, dia dinikahkan kepada sebuah Keluarga yang sama baiknya dengan Keluarganya sendiri.

* * *

Setelah uraian ini selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka :

"Kedua orang ini adalah Pangeran dan Istrinya,
dan Aku sendiri adalah Sang Petapa."


* * * * *

Kalyana Dhamma Jataka 171

"Oh Paduka, ketika orang mengelu-elukan kita," dan seterusnya.

Kisah ini diceritakan Sang Guru di Jetavana, tentang seorang Ibu Mertua yang tuli.

Dikatakan bahwa ada seorang Tuan tanah di Savatthi, seorang yang berkeyakinan,
yang percaya, yang telah berlindung di bawah Tiga Permata
dan seorang yang menjalankan lima sila.

* * *

Sang Guru, setelah menyampaikan uraian ini, mempertautkan kisah kelahiran mereka:

"Pada masa itu,
Ananda adalah Raja, dan Aku sendiri adalah pedagang kaya (di) Benares"


* * * * *

Succaja Jataka 320

Setelah mendengar Ratu mengucapkan kata-kata pujian terhadap Raja,
Bodhisatta mempermaklumkan Kebajikan Ratu dan mengulangi bait keempat berikut :

    Terkenal sebagai Istri yang tiada taranya,
    berbagi kesenangan dan kesusahan hidup,
    selalu ( bersikap ) sama pada kedua jenis keadaan itu,
    memang cocok bersanding dengan Raja.


Bodhisatta dengan kata-kata ini melantunkan pujian terhadap Ratu,
"Wanita ini, Yang Mulia,
di masa Anda susah, tetap tinggal bersamamu dan berbagi kesusahanmu, di dalam hutan.
Anda harus memberikan Kehormatan padanya."


Raja juga menganugerahkan kekuasaan yang besar kepada Bodhisatta.
Ia berkata,
"Dikarenakan dirimulah, saya teringat kembali akan Kebajikan Ratu."


* * * * * 

05 Mei 2011

Godha Jataka 333

Sang Guru berkata,

"Baiklah, andaikan ia memang bersikap demikian kepadamu, janganlah bersedih. 
Ketika ia ingat akan Kebajikanmu, 
ia akan memberikan kekuasaan tertinggi kepadamu."


[109] Di saat Bodhisatta berkata demikian, Raja teringat kembali akan kebaikan Ratunya,
dan berkata,
"Istriku, selama ini tidak kulihat Kebajikanmu, 
tetapi melalui kata-kata Orang bijak ini, saya telah melihatnya kembali. 
Maafkanlah perbuatan burukku. 
Seluruh Kerajaanku ini kuberikan kepadamu sendiri."

* * * * *

Siri Jataka 284

Kemudian Beliau membabarkan khotbah Dhamma berikut 264 :

    Inilah timbunan yang dapat memuaskan
    segala keinginan Dewa atau Manusia ;
    Tak peduli apa pun yang ingin mereka miliki :
    Semua itu diperoleh dengan buah dari Jasa Kebajikan.


    Demikian besarnya buah yang dihasilkan,
    singkatnya, demikian agungnya Jasa Kebajikan ini :

    Karena itulah mereka yang kukuh ( dalam Dhamma )
    serta Para Bijak memuji penimbunan Jasa-jasa Kebajikan.

* * * * *


Khantivadi Jataka 35

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana,
tentang seorang Bhikkhu yang pemarah.

"Ajaran tentang kesabaran, Paduka," jawabnya

Pada masa itu, 
Devadatta adalah Kalābu (Kalabu), Raja Kasi,
Sāriputta adalah Panglima
dan saya sendiri adalah Sang Petapa, Si Pengajar Kesabaran."



* * * * *

Tipitaka 18 - Kisah Sumanadevi

Dekat Savatthi, di rumah Anathapindika dan rumah Visakha,
dua ribu bhikkhu memperoleh pelayanan makanan setiap hari.

Di rumah Visakha, dana makanan diatur pemberiannya oleh cucu perempuannya.
Di rumah Anathapindika, pengaturan dana makanan dilakukan,
pertama oleh anak perempuan Anathapindika tertua,
kemudian oleh anak perempuan kedua,
dan akhirnya oleh Sumanadevi, anak perempuan yang termuda. Kedua saudara perempuannya yang lebih tua
mencapai tingkat kesucian sotapati dengan mendengarkan Dhamma,
setelah melayani dana makan para bhikkhu.
Sumanadevi melakukan lebih baik dan mencapai tingkat kesucian sakadagami.

Mamsa Jataka 315

"Bagi seseorang yang meminta," dan seterusnya.

Sang Guru berkata,
"Bukan hanya kali ini,
Para Bhikkhu, Sariputta mampu mendapatkan makanan sendirian, tetapi juga di masa lampau,


Orang Bijak yang memiliki suara nan lembut
dan tahu bagaimana cara berbicara dengan menyenangkan mendapatkan hal yang sama."

* * * * *

04 Mei 2011

Tipitaka 95 - Kisah Sariputta Thera

Pada suatu akhir masa vassa,
Sariputta Thera berangkat untuk suatu perjalanan bersama dengan beberapa pengikutnya.
Seorang bhikkhu muda pengikutnya, yang memiliki dendam terhadap Sariputta Thera,
mendekat kepada Sang Buddha dan menfitnah dengan mengatakan
bahwa Sariputta Thera telah mencaci dan memukulnya.

Sang Buddha memanggil Sariputta Thera dan menanyakan:
apakah hal itu benar?

Tipitaka 98 - Kisah Samanera Revata

Revata adalah saudara laki-laki termuda dari murid utama Sariputta.
Ia satu-satunya saudara Sariputta yang tidak meninggalkan rumah tangga
untuk menempuh kehidupan tanpa rumah.
Ayahnya sangat menginginkan agar ia menikah.
Revata baru berumur tujuh tahun
ketika ayahnya mempersiapkan sebuah pernikahan baginya dengan seorang gadis kecil.

03 Mei 2011

Tipitaka 80 - Kisah Samanera Pandita

Pandita adalah seorang putra orang kaya di Savatthi.
Ia menjadi seorang samanera pada saat berusia tujuh tahun.
Pada hari ke delapan setelah menjadi samanera,
ia pergi mengikuti Sariputta Thera berpindapatta,
ia melihat beberapa petani mengairi ladangnya dan bertanya kepada Y.A. Sariputta Thera
"Dapatkah air yang tanpa kesadaran dibimbing ke tempat yang seseorang kehendaki?"

Sang Thera menjawab,

"Ya, air dapat dibimbing kemanapun yang dikehendaki seseorang."

Tipitaka 326 - Kisah Samanera Sanu

Suatu hari, Samanera Sanu didesak oleh para bhikkhu yang lebih tua
untuk naik ke atas mimbar dan mengulang bagian-bagian dari Dhamma
yang telah dibabarkan oleh Sang Buddha.

Ketika ia telah menyelesaikan pengulangannya,
ia dengan sungguh-sungguh menyebut,

"Semoga jasa-jasa yang telah saya peroleh hari ini
dengan mengulang syair-syair mulia ini,
dinikmati oleh ibu dan ayah saya".