Cari Blog Ini

04 Maret 2012

Takdir Tidak Berlaku Selamanya - Membina Diri Akan Merubahnya

Saya merubah keseluruhan cara hidup saya.
Pada masa lalu, saya sama sekali tidak disiplin, pemikiran saya tidak terkendali,
tetapi mulai saat itu saya memperhatikan semua yang saya pikir dan ucapkan,
sekalipun saat saya sedang sendirian dalam kegelapan.
Saat orang memaki dan menfitnah saya, saya tidak marah dan mengabaikannya.

Tahun selanjutnya, saya mengikuti ujian pemerintahan pendahuluan;
Tuan Kong meramalkan bahwa saya pada posisi pertama,
Ramalan Tuan Kong mulai kehilangan ketepatannya,
dan selanjutnya saya lulus pada ujian pemerintahan pada musim gugur tersebut,
yang tidak pernah diperkirakan dalam ramalan.

Saat saya berinstrospeksi, saya menyadari
bahwa cara hidup saya belum juga sepenuhnya memuaskan.
Misalnya, saya berbuat baik saya tidak melakukannya dengan total,
saat menolong orang saya masih dihinggapi keraguan,
atau walaupun melakukan kebaikan tetapi saya tidak selalu mengatakan yang benar.
Saya dapat mengendalikan diri sepenuhnya saat sadar
tetapi menjadi hilang kendali karena mabuk.
Kebaikan dan keburukan selalu saling meniadakan.
Menyadari hal ini, saya merubahnya.

Sejak waktu membuat ikrar,
saya menyelesaikan ke-tiga ribu kebaikan saya dalam sepuluh tahun.
Sesudahnya, saya pulang ke rumah saya yang lama
dan pergi ke biara untuk bersembahyang
dan mempersembahkan pahala yang sudah saya perbuat.

Kemudian saya melakukan permintaanku yang kedua yaitu seorang putra.
Saya juga berikrar untuk memenuhi tiga ribu kebaikan yang lain.

Pada tahun Sin-Ze, saya mendapatkan seorang putra yaitu anda, Tian-Chi.
Setiap kali melakukan kebaikan, saya mencatatnya pada sebuah buku.
Ibumu, (istri Liao Fan) yang tidak bisa membaca,
akan membuat sebuah lingkaran saat dia melakukan kebaikan.
Misalnya, kami memberi makan kepada orang miskin,
atau membantu orang lain yang dalam kesulitan,
atau melepaskan makhluk hidup.
Kadang-kadang, dia dapat mengumpulkan lebih dari sepuluh lingkaran dalam sehari.
Sehingga, hanya dalam waktu dua tahun,
kami sudah menyelesaikan tiga ribu kebaikan dan sekali lagi kami kembali ke biara
untuk bersembahyang dan mempersembahkan pahala yang sudah terkumpul.

Kemudian saya mengajukan kehendak yang lain
yaitu lulus pada ujian pemerintahan tahap selanjutnya,
dan berikrar melaksanakan sepuluh ribu kebaikan.
Sesudah tiga tahun, pada tahun 1586, saya lulus pada ujian pemerintahan
yang saya kehendaki dan diangkat menjadi mayor pada negara bagian Bao Di.

Mulai saat itu saya menyimpan buku
yang mencatat kebaikan dan kesalahan pada meja kerja saya.
Saya juga mengatakan kepada staff saya untuk membuat catatan yang sama.
Setiap sore, saya berinstropeksi dan melaporkan semua perbuatanku
kepada Yang Maha Kuasa.
Isteri saya melihat bahwa saya belum juga berbuat cukup banyak kebaikan
dan dia menjadi sangat gelisah.
Dia mengatakan saat kami tinggal di rumah, banyak kesempatannya menjadi berkurang.
Bagaimana kami mungkin memenuhi ikrar kami untuk melakukan sepuluh ribu kebaikan ?

Suatu malam, dalam mimpi saya melihat ada dewa yang datang, dan mengatakan kepada saya,

"Jika kamu mengurangi pajak untuk sawah,
maka sebuah perbuatan itu saja sudah akan berharga sepuluh ribu kebaikan".


Memang di negara bagian Bao-di, pajak untuk sawah sangat tinggi sekali.
Saya memutuskan untuk mengurangi pajak tersebut menjadi setengahnya,
tetapi tetap saja saya ragu-ragu.
Bagaimana mungkin suatu perbuatan akan bernilai sepuluh ribu kebaikan ?

Bertepatan pada saat itu ada seorang pendeta yang sedang berkelana,
dan saya bertanya kepadanya tentang kebenaran mimpi saya.
Dia berkata bahwa asalkan perbuatan baik dilakukan dengan hati yang setulusnya,
satu itu akan dihitung sebagai sepuluh ribu kebaikan.

Jika pajak dikurangi untuk seluruh negara bagian,
maka paling sedikit sepuluh ribu orang akan diuntungkan dengan pengurangan tersebut.
Tentu saja perbuatan tersebut menjadi bernilai sepuluh ribu kebaikan.
Setelah memahami penjelasannya, sebagai tanda terima kasih,
saya mendermakan gaji bulanan saya untuk dia bawa pulang
dan didermakan untuk sepuluh ribu pendeta.

Tuan Kong meramalkan bahwa saya akan meninggal pada usia lima puluh tiga tahun.
Saya tidak pernah meminta umur panjang,
tetapi ternyata saat sampai pada usia lima puluh tiga tahun,
saya tetap dalam keadaan yang baik.
Sekarang saya berusia enam puluh sembilan.

Mulai saat tersebut juga,
jika seseorang mengatakan bahwa nasib adalah di tangan Tuhan,
saya menganggapnya sebagai seorang awam yang belum betul-betul memahami kehidupan.
Jika orang tersebut mengatakan bahwa
keberuntungan adalah apa yang diciptakan dan dilaksanakan mulai dari dalam hati sendiri,
maka orang tersebut saya anggap sebagai orang yang bijaksana.


Sumber:
Buku Empat Pelajaran dari Liao Fan - Kebajikan
Kunci Untuk Merubah Nasib
Hal.16-19