Ayah Jiang Gong menikah lagi setelah ibunya meninggal dunia.
Meski ibu tiri Jiang Gong tidak pernah bersikap baik kepadanya,
dia tetap menjaga kedua adik tirinya.
Ikatan di antara ketiga bersaudara ini bahkan lebih kuat daripada ikatan darah.
Adik ke-2 : "Ada jangkrik besar di sini!"
Jiang Gong : "Di mana ?"
Adik ke-2 : "Itu lari...Stop..."
Adik ke-1 : "Aarghh..."
Jiang Gong : "Hati-hati! Jangan kencang-kencang larinya, Adik kecil..."
Adik ke-2 :
"Uups!...Plok..."
"Huaaa...."
Jiang Gong : "Kau tidak apa-apa ?"
Adik ke-2 : " Besar sekali.... aku sebenarnya bisa menangkap kalau tidak jatuh!"
Jiang Gong :
"Jangan menangis..."
"Aku akan menangkapkannya lebih besar kapan-kapan."
Adik ke-2 : "Iya deh."
Adik ke-1 : "Aku juga mau satu, Kakak!"
Jiang Gong : "Tentu! Masing-masing dapat satu!"
Adik ke-2 : "Kakak memang yang terhebat"
Jiang Gong : "Sudah waktunya kalian berdua pulang untuk belajar."
Adik ke-2 : "Kita sudah pulang Ibu!"
Ibu :
"Ayo cuci tangan kalian.
Ibu akan menyiapkan semangka untuk kalian."
Ibu (sambil melihat Jiang Gong dengan marahnya ) :
"Kenapa kamu masih berdiri di situ ?
Ayo cepat kumpulkan kayu bakar! Kita sudah kehabisan!"
Jiang Gong : "Baik Bu. (... sambil tersenyum dan pergi...)..."
Ibu :
"Semangka yang segar dan menggiurkan untuk kalian berdua!"
Adik ke-1 dan ke-2 :
"... ( terdiam )..."
Ibu :
"Kenapa kalian belum memakannya ?
Bukankah semangka adalah buah kesukaan kalian ?"
Adik ke-1 :
"Kenapa Ibu tidak memberi Kakak Tertua ?
Kenapa kita makan enak dan pakai baju bagus sementara Kakak tidak begitu ?"
Ibu :
"Anak bodoh. Kalian adalah anak kandung Ibu.
Bagaimana kalian dapat membandingkan diri kalian dengan seorang anak piatu ?"
Adik ke-2 ( sambil menangis ) :
"Kakak Tertua benar-benar kasihan!
Apakah seorang anak piatu hanya makan makanan sisa
dan memakai pakaian compang-camping ?"
Jiang Gong ( di hutan menebang kayu ) :
"...Krak..."
"...Hosh...Hosh..."
Dari kejauhan, adik ke-1 dan ke-2 berteriak :
"Kakak....Kakak...."
Jiang Gong :
"Apa yang kalian lakukan di sini ?
Ibu pasti akan khawatir!"
Adik ke-2 :
"Kita ke sini untuk membantu Kakak!"
Adik ke-1 :
"Kita pulang sama-sama!"
Jiang Gong (... terharu...) :
"Jadilah anak patuh dan pulanglah ke rumah sekarang.
Kalian masih terlalu muda untuk bekerja."
Adik ke-1 :
"Usia Kakak tidak terlalu berbeda dengan kami!
Tapi kenapa Kakak harus bekerja lebih keras dari kami...
... dan makanan dan pakaian Kakak sangat buruk!
Mulai sekarang, Kakak akan makan apa yang kami makan!"
Adik ke-1 ( ... memberi semangka... ) : "Untukmu Kak!"
Adik ke-2 : "Punyaku juga..."
Jiang Gong (...tersenyum...) : "Kalian anak baik..."
Suatu hari, Jiang Gong pergi ke kota sebelah bersama adik bungsunya,
Jijiang, untuk membeli sesuatu.
Jiang Gong :
"Ini ada tebak-tebakan apa lanjutan dari peribahasa"
"Pelajar zaman dahulu belajar demi kepentingan diri sendiri" ?
Adik ke-2 :
"Pelajar zaman sekarang belajar demi kepentingan orang lain."
Jiang Gong :
"Bagus! Belajarlah yang rajin, Adik kecil,
dan bergunalah bagi sesama bila kau besar nanti,
sehingga dapat membalas budi orang tua yang membesarkanmu!"
Adik ke-2 :
"Ya, Kakak! Tapi tidakkah Kakak marah pada Ibuku yang sangat jahat pada Kakak ?"
Jiang Gong :
"Anak bodoh! Yang penting adalah dia mencintai kalian berdua!"
Tiba-tiba, ada sekawanan perampok menghadang mereka.
Perampok :
"Berhenti! Tinggalkan unag kalian atau mati!!!!"
Jiang Gong (... sambil memohon...) :
"Ambil semua. Tolong jangan sakiti kami!"
Perampok :
"Kalian pikir sejumlah ini cukup untuk membayar hidup kalian berdua?"
"Kita hanya akan melepaskan satu dari kalian!"
Jiang Gong :
"...Aku! Adikku masih terlalu kecil!" "Dia cuma anak kecil..." "Biarkan dia pergi!"
Adik ke-2 ( ... kaget...) : "Kakak!!"
Perampok :
"Benar-benar Kakak yang baik! Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu..."
Adik ke-2 ( ...sambil menangis...) : "Tidak!!!" "Hentikan..."
Jiang Gong : "Adik....."
Adik ke-2 ( ...sambil menangis...) :
"Aku saja! Kakak sudah tak punya ibu sejak kecil, dan sudah banyak menderita..."
Jiang Gong :
"Tidak! Adikku adalah jiwa dan hati kedua orang tuanya. Mereka akan hancur jika dia mati!"
Perampok (...sambil terharu...) :
"Kalian berdua bersedia mengorbankan jiwa kalian untuk yang lain..."
"Baiklah. Kami mengampuni kalian berdua."
"Ambil uang kalian dan pergilah..."
Ketika para perampok sudah pergi,
kedua bersaudara ini saling berpelukan dan menangis.
Kabar tentang cinta kasih mereka berdua pun tersebar luas.
Sumber :
Buku Value for Success "Love - Kasih Sayang"
Illustrasi : Huang Qingrong
Hal. 13-24