Untuk melihat dalam bentuk versi web, dapat >> klik disini
dan mengelus-elus kepala gajah itu dan mengajarkan Dhamma kepadanya dengan bersabda :
"Jangan menyerang Sang Buddha, O, gajah..!
Dengan pikiran akan melukaiNya, akan membuatmu menderita.
Pembunuh seorang Buddha tidak akan memperoleh alam kehidupan yang baik
setelah kematiannya."
Kamu harus melakukan perbuatan baik sehingga kamu dapat menuju ke Alam Bahagia."
* * *
Kemudian Nalagiri terkenal dengan nama Dhanapalaka ( pemilik kekayaan )
dan ia menjadi amat jinak dan tidak menyakiti siapa pun.
* * * * *
Nãlãgirim gajavaram atimatta bhutam
Dãvaggi cakka masaniva sudãrunantam
Mettambuseka vidhinã jitavã munindo
Tan tejasã bhvatu te jayamangalãni
Nalagiri gajah mulia menjadi sangat gila
Sangat kejam bagaikan hutan terbakar, bagai senjata roda atau halilintar
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kemampuan pikiran sakti yang mengagumkan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
* * *
Sang Buddha seperti biasa sedang berjalan ke suatu daerah
untuk membabarkan Dhamma kepada umatNya.
Beliau diiringi oleh Murid-muridNya, yang penuh cinta kasih dan pengabdian yang besar
kepada Sang Buddha, Sang Guru Agung.
Melihat Sang Buddha yang dicintai oleh murid-muridNya, menyebabkan Devadatta berpikir :
"Adalah suatu kenyataan, bahwa tidak ada satu mahluk pun
yang dengan melihat Kesempurnaan Manusia Gotama mampu dan berani untuk menyentuhNya.
Tetapi Raja gajah Nalagiri adalah binatang yang amat galak dan liar,
ia tidak mengetahui kesucian Buddha, Dhamma serta Sangha.
Ia akan saya lepaskan untuk menghancurkan Bhikkhu Gotama."
* * *
Kemudian Devadatta pergi menemui Raja Ajatasattu dan membicarakan masalah ini.
Raja terpengaruh oleh penjelasannya dan memanggil penjaga gajah, lalu memberi perintah :
"Penjaga, besok kamu harus memberi minuman keras kepada Nalagiri.
Dan lepaskanlah Nalagiri di jalan raya saat Bhikkhu Gotama sedang berjalan."
Devadatta bertanya kepada penjaga itu berapa banyak air yang biasa diberikan kepada gajah itu,
penjaga itu menjawab : "Delapan guci."
Devadatta lalu berkata :
"Besok, berikan kepada Nalagiri enam belas guci minuman keras
dan lepaskan dia ke arah jalan raya yang akan dilalui oleh Bhikkhu Gotama."
"Baiklah," jawab penjaga itu.
* * *
Raja lalu menabuh tambur di seluruh kota dan mengumumkan :
"Besok gajah Nalagiri akan menjadi mabuk karena minum minuman keras
dan akan dilepas ke dalam kota.
Penduduk di kota ini dapat melakukan semua pekerjaannya hanya pada pagi hari,
sesudah itu tidak boleh ada satu orangpun yang berada di jalan raya."
Devadatta lalu turun dari Istana dan mendatangi kandang gajah Nalagiri,
ia mendekati penjaga gajah itu dan berkata :
"Saya katakan kepadamu, kita mampu untuk menghancurkan seseorang
dari posisinya yang tinggi ke posisi yang rendah.
Dan menaikkan posisi seseorang yang rendah menjadi posisi yang tinggi.
Kalau kamu menginginkan kehormatan, besok pagi-pagi sekali,
berikan Nalagiri enam belas guci minuman keras minuman keras
dan ketika Bhikkhu Gotama melewati jalan itu, lukailah gajah itu dengan tongkat berduri.
Karena gajah yang kesakitan itu akan marah, ia akan menerobos kandangnya dan berlari keluar,
arahkanlah ia ke jalan raya di mana Bhikkhu Gotama sedang berjalan.
Maka gajah itu akan menghancurkanNya."
* * *
Keduanya setuju dengan rencana seperti itu. Berita ini bergema ke seluruh kota.
Pengikut Sang Buddha mendengar berita ini amat khawatir,
lalu mendatangi Vihara dan meminta Sang Buddha untuk tidak masuk ke kota esok hari,
karena ada bahaya besar yang menghadang Beliau.
Mereka berjanji akan membawakan semua kebutuhan yang diperlukan oleh Sang Guru
beserta murid-murid-Nya.
Tetapi Sang Buddha menyatakan tetap akan menjalankan tugasNya seperti biasa.
Para pengikutNya melihat bahwa mereka tidak akan merubah rencana Sang Guru Agung
akhirnya mereka meninggalkan Vihara dengan perasaan amat khawatir.
Setelah mereka pergi,
Sang Buddha merenungkan semua keluargaNya yang sudah mengerti akan Kebenaran.
Beliau juga melihat apabila Nalagiri berhasil ditaklukkanNya,
maka delapan puluh ribu mahluk akan mendapatkan pengertian yang jelas
tentang Dhamma Yang Mulia.
* * *
Keesokan paginya, Beliau memanggil Ananda,
dan berkata untuk memberitahukan kepada Para Bhikkhu
di delapan belas Vihara yang berada di sekitar Rajagaha untuk menyertaiNya masuk ke kota.
Bhikkhu Ananda melaksanakan apa yang diminta oleh Sang Guru,
dan semua Bhikkhu berkumpul di Vihara Veluvana.
Sang Buddha dengan disertai oleh semua Murid-muridNya, berjalan memasuki Rajagaha.
Penjaga gajah itu bekerja sesuai dengan instruksi Devadatta
dan banyak orang berkerumun di sekitar jalan raya.
* * *
Para pengikut Sang Buddha berpikir :
"Hari ini mungkin akan terjadi pertempuran antara Sang Guru Agung dan gajah liar itu.
Kami akan menyaksikan kekalahan gajah Nalagiri dari Sang Buddha yang tiada bandingannya."
Penduduk lalu menaiki atap-atap rumah, gudang-gudang yang ada di sekitar jalan raya itu.
Tetapi ada pula Pertapa lain yang berpikir :
"Nalagiri adalah gajah yang amat galak, binatang liar
dan tidak mengetahui kebaikan dan cinta kasih yang besar dari seorang Buddha.
Hari ini ia akan menghancurkan tubuh Bhikkhu Gotama dan Beliau akan meninggal.
Hari ini kami akan melihat apa yang terjadi denganNya."
Para pertapa lalu berdiri di atas sebuah gudang dan di tempat-tempat yang tinggi.
Gajah Nalagiri melihat Yang Maha Sempurna berjalan menghampirinya,
penduduk yang ada di sana amat ngeri melihat gajah tersebut.
Gajah yang amat kesakitan itu berlari dengan liarnya,
ia menghancurkan pagar rumah-rumah dan mengangkat belalainya tinggi-tinggi,
serta menginjak-injak kereta menjadi hancur berantakan.
Dengan kuping dan ekornya yang terangkat,
ia berlari dengan kencangnya seperti gunung yang tinggi menghampiri Yang Maha Sempurna.
* * *
Para Bhikkhu yang melihat gajah Nalagiri berlari mendatangi Sang Buddha,
memberitahu Sang Guru Agung :
"Yang Mulia, gajah Nalagiri berlari di sepanjang jalan ini,
ia adalah binatang yang amat galak dan liar, ia pembunuh manusia.
Kami mohon Yang Mulia balik kembali."
"O....Para Bhikkhu datanglah ke sini, jangan takut;
tidak ada satu mahluk pun yang dapat menghancurkan Sang Tathagata dengan suatu serangan.
Tathagata mencapai Parinibbana bukan karena suatu serangan."
Para Bhikkhu, tetap memperingatkan Sang Guru sampai tiga kali.
* * *
Yang Mulia Sariputta lalu meminta Sang Buddha dengan berkata :
"Yang Mulia, apabila ada satu persembahan yang harus diberikan kepada seorang Ayah,
maka beban itu terletak pada Anak sulungnya. Saya akan mengalahkan binatang ini."
Sang Buddha lalu berkata :
"Sariputta, kekuatan seorang Buddha adalah satu hal dan Pengikutnya adalah hal yang lain."
Beliau menolak tawaran itu, dan berkata :
"Sariputta, tetaplah tinggal di sini."
* * *
Para Bhikkhu lainnya juga meminta ijin untuk mengalahkan gajah liar itu,
tetapi Sang Guru menolak permintaan mereka.
Kemudian Yang Mulia Ananda,
pembantu Sang Buddha yang mempunyai pengaruh besar terhadap Sang Buddha,
tidak mampu bersikap diam dalam menghadapi masalah ini, ia lalu berteriak :
"Biarkan gajah itu membunuh saya terlebih dahulu."
Yang Mulia Ananda berdiri di depan Sang Buddha,
siap untuk mengorbankan hidupnya untuk Sang Tathagata.
Tetapi Sang Buddha berkata kepadanya :
"Bergeserlah Ananda, jangan berdiri di hadapanKu."
Yang Mulia Ananda berkata :
"Yang Mulia, gajah ini amat galak dan liar, ia dapat membunuh orang,
seperti nyala api pada permulaan suatu lingkaran.
Biarkanlah ia membunuh saya terlebih dahulu
dan sesudah itu ia baru dapat menghampiri Yang Mulia."
Yang Mulia Ananda memohon tiga kali, dan Beliau tetap berdiri di depan Sang Tathagata,
Beliau tidak mau mundur.
Kemudian Sang Buddha dengan kekuatan kesaktianNya
membuat Yang Mulia Ananda berada di belakang Beliau
dan menempatkanNya di tengah-tengah Para Bhikkhu yang tengah berkerumun.
* * *
Pada waktu itu ada seorang Ibu, terlihat oleh pandangan gajah Nalagiri, Ibu itu amat ketakutan,
ia ingin berlari karena ketakutan, tetapi Anaknya terjatuh
ketika ia ingin menggendong Anak itu di pinggangnya.
Posisinya berada di antara Sang Tathagata dan gajah Nalagiri, Ibu itu berusaha berlari.
Gajah itu mengejar Ibu tersebut, ibu tersebut terpaku berdiri di tempatnya
dengan amat ketakutan bersama Anaknya yang menjerit sekeras-kerasnya.
Hati Sang Buddha bergetar, dengan penuh cinta kasih yang terpancar dengan kuatnya
(odissakametta) dan dengan suaraNya yang penuh kelembutan seperti suara Dewa Brahma,
memanggil Nalagiri :
"Ho..! Nalagiri...!
Siapa yang mebuatmu menjadi gila dengan enam belas guci minuman keras,
kamu tidak diperintahkan untuk menyerang orang lain, tetapi diarahkan untuk menyerangKu.
Jangan keluarkan kekuatanmu dengan merusak tanpa tujuan, datanglah kepadaku."
* * *
Mendengar suara Sang Buddha,
Nalagiri membuka matanya dan melihat tubuh Sang Buddha yang bersinar terang.
Ia menjadi gelisah dan dengan kekuatan cinta kasih Sang Buddha yang amat besar,
maka pengaruh minuman keras yang amat kuat itu hilang.
Dengan menurunkan belalainya dan mengoyang-goyangkan kupingnya
ia mendatangi dan berlutut di kaki Sang Tathagata. Kemudian Sang Tathagata berkata :
"Nalagiri, kamu adalah gajah jahat, Aku adalah Gajah Buddha,
tidak jahat dan liar, tidak membunuh manusia, tetap mengembangkan cinta kasih."
Sambil berkata demikian Sang Tathagata lalu mengulurkan tangan kananNya
dan mengelus-elus kepala gajah itu dan mengajarkan Dhamma kepadanya dengan bersabda :
"Jangan menyerang Sang Buddha, O, gajah..!
Dengan pikiran akan melukaiNya, akan membuatmu menderita.
Pembunuh seorang Buddha tidak akan memperoleh alam kehidupan yang baik
setelah kematiannya."
"Bebaskanlah dirimu dari mabuk-mabukkan dan melakukan perbuatan bodoh.
Karena orang yang bodoh tidak akan dapat pergi ke alam yang baik.
Kamu harus melakukan perbuatan baik
sehingga kamu dapat menuju ke Alam Bahagia."
* * *
Seluruh badan gajah itu bergetar karena diliputi oleh kebahagiaan yang amat besar,
dan ia sekarang bukan hanya binatang berkaki empat biasa lagi,
tetapi ia telah mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna).
Penduduk yang melihat keajaiban ini berseru dengan gembira dan bertepuk tangan dengan riang.
Dengan penuh kebahagiaan, mereka menutupi badan gajah itu dengan hiasan-hiasan.
Kemudian Nalagiri terkenal dengan nama Dhanapalaka ( pemilik kekayaan )
dan ia menjadi amat jinak dan tidak menyakiti siapa pun.
Setelah Sang Buddha memperlihatkan keajaiban ini,
Beliau berpikir adalah tidak patut untuk mencari dana di tempat yang sama.
Sesudah mengalahkan Para Pertapa tersebut, dengan diiringi oleh murid-muridNya,
Beliau melangkah menuju ke kota
seperti orang yang telah memenangkan suatu pertempuran dan pulang kembali ke Vihara Jetavana.
Para penduduk menuju Vihara Jetavana,
berdana makanan berupa nasi, minuman dan makanan enak lainnya kepada Sang Guru Agung berserta murid-muridNya.
Penduduk kota itu telah menanam kebajikan yang besar sekali.
Sumber :
* Sang Buddha Pelindungku IV
* website Buddhis Samaggi Phala,
http://www.samaggi-phala.or.id/