Ia mempunyai dua orang Murid yang selalu melayaninya.
Salah seorang Muridnya amat setia dan selalu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Tetapi Murid yang satunya, selalu lalai dan malas dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Ia selalu mengambil keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh Temannya,
dengan mengakui pekerjaan Temannya sebagai pekerjaannya sendiri.
* * * * *
Contohnya, apabila Temannya telah menyediakan air untuk mencuci muka
dan menyiapkan tusuk gigi, kalau ia tahu,
Murid yang tidak setia ini akan melaporkan kepada Gurunya, dengan berkata :
"Yang Mulia, air untuk mencuci muka sudah tersedia, dan ini tusuk giginya.
Silahkan mencuci muka"
Apabila waktunya untuk mandi tiba, ia juga akan melakukan taktik yang sama.
* * *
Murid yang setia, melihat tingkah laku Temannya yang mencari keuntungan
untuk dirinya sendiri, lalu berpikir :
"Temanku ini selalu melalaikan pekerjaannya dan selalu mencari keuntungan
dari apa yang saya kerjakan. Baiklah, saya akan memperhatikannya".
* * *
Ketika Murid yang malas ini tertidur sesudah makan siang,
ia lalu memanaskan air untuk mandi,
dan menuangkannya ke dalam tempayan air di ruang belakang.
Ia hanya menyisakan sedikit air dalam ketel.
Sore harinya ketika Murid yang malas ini bangun,
ia melihat air di dalam ketel itu sudah panas, ia pikir :
"Pasti teman saya ini sudah memanaskan air dan menaruhnya di kamar mandi".
Jadi ia cepat-cepat menghadap Gurunya, sambil berlutut ia berkata :
"Yang Mulia, air untuk mandi sudah tersedia di kamar mandi, silahkan mandi".
Setelah berkata demikian, ia mengiringi Gurunya ke kamar mandi.
* * *
Tetapi Yang Mulia Kassapa melihat air mandinya tidak ada, ia bertanya :
"Muridku, dimana air mandinya ?".
Si murid lalu pergi ke dapur, dan ia melihat air yang ada di dalam ketel itu hampir kosong.
"Lihat apa yang dilakukan olehnya!", ia amat marah.
"Ia dengan sengaja mengisi ketel itu dengan sedikit air, dan menaruhnya di atas tungku,
kemudian ia pergi, kemanakah dia ?
Saya pikir air mandinya sudah penuh,
sehingga saya katakan kepada Yang Mulia, air mandi sudah tersedia".
* * *
Dengan rasa marah ia mengambil kendi dan menuju ke sungai.
Ketika si murid yang malas itu kembali dan menuangkan air ke bak mandi,
Yang Mulia Kassapa berpikir :
"Saya kira anak muda itu telah memanaskan air untuk saya,
ketika ia datang dan mengatakan airnya sudah siap di kamar mandi, silahkan mandi.
Tetapi sekarang, dengan penuh kejengkelan,
ia mengambil kendi dan mengisinya di sungai. Apa artinya ini ?".
Sesudah mempertimbangkan beberapa hal, Yang Mulia Kassapa sampai pada suatu kesimpulan,
"Selama ini anak muda ini selalu melalaikan tugas-tugasnya,
dan mengambil keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh Temannya".
* * *
Pada waktu murid yang malas itu kembali dan duduk,
Yang Mulia Kassapa menegurnya dengan berkata :
"Muridku, seorang Bhikkhu seharusnya tidak mengatakan
bahwa saya telah melakukan suatu pekerjaan, kalau ia tidak betul-betul mengerjakannya.
Contohnya, kamu baru saja datang pada saya dan berkata,
"Yang Mulia, air sudah tersedia di kamar mandi, silahkan mandi",
tetapi ketika saya masuk ke kamar mandi airnya tidak ada,
dan dengan penuh kejengkelan kamu mengambil kendi dan pergi ke luar.
Seseorang yang sudah menjadi Bhikkhu seharusnya tidak melakukan hal itu".
Murid itu amat tersinggung, ia lalu berkata sendiri :
"Lihat apa Yang Mulia perbuat!
Mengapa ia berkata begitu hanya karena air mandinya sedikit".
* * *
Hari-hari berikutnya ia menolak untuk berkumpul dengan Para Bhikkhu lain,
untuk duduk bersama Gurunya dalam suatu ruangan.
Suatu ketika ia pergi mengunjungi rumah Pengikut Yang Mulia Kassapa.
Umat itu bertanya :
"Yang Mulia, dimanakah Guru Anda ?".
"Oh, Yang Mulia Kassapa sedang tidak sehat, jadi Beliau berdiam di Vihara".
"Bagaimana keadaan Beliau sekarang ?".
"Berikanlah makanan untuknya, supaya Beliau sehat kembali",
kata murid itu seolah-olah Gurunya memintanya untuk berbuat demikian.
Dengan segera beberapa Umat membuatkan makanan seperti yang diminta,
dan memberikan pada si Murid untuk disampaikan kepada Yang Mulia Kassapa.
Si Murid itu lalu mengambil makanan itu,
tetapi dimakannya sendiri dalam perjalanan pulang menuju Vihara.
* * *
Suatu ketika, Yang Mulia Kassapa menerima jubah dari Para Pengikutnya.
Jubah itu ukurannya amat besar,
Beliau menghadiahkan jubah itu kepada Murid yang menyertainya,
ia lalu mencelup jubah itu
dan mengubahnya menjadi jubah yang ukurannya sesuai dengan tubuhnya.
* * *
Beberapa hari kemudian Yang Mulia Kassapa mengunjungi rumah Umat-umatnya.
"Yang Mulia", kata mereka,
"Muridmu mengatakan pada kami, bahwa Yang Mulia tidak sehat
dan segera kami buatkan makanan seperti yang diusulkannya,
dan mengirimkan kepada Yang Mulia.
Ternyata sesudah makan makanan itu, Yang Mulia sehat kembali".
Mendengar hal itu Yang Mulia Kassapa hanya diam saja.
Malam harinya, Murid yang tidak setia itu datang. Setelah menghormat, ia pun duduk.
* * *
Yang Mulia Kassapa lalu berkata :
"Muridku, saya mendapat informasi tentang hal yang telah kamu lakukan beberapa hari yang lalu.
Bukanlah tingkah laku yang baik bagi Orang yang telah meninggalkan keduniawian.
Kamu seharusnya tidak boleh makan makanan yang kamu peroleh
dengan memberikan penjelasan yang keliru pada orang lain".
Si murid yang tidak setia itu amat marah.
Ia pun menyusun rencana untuk membalas dendam pada Gurunya.
* * *
Ia berkata sendiri :
"Beberapa hari yang lalu, hanya karena air mandinya sedikit, ia katakan saya ini pembohong.
Hari ini, hanya karena saya makan makanan dari umatnya yang diberikan kepada saya,
ia katakan
'seharusnya kamu tidak makan makanan yang kamu peroleh
dengan memberikan penjelasan yang keliru pada orang lain'.
Disamping itu, Beliau memberikan satu set jubah kepada Muridnya yang lain.
Oh, Yang Mulia telah memperlakukan saya dengan amat buruk!
Saya akan mencari jalan untuk menghancurkanNya!".
* * *
Keesokkan paginya, ketika Yang Mulia Kassapa pergi ke Desa ber-pindapatta,
Murid yang tidak setia itu tinggal sendirian di Vihara.
Ia mengambil tongkat, menghancurkan semua perabotan yang ada,
yang biasa digunakan untuk makan dan minum,
lalu membakar pondok tempat tinggal Gurunya.
Barang yang tidak habis terbakar, dihancurkannya dengan palu.
Lalu ia pun melarikan diri.
Ketika mati, ia terlahir kembali di neraka yang paling dalam, yaitu Neraka Avici,
karena menerima semua akibat perbuatan buruk yang telah dilakukannya.
Sumber :
* Sang Buddha Pelindungku II
* website Buddhis Samaggi Phala,
http://www.samaggi-phala.or.id/