Cari Blog Ini

08 April 2011

Musafir dan Penyamun

Dalam kelahirannya Beliau (Buddha) pernah juga terlahir sebagai
seorang musafir yang sangat baik hatinya, juga rela berkorban demi orang lain.
Sungguh suatu tekad Boddhicitta yang sangat dalam.

Tersebutlah seorang Musafir muda yang sangat baik hatinya,
dia selalu mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya.
Setiap kali berjumpa dengan pengemis atau orang yang membutuhkan
ia selalu memberikan bantuan baik berupa uang ataupun makanan.


Raja penyamun terharu dengan pengorbanannya,
demi orang yang tidak dikenalnya ia rela mengorbankan nyawanya, kehidupannya,
dan dengan segera mereka bersujud dan beranjali di hadapan si musafir yang sangat mulia itu.

* * * * *


Nan jauh di tempat lain, terdapat pula segerombolan penyamun
yang terkenal sangat ditakuti oleh semua penduduk.
Para penyamun ini tak segan untuk membunuh korban-korbannya.
Namun tak hanya itu saja, para penyamun yang berjumlah ratusan orang itu
juga suka memperjualbelikan manusia untuk dijadikan budak.

* * *


Kali ini sebuah desa yang menjadi keganasan para penyamun itu.
Mereka membakar rumah, merampok harta benda para penduduk,
bahkan tak segan-segannya membunuh para pemuda desa yang melawan.

"Ambil hartanya, juga kumpulkan sandera, yang melawan bunuh di tempat!"
teriak kepala penyamun tersebut yang memiliki muka yang sangat bengis.

Anak buahnya yang berjumlah ratusan itu segera melaksanakan perintah dari ketuanya,
dengan serentak melakukan segala macam tindak kejahatan.
Sementara itu ketua penyamun itu hanya berdiri diatas kuda
sambil tertawa terbahak-bahak, melihat kepatuhan anak buahnya itu.

* * *


Dari aksi para penyamun itu berhasil dikumpulkan harta yang berlimpah
berkarung-karung, juga puluhan pria, wanita dan anak-anak yang disandera
untuk dijadikan tawanan.
Mereka diikat dengan tali pada tangannya,
disuruh berbaris dan berjalan mengiringi para penyamun itu.
Mereka harus melintasi gurun pasir yang tandus dan panas
dengan teriknya matahari yang bisa membakar kulit.

* * *


Di tengah perjalanan tersebut, musafir muda melihat dari kejauhan
iring-iringan orang yang tampak terikat dan dikawal
oleh ratusan orang yang memegang senjata.
Dengan segera dia mendekati rombongan-rombongan itu.
Menghadang dan menanyakan ada apakah gerangan.

"Siapa kamu berani menghadang jalan kami ?" tanya ketua penyamun dengan dengan galaknya.

"Ada apakah ini ?
Kenapa orang-orang itu terikat tangannya ?" tanya musafir itu.

"Kau memiliki nyali yang besar !
Orang-orang ini adalah tawananku dan segera akan kujual sebagai budak,
kau juga akan kutangkap dan ku jual!"

* * *


Segera para anak buah penyamun itu mengikat si musafir.
Akhirnya iring-iringan itu sampai di sebuah goa
yang merupakan sarang dari penyamun tersebut.

Dalamnya sangat gelap, tetapi begitu dinyalakan dengan obor yang ada di dinding batu,
goa itu menjadi terang benderang, bukan hanya oleh cahaya api
melainkan dengan cahaya harta dan emas yang tertumpuk di sana.
Si musafir ketika berada di dalam goa itu segera memutar otaknya
demi menyelamatkan para penduduk desa yang ditawan.

* * *


"Wahai Penyamun...
Aku adalah orang yang paling kuat dalam segala hal jika dibandingkan dengan kalian !"
teriak si musafir dengan nada sedikit mengejek.

"Oh ya... buktikanlah ucapanmu... lepaskan dia !" perintah ketua penyamun.

Dengan segera dilepaskan ikatan tangan si musafir itu. Lalu si musafir segera berkata lagi,

"Kita adu kekuatan bernafas dalam air, aku yakin aku akan memenangkannya !"

"Lalu apa hukumanmu jika kau kalah ?" kata ketua penyamun penasaran.

"Anda boleh membunuh saya, tetapi jika saya memenangkannya,
saya akan meminta hadiah!"

"Apa hadiah yang kau inginkan ?"

"Saya akan bertanding dengan kalian semua, jika saya menang melawan satu orang,
bebaskanlah satu orang tawanan anda !" pinta si musafir.

* * *


Mendengar hal itu, semua penyamun tertawa terbahak-bahak menertawakan orang itu.
Mana mungkin bisa menang menahan nafas di air melawan seratus anak buahnya.

"Siapkan dua gentong berisi air, kita akan lihat seberapa tahan dia !"
kata raja penyamun tersebut.

Lalu gentong air pun air pun disiapkan.
Si musafir memasuki gentong pertama,
satu anak buah penyamun itu memasuki gentong yang lain.

"Anda harus bersikap adil dalam pertandingan ini, apakah Anda pegang kata-kata Anda ?"
tanya lagi si musafir sebelum masuk ke dalam air.

"Saya akan bebaskan satu tawanan jika kau bisa mengalahkannya,
jika saya mengingkarinya, biarlah petir menyambar saya!"

Mendengar hal itu si musafir merasa sedikit tenang.

"Baiklah, mari kita mulai!"

* * *



Lalu kedua orang itu bersamaan turun ke dalam gentong yang berisi air penuh.
Sementara di luar, semua orang bergemuruh.
Ada yang mengelu-elukan ada juga yang menjadikan hal itu sebagai taruhan.
Tak berapa lama anak buah si penyamun yang pertama kali keluar dari gentong itu
dengan muka pucat pasi, tidak kuat menahan nafas dalam air.
Lalu segera disusul oleh si musafir yang memenangkan lomba itu.

Segera 1 tawanan dibebaskan, namun si raja penyamun penasaran dengan orang itu,
maka dirinya sendiri maju melawan si musafir tersebut.

"Aku akan melawan kalian semua, tapi ingat jika kalian menyerah,
1 persatu tawanan harap dilepaskan, kalian boleh wajah kalian saja yang dicelupkan ke air,
tapi aku akan berendam terus dalam air!"

"Lekas mulai, aku takkan mengingkari janjiku.
Anak-anak, lepaskan satu orang jika aku kalah, juga jika kalian kalah!"

* * *


Lomba pun dimulai, agak lama juga tampaknya ketua penyamun itu sudah tidak kuat
dan muncul ke permukaan, sementara si musafir hanya tangannya saja yang keluar
dengan jempol terangkat.

Satu persatu tawanan dibebaskan, para penyamun itu tak habis pikir
bagaimana bisa si musafir telah mengalahkan hampir 60 orang,
mereka pun merasa kagum dengan kekuatan si musafir.

* * *


Para tawanan mengucapkan terima kasih dan segera meninggalkan tempat itu.
Tanpa terasa semua penyamun itu kalah,
sementara si musafir masih terbenam dalam air.
Merasa ada kejanggalan, raja penyamun segera memecahkan gentong tersebut,
namun ternyata si musafir telah kaku menjadi mayat.

Raja penyamun terharu dengan pengorbanannya,
demi orang yang tidak dikenalnya ia rela mengorbankan nyawanya, kehidupannya,
dan dengan segera mereka bersujud dan beranjali di hadapan si musafir yang sangat mulia itu.

* * *


Sebelum menjadi seorang Buddha,
sedemikian besar pengorbanan-pengorbanan beliau demi orang lain,
demi semua makhluk tanpa terkecuali,
namun hal itu dilakukan dengan kebijaksanaan bukan dengan kesengajaan semata.

Kembangkan Boddhicitta kelak kita akan bahagia di dunia ini
maupun di dunia selanjutnya, Buddha mengajarkan kasih yang disertai kebijaksanaan.



Sumber:
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/sinar-padumuttara/Sinar%20Padumuttara%2005%20-%20April%202009.pdf
* Majalah Sinar Padumuttara Edisi 005 | April - Mei 2009
Cerita Jataka, Halaman 73