Dalam Abhayarajakumara Sutta, Majjhima Nikaya 58,
Sang Buddha menunjukkan faktor-faktor yang turut menentukan
suatu Ucapan patut dan tidak patut dikemukakan.
Faktor-faktor yang utama adalah:
1. Apakah pernyataan itu benar atau salah,
2. Apakah pernyataan itu bermanfaat atau tidak,
3. Apakah pernyataan itu dikehendaki atau disetujui oleh Orang-orang Lain atau tidak.
* * * * *
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa
Vacnpakopam rakkheyya – Vācāya samvuto siyā
Vacnduccaritam hitvā – Vācāya sucaritam care’ti.
Hendaklah Orang selalu menjaga rangsangan Ucapan-nya,
hendaklah Ia mengendalikan Ucapan-nya.
Setelah menghentikan Perbuatan-perbuatan jahat melalui Ucapan,
hendaklah Ia giat melakukan Perbuatan-perbuatan Baik melalui Ucapan.
( Dhammapada 232 )
Sebagai bagian dari kehidupan ber-masyarakat,
Kita dituntut untuk menjaga Tiga Pintu Perbuatan Kita sendiri,
yaitu Pikiran, Ucapan, dan badan Jasmani.
Ke-tiga Pintu Perbuatan ini memang harus Kita jaga setiap saat.
Bisa-kah Kita melakukan hal ini ?
Sebisa mungkin Kita harus melakukan sehubungan dengan adanya
relasi-relasi yang banyak antar sesama di sekitar Kita.
Kita memang mengetahui bahwa pengucapan sebuah kata membawa pengaruh
yang sangat kuat terhadap Si Pendengar di sekitar Kita.
Untuk itu marilah Kita simak penjabaran secara rinci di bawah ini.
Ucapan Benar itu dalam penyampaian-nya tidak berarti secara terbuka penuh.
* * *
Dalam Abhayarajakumara Sutta, Majjhima Nikaya 58,
Sang Buddha menunjukkan faktor-faktor yang turut menentukan
suatu Ucapan patut dan tidak patut dikemukakan.
Faktor-faktor yang utama adalah:
1. Apakah pernyataan itu benar atau salah,
2. Apakah pernyataan itu bermanfaat atau tidak,
3. Apakah pernyataan itu dikehendaki atau disetujui oleh Orang-orang Lain atau tidak.
* * *
Sang Buddha sendiri akan mengemukakan hal-hal yang benar dan bermanfaat,
dan mengetahui saat-nya yang tepat,
sesuatu yang menyenangkan dan sesuatu yang tidak menyenangkan pun patut dikemukakan.
Diceritakan bahwa pada suatu saat,
Seorang Bayi yang masih kecil sedang berbaring telungkup
di pangkuan Pangeran Abhaya. Sang Buddha berkata kepada Pangeran Abhaya,
”Bagaimana pendapat-mu Pangeran ?
Karena kelalaian-mu atau pun kelalaian Perawat,
kalau saja Anak yang masih kecil itu memasukkan sebatang kayu atau sebutir batu
ke dalam mulut-nya sendiri,
apa yang akan engkau lakukan terhadap-nya ?”
”Saya akan mengeluarkan kayu atau batu itu, Bhante.
Jika saya tidak bisa mengeluarkan-nya,
saya akan memegang kepala-nya dengan tangan kiri saya
dan membengkokkan jari tangan kanan saya,
saya akan mengeluarkan-nya meskipun harus berdarah.
Mengapa demikian ?
Karena saya memiliki welas kasih kepada Anak itu.”
* * *
Sang Buddha berkata: ‘Demikian juga Pangeran :
[1]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai bukan fakta, tidak benar, tidak berhubungan dengan tujuan,
tidak dikehendaki dan tidak menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata tidak mengemukakan ucapan-ucapan itu.
[2]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai fakta, benar, tidak berhubungan dengan tujuan,
tidak dikehendaki dan tidak menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata tidak mengemukakan ucapan-ucapan itu.
[3]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai fakta, benar, berhubungan dengan tujuan,
tetapi tidak dikehendaki dan tidak menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata mengetahui saat yang tepat untuk mengemukakan ucapan-ucapan itu.
[4]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai bukan fakta, tidak benar, tidak berhubungan dengan tujuan,
tetapi dikehendaki dan menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata tidak mengemukakan Ucapan-ucapan itu.
[5]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai fakta, benar, tidak berhubungan dengan tujuan,
tetapi dikehendaki dan menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata tidak mengemukakan Ucapan-ucapan itu.
[6]
Ucapan yang diketahui oleh Tathagata
sebagai fakta, benar, berhubungan dengan tujuan,
dan dikehendaki dan menyenangkan Orang-orang lain,
Tathagata mengetahui saat yang tepat untuk mengemukakan Ucapan-ucapan itu.
Mengapa demikian ?
Karena Tathagata memiliki welas kasih kepada Semua Makhluk Hidup.”
(MN 58)
* * * * *
Dalam Sutta Sutta, Gradual Sayings ( Anguttara Nikaya II. 179 )
diceritakan bahwa Brahmana Vassa-kara berkata kepada Sang Buddha, demikian:
”Saya berpandangan, saya berpendapat bahwa,
ketika Seseorang berbicara hal-hal yang telah dilihat,
dengan mengatakan, ’Demikian telah saya lihat’, tidak ada salah-nya hal semacam itu.
Ketika Seseorang berbicara hal-hal yang telah didengar,
dengan mengatakan, ’Demikian telah saya dengar’, tidak ada salah-nya hal semacam itu.
Ketika Seseorang berbicara hal-hal yang telah diketahui,
dengan mengatakan, ’Demikian telah saya ketahui’, tidak ada salah-nya hal semacam itu.”
Sang Buddha menanggapi pernyataan Brahmana Vassakara tersebut:
”Saya tidak mengatakan, Brahmana,
bahwa hal-hal yang telah dilihat…,
hal-hal yang telah didengar…,
hal-hal yang telah diketahui patut dikemukakan.
Tetapi bukan berarti hal-hal yang telah dilihat, telah didengar, telah diketahui
tidak patut dikemukakan.”
”Apabila Seseorang mengemukakan
hal-hal yang telah didengar, hal-hal yang telah dilihat, hal-hal yang telah diketahui,
mengakibatkan kualitas batin yang buruk berkembang dan kualitas batin yang baik merosot,
maka hal semacam itu tidak patut dikemukakan.
Akan tetapi, apabila Seseorang mengemukakan hal-hal yang telah diketahui,
mengakibatkan kualitas batin yang buruk berkurang
dan kualitas batin yang baik berkembang,
maka hal semacam itu patut dikemukakan.”
“Apabila, Seseorang mengemukakan hal-hal yang telah dilihat,
mengakibatkan kualitas batin yang tidak baik berkembang dan kualitas batin yang baik merosot,
maka hal semacam itu tidak patut dikemukakan.”
Dalam menyampaikan segala sesuatu melalui Ucapan, apalagi mengenai Dhamma,
memang ada cara-cara yang harus diketahui dengan baik,
dan menggunakan-nya secara baik dan benar pula.
Dalam menanggapi atau menjawab suatu pertanyaan pun
Kita harus berusaha memberikan jawaban yang sesuai.
* * * * *
Dalam Pañha Sutta, Gradual Sayings ( Anguttara Nikaya II. 53-54 )
Sang Buddha mengajarkan bagaimana cara menjawab suatu pertanyaan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentu harus dimengerti terlebih dahulu,
baru memikirkan dan merancang jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan yang berbeda.
Dalam Pañha Sutta tersebut,
dikatakan ada Empat cara menjawab pertanyaan-pertanyaan, yaitu:
[1].
Ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secara langsung dan singkat
( misalnya: iya atau tidak );
[2].
Ada jenis pertanyaan yang harus dijawab secara analisis
( mendefinisikan sebanyak mungkin dalam penjelasan dengan berbagai contoh );
[3].
Ada jenis pertanyaan yang harus dijawab dengan sebuah pertanyaan balik sebagai jawaban-nya;
[4].
Ada pula jenis pertanyaan yang harus dijawab dengan diam atau tidak perlu dijawab.”
Siapa pun yang mengetahui hal tersebut dengan benar menghubungkan dengan Dhamma,
maka Ia dikatakan mahir dalam empat tipe pertanyaan tersebut.
Sulit untuk mengalahkan-nya.
Ia mengetahui hal-hal yang sesuai dan yang tidak sesuai,
sehingga menolak hal-hal yang tidak memiliki makna dan menguasai hal-hal yang memiliki makna.
Menurut Ayat Dhammapada tersebut di atas, tentu usaha dan perjuangan Kita sendiri kunci-nya.
Berusaha dan berjuang-lah. Sukses
Sumber:
1. http://www.accesstoinsight.org/canon/sutta
2. http://artikelbuddhis.blogspot.com/2010/06/ucapan-benar-bermanfaat-dan.html