Disebuah rumah mungil dipinggir hutan, tinggal sebatang lilin kecil. Ketika hari menjelang malam pemilik rumah tersebut menyalakan lilin kecil itu. Tiba-tiba datang angin besar menerobos masuk ke jendela rumah itu. Wusshh! Si Lilin Kecil ini merasakan apinya telah padam. “Aduh, aku harus segera mencari cahaya, hari sudah semakin gelap”, kata Lilin Kecil dengan panik.
Si Lilin Kecil lalu keluar dari rumah itu dan berteriak kepada Paman Matahari,
“Paman, bolehkah aku meminta sedikit cahayamu?”
“O o! Mana mungkin Nak, jarak kita kan terlalu jauh!
Lagipula Paman harus segera pulang, karena malam akan tiba. Daah”,
kata Paman Matahari dengan terburu-buru.
Hari sudah beranjak malam, si Lilin Kecil terus berjalan mencari cahaya.
Tiba-tiba dia melihat kilatan lampu mobil, dengan terburu-buru dia mengejar cahaya lampu mobil itu.
“Tunggu! Tunggu! Lampu mobil, tolonglah aku!”, teriak Lilin Kecil sambil berlari-lari.
“Aduh!”, jerit Lilin Kecil, rupanya dia berlari dengan menggebu-gebu
sehingga tidak melihat jalan dan menabrak tiang listrik.
“Lilin Kecil hati-hatilah kalau berjalan,” kata Paman Tiang Listrik.
“Oh, maafkan saya, sebenarnya saya hanya ingin meminta sedikit cahaya, tetapi tidak ada yang menghiraukan saya,” kata Lilin Kecil tertunduk sedih.
“Sudahlah jangan bersedih hati,” kata Paman Tiang Listrik. “Paman punya teman kecil bernama Lampu Meja. Dia tinggal diseberang jalan itu. Cobalah menemuinya, mungkin dia bisa membantu masalahmu.”
Seketika itu wajah Lilin Kecil berubah gembira, setelah mengucapkan terima kasih kepada Paman Tiang Listrik. Lilin kecil pergi menemui si Lampu Meja.
“Cobalah masukkan sumbumu kedalam saklar itu, saya mendapatkan cahaya juga berasal dari sana”, saran si Lampu Meja. Si Lilin Kecil itu dengan tidak sabar menancapkan sumbunya kedalam saklar tersebut. Tetapi kok tidak terjadi reaksi apa-apa ya. Berulang kali dicobanya, namun tetap tidak berhasil. De-ngan hati kecewa si
Lilin Kecil meninggalkan tempat itu.
Si Lilin Kecil pulang dengan menundukkan kepala dan langkah gontai. Dia merasa benar-benar putus asa. Ketika pikirannya sedang berkecamuk sedih, tiba-tiba dia mendengar jeritan mengaduh. Oh, rupanya si Lilin Kecil lagi-lagi menabrak sesuatu.
“Aduh! Maafkan saya Korek Api, saya tidak melihatmu karena saya sibuk memikirkan
kemana lagi mencari cahaya,” kata Lilin Kecil.
“Oh, kamu sedang mencari cahaya? Cepatlah julurkan sumbumu kesini, aku punya cahaya,” kata si Korek Api.
“Waah, benarkah? Baiklah kalau begitu”, kata si Lilin Kecil penuh semangat.
“Aduh Korek Api, Engkau baik hati sekali mau membantuku. Maukah engkau menjadi temanku?”
“Aku senang menjadi temanmu, Lilin Kecil. Ttt…tapi aku akan segera mati”, kata Korek Api dengan lemas.
“Tidak, tidak, aku tidak mau begini! Janganlah mati,” kata Lilin Kecil sambil menangis tersedu-sedu.
“Jjj…jangan sedih Lilin Kecil. Meskipun aku sudah tiada, tetapi cahayaku senantiasa berada di tubuhmu.”
Dan akhirnya si Korek Api itu benar-benar telah mati, namun cahaya Lilin Kecil telah menerangi rumah mungil itu sepanjang malam.
Lilin Kecil ini menggambarkan sebuah perjuangan dan ketulusan hati demi penerangan disekelilingnya, sedangkan si Korek api menggambarkan sebuah pengorbanan sampai akhir hayatnya juga demi orang lain.
Persahabatan antara Lilin Kecil dan Korek Api walaupun sekejap, namun kerukunan dan ketulusan mereka telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan sekitar.
(disadur dari cerita Sekolah Minghui/ntdtv/The Epoch Times)