Cari Blog Ini

23 Desember 2010

Bhikkhu dan Makhluk Halus Penghuni Hutan

"Bhikkhu, ketika kamu pergi ke hutan itu untuk pertama kalinya,
kamu tidak membawa "senjata".
Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila kamu kembali ke sana".


Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta :


Inilah yang harus dilaksanakan
oleh mereka-mereka yang tekun dalam Kebaikan.
Dan telah mencapai ketenangan bathin.
Ia harus pandai, jujur, sangat jujur.
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.

* * * * *


Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi bersama dengan Murid-muridnya,
Sang Buddha memerintahkan kelima ratus orang Muridnya
untuk berlatih diri, bermeditasi di hutan untuk mencapai tingkat kesucian.

Kelima ratus orang Bhikkhu itu lalu pergi menuju ke suatu desa yang cukup besar.
Penduduk desa yang ketika mengetahui Murid-murid Sang Buddha
mendatangi Desa mereka,
segera menyambutnya dengan menyiapkan tempat untuk beristirahat,
dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya.

Mereka lalu bertanya:

"Kemanakah Bhante akan pergi ?".

Para Bhikkhu itu menjawab:

"Kami akan pergi ke suatu tempat yang nyaman".


* * * 


Penduduk desa itu menyarankan :

"Bhante, tinggallah di hutan di dekat Desa kami ini selama tiga bulan,
sehingga kami dapat mempelajari Dhamma dibawah bimbingan-mu".

Para Bhikkhu menyetujuinya, dan para penduduk berkata lagi :

"Bhante, di dekat Desa kami ada hutan kecil, Bhante dapat tinggal di sana".

* * * 



Kelima ratus orang Bhikkhu itu lalu pergi menuju hutan 
yang ditunjukkan penduduk Desa.
Di dalam hutan itu banyak terdapat makhluk halus penghuni hutan,
mereka mengetahui kedatangan Para Bhikkhu,

"Sekumpulan Bhikkhu akan datang ke hutan ini,
apabila Para Bhikkhu itu tinggal di sini,
pasti tidak enak lagi kita berdiam di sini bersama Anak dan Istri".

Mereka turun dari pohon dan duduk di bawah, mereka berpikir lagi :

"Kalau Bhikkhu-bhikkhu itu tinggal di sini hanya satu malam,
besok mereka pasti pergi dari hutan ini".

* * * 


Mereka lalu duduk diam di bawah pohon.
Tetapi keesokkan harinya setelah Para Bhikkhu ber-pindapata ke Desa di dekat hutan itu
dan makan hasil pindapata-nya, ternyata mereka kembali ke hutan itu.

Para makhluk halus penghuni hutan itu berpikir :

"Besok, kalau ada yang mengundang mereka, mereka pasti pergi dari sini.
Kalau hari ini mereka tidak jadi pergi, besok mereka pasti pergi".

* * * 


Setelah berpikir demikian, mereka duduk kembali di bawah pohon sepanjang malam.
Makhluk halus penghuni hutan ragu-ragu,
apakah Para Bhikkhu itu akan segera pergi dari tempat tinggal mereka,
lalu berpikir kembali :

"Apabila Para Bhikkhu ini tinggal di sini selama tiga bulan,
pasti tidak enak lagi tinggal di sini, lagipula kita sudah lelah
sekali duduk di bawah.
Bagaimana yah, caranya supaya Para Bhikkhu ini pergi dari sini ?".

* * * 


Karena merasa terganggu akhirnya makhluk halus penghuni hutan itu
mengganggu Para Bhikkhu supaya mereka pergi dari tempat tinggal mereka.
Siang dan malam hari Para Bhikkhu itu diganggu,
ada yang melihat kepala-kepala beterbangan,
ada pula yang melihat badan tanpa ada kepalanya berjalan-jalan,
lalu terdengar suara-suara yang menyeramkan.

Pada waktu yang bersamaan,
Para Bhikkhu itu banyak yang menderita bermacam-macam penyakit,
ada yang sakit batuk, pilek atau sakit-sakit lainnya. Mereka lalu saling bertanya :

"Saudaraku, kamu sakit apa ?".

"Saya sakit pilek".

"Saya batuk-batuk".

"Saudaraku, hari ini saya melihat banyak kepala beterbangan".

"Saudaraku, di malam hari saya melihat badan tanpa kepala berjalan-jalan".

"Saya mendengar suara-suara yang menyeramkan".

"Saudaraku, kita harus meninggalkan tempat ini,
tempat ini tidak cocok untuk kita. Mari kita menemui Guru kita, Sang Buddha".

* * * 


Mereka meninggalkan hutan itu dan menemui Sang Buddha,
setelah memberikan hormatnya dengan ber-namaskara,
mereka lalu duduk dan menceritakan mengapa mereka kembali,
Sang Buddha lalu berkata :

"Bhikkhu, mengapa kalian tidak dapat tinggal di hutan itu ?".

Para Bhikkhu menjawab:

"Yang Mulia, kami tidak dapat lagi tinggal di sana,
tempat itu amat menyeramkan, banyak hal menakutkan yang kami lihat dan alami.
Tempat itu tidak nyaman untuk kami,
jadi kami memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali menemui Yang Mulia".

"Bhikkhu, kamu harus kembali ke tempat itu".

"Maaf Yang Mulia, kami tidak mau kembali ke sana".

* * * 


"Bhikkhu, ketika kamu pergi ke hutan itu untuk pertama kalinya,
kamu tidak membawa "senjata".
Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila kamu kembali ke sana".

"Senjata apakah itu Yang Mulia ?"

Sang Buddha lalu menjawab,

"Aku akan memberikan senjata yang dapat kamu bawa kemana pun kamu pergi".

* * * 


Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta :


Inilah yang harus dilaksanakan

oleh mereka-mereka yang tekun dalam Kebaikan.
Dan telah mencapai ketenangan bathin.
Ia harus pandai, jujur, sangat jujur.
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.

Merasa puas, mudah dirawat 
Tiada sibuk, sederhana hidupnya 
Tenang indrianya, selalu waspada 
Tahu malu, tidak melekat pada Keluarga

Tak berbuat kesalahan walaupun kecil 
yang dapat dicela oleh Para Bijaksana. 
Hendaklah ia selalu berpikir: 
"Semoga semua makhluk sejahtera dan damai,
semoga semua makhluk berbahagia"

Makhluk apapun juga 
Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali 
Yang panjang atau yang besar 
yang sedang, pendek, kurus atau gemuk

Yang terlihat atau tidak terlihat 
Yang jauh maupun yang dekat 
Yang telah terlahir atau yang akan dilahirkan 
Semoga semuanya berbahagia

Jangan menipu orang lain 
Atau menghina siapa saja, 
Janganlah karena marah dan benci 
Mengharapkan orang lain mendapat celaka

Bagaikan seorang Ibu mempertaruhkan nyawanya 
Untuk melindungi Anaknya yang tunggal 
Demikianlah terhadap semua makhluk 
Dipancarkannya pikiran kasih sayang tanpa batas

Hendaknya pikiran kasih sayang 
Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam, 
ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling 
Tanpa rintangan, tanpa benci, atau permusuhan

Sewaktu berdiri, berjalan, atau duduk 
Atau berbaring sesaat sebelum tidur
Ia tekun mengembangkan kesadaran ini
Yang dinamakan "Kediaman Brahma"

Tidak berpegang pada pandangan yang salah 
Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan,
Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria
Maka ia tak akan lahir lagi dalam rahim manapun juga

* * * 



Selesainya Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya Metta Sutta, Sang Buddha berkata :

"Bhikkhu, bacakanlah Karaniya Metta Sutta ini,

ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan,
dan ketika hendak memasuki tempat meditasi".




Setelah berkata demikian, Sang Buddha melepaskan Para Bhikkhu kembali ke hutan.
Para Bhikkhu menghormat Sang Buddha dan kembali ke hutan dengan
membawa "senjata" yang telah Sang Buddha ajarkan.
Dengan membacakan Karaniya Metta Sutta bersama-sama,
mereka masuk ke dalam hutan.

Makhluk halus penghuni hutan mendengar Karaniya Metta Sutta,
yang menggambarkan cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk.
Sesudahnya mereka amat senang dan merasa bersahabat dengan Para Bhikkhu.

Kemudian mereka mendatangi Para Bhikkhu dan minta ijin 
agar diperbolehkan membawakan mangkok-mangkok dan jubah-jubah.

* * *


Mereka membersihkan tangan dan kaki Para Bhikkhu,
lalu menempatkan penjagaan yang kuat di sekelilingnya.
Mereka duduk bersama-sama Para Bhikkhu, berjaga-jaga.
Suara-suara dan bayangan-bayangan menakutkan tidak ada lagi,
Para Bhikkhu menjadi tenang dan nyaman.

Mereka segera duduk bermeditasi, melatih diri pada siang dan malam hari,
untuk mendapatkan Pandangan Terang.
Dengan pikiran yang terpusat dan terkendali mereka merenungkan kematian,
tentang tubuh yang mudah rusak dan membusuk, lalu mereka menarik kesimpulan,

"Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".

Mereka lalu mengembangkan Pandangan terang.

* * * 


Sang Buddha yang sedang bermeditasi mengetahui bahwa 
murid-muridnya mulai mengembangkan Pandangan Terang, 
lalu ia berbicara kepada mereka :

"Demikianlah Bhikkhu. Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".


Sambil berkata demikian,
Sang Buddha mengirimkan bayangan dirinya 
yang dapat terlihat dengan jelas oleh Murid-muridnya.

Meskipun Sang Buddha berada amat jauh,
tetapi Para Bhikkhu dapat melihat Sang Buddha dalam bentuk yang nyata,
dengan memancarkan sinar yang amat terang, Sang Buddha mengucapkan syair :


"Dengan menyadari bahwa tubuh ini rapuh bagaikan tempayan,
maka hendaknya seseorang memperkokoh pikirannya 
bagaikan benteng kota dan menyerang mara dengan senjata kebijaksanaan"


( Dhammapada, Citta Vagga no. 8 )


Ia harus menjaga apa yang telah ditaklukkannya
dan tidak melekat pada apapun juga.



Sumber :
Sang Buddha Pelindungku I
website Buddhis Samaggi Phala
http://www.samaggi-phala.or.id