"Muridku, kamu seharusnya tidak meremehkan Perbuatan Baik walau sekecil apapun;
Perbuatan Baik yang kecil akan menjadi besar,
jika kamu melakukannya sebagai kebiasaan."
"Muridku, kamu seharusnya tidak meremehkan Perbuatan Baik walau sekecil apapun;
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
Janganlah meremehkan Kebajikan walaupun kecil dengan berpikir :
"Perbuatan Bajik tidak akan membawa akibat."
Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air
yang dijatuhkan setetes demi setetes,
demikian pula Orang Bijaksana sedikit demi sedikit
memenuhi dirinya dengan Kebajikan.
( Dhammapada 9 : 122 )
* * * * *
Suatu waktu, seseorang yang berasal dari Savatthi,
setelah mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha,
sangat terkesan dan memutuskan untuk menerapkan apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
Isi khotbah itu adalah memberi dana tidak hanya dilakukan oleh diri sendiri
tetapi hendaknya juga menghimbau orang lain untuk melakukannya.
Dengan melakukan hal tersebut,
seseorang akan memperoleh banyak pahala
dan memperoleh banyak pengikut pada kehidupan yang akan datang.
Oleh karena itu orang tersebut mengundang Sang Buddha
beserta seluruh bhikkhu yang berdiam di Vihara Jetavana
untuk menerima dana makanan keesokan harinya.
Kemudian orang itu pergi ke rumah-rumah tetangganya,
dan memberitahu bahwa dana makanan (pindapatta) akan dilakukan keesokan hari
kepada Sang Buddha beserta para bhikkhu,
dan mereka dapat berperan-serta sesuai kehendak masing-masing.
Seorang kaya yang bernama Bilalapadaka melihat laki-laki tersebut
pergi berkeliling dari rumah ke rumah.
Ia tidak setuju atas kelakuannya itu dan juga merasa tidak senang.
Ia menggerutu,
"O, orang malang!
Kenapa dia tidak mengundang beberapa bhikkhu saja
sebanyak kesanggupannya sendiri memberi dana,
daripada pergi berkeliling membujuk orang lain?"
Lalu dia meminta laki-laki itu untuk membawa mangkoknya
dan dia memasukkan ke dalam mangkok tersebut
sedikit nasi, hanya sedikit mentega, sedikit tebu.
Barang tersebut dibawa secara terpisah
dan tidak dicampur dengan yang diberikan orang-orang lain.
Orang kaya tersebut tidak mengerti kenapa barang-barangnya diperlakukan secara terpisah.
Ia mengira laki-laki tersebut akan memberitahu orang lain
bahwa orang kaya seperti dirinya memberi sumbangan hanya sedikit dan membuatnya malu.
Oleh karena itu, orang kaya Bilalapadaka mengutus pelayannya untuk menyelidiki.
Penganjur berdana itu meletakkan makanan yang sedikit pemberian orang kaya tersebut
ke dalam mangkuk-mangkuk nasi, kari, dan daging manis,
agar orang kaya tersebut mendapat banyak pahala.
Pelayan orang kaya melaporkan apa yang telah dilihatnya.
Tetapi majikannya, Bilalapadaka,
tidak mengerti artinya dan tidak yakin maksud penganjur tersebut.
Walau demikian, keesokan harinya dia pergi ke tempat di mana dana makanan dilakukan.
Pada saat yang sama,
dia membawa sebilah pisau yang akan dipergunakan untuk membunuh penganjur,
apabila penganjur berdana itu mengumumkan di depan umum
betapa sedikit yang diberikan oleh orang kaya seperti dirinya.
Tetapi penganjur berdana ini berkata kepada Sang Buddha,
"Bhante, dana makanan ini merupakan gabungan dari semua,
walaupun ada yang memberi banyak atau pun sedikit tidaklah dihitung.
Tiap orang dari kami memberi dengan keyakinan dan kerendahan hati.
Jadi semoga kami semua memperoleh pahala yang sama."
Ketika mendengar kalimat tersebut,
Bilalapadaka menyadari bahwa dia telah berpikiran keliru terhadap laki-laki itu.
Ia merenungkan jika ia tidak mengakui kekeliruannya itu
dan memohon penganjur berdana itu untuk memaafkannya,
maka dia bisa terlahir di salah satu dari empat alam kehidupan rendah (apaya).
Lalu dia berkata,
"Temanku, saya telah melakukan kesalahan besar terhadapmu
dengan berpikir keliru tentang kamu, maafkanlah saya."
Sang Buddha mendengar orang kaya tersebut meminta maaf,
dan setelah bertanya, Beliau mengetahui alasannya.
Lalu Sang Buddha berkata,
"Muridku, kamu seharusnya tidak meremehkan perbuatan baik walau sekecil apapun;
perbuatan baik yang kecil akan menjadi besar,
jika kamu melakukannya sebagai kebiasaan."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Mappamaññetha puññassa “na man ta? agamissati”
Udabindunipatena udakumbho pi purati,
dhiro purati puññassa thokathokam pi acina?."
Janganlah meremehkan kebajikan walaupun kecil dengan berpikir:
"Perbuatan bajik tidak akan membawa akibat."
Bagaikan sebuah tempayan akan terisi penuh oleh air
yang dijatuhkan setetes demi setetes,
demikian pula orang bijaksana sedikit demi sedikit
memenuhi dirinya dengan kebajikan.
(Dhammapada 9 : 122)
Setelah khotbah itu berakhir, Bilalapadaka mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Sumber:
http://ceritadhammapada.blogspot.com/2010/09/kisah-bilalapadaka-dhammapada-9-122.html