Cari Blog Ini

27 Februari 2014

Satu Panah, Tiga Nyawa

Pesan :

BAKTI ANAK adalah adalah Kebajikan paling penting dan
merupakan AKAR dari semua perbuatan baik. 

* * * * * 

Shan adalah seorang pemuda yang baik hati. Orang Tua-nya buta dan sudah tua. Agar kehidupan ke-dua Orang Tua-nya lebih baik dan untuk menemukan tempat yang cocok untuk mengembangkan kehidupan spiritual-nya, Shan membangun sebuah pondok beratap jerami di gunung dan mengajak mereka tinggal di sana. Ke-tiga-nya hidup dengan tenang dan bahagia.


Setiap hari, Shan membawa pulang buah-buahan dan sayuran untuk dimakan ke-dua Orang Tua-nya. Selanjutnya, ia mengambil air dari sungai di dekat tempat tinggal mereka yang mengalir tiada henti serta menghidupi tumbuhan dan hewan yang tak terhitung banyak-nya di hutan. 

Pada suatu hari, Shan seperti biasa-nya pergi ke sungai mengambil air. Dia memanjakan mata-nya dengan memandangi pepohonan dan padang rumput yang tumbuh subur di sekeliling-nya, menghirup udara yang segar, dan mendengarkan kicauan burung yang merdu. Dia sangat mensyukuri berkah yang dihasilkan Alam. 

Setelah dia selesai mengisi kendi air dan hendak meninggalkan sungai, tiba-tiba sebuah panah melesat di udara dan menancap di dada-nya. Dalam kebingungan, dia menyaksikan darah mengucur dari dada-nya. Dia berteriak, “Siapa yang membunuh tiga Orang dengan satu panah ? ”
    
Sekelompok Orang muncul dari balik semak-semak. Sejurus kemudian, tampak seorang Raja bersama rombongan-nya, sedang berusaha membidik seekor rusa. Akan tetapi, panah meleset dan justru mengenai Shan. Sang Raja menyesali kecerobohan-nya dan bergegas menghampiri Pemuda itu dan menanyakan siapakah diri-nya gerangan.

Shan menjawab dengan pelan, “Aku ke sini untuk mengambil air. Ke-dua Orang Tua-ku buta dan membutuhkan-ku untuk merawat mereka. Jika aku mati, mereka akan mati juga !”

Mendengar hal ini, sang Raja merasa sangat menyesali keteledoran-nya. Ia berjanji akan merawat luka Pemuda tersebut dan menemui ke-dua Orang Tua-nya. “Di mana ke-dua Orang Tua-mu tinggal ?” tanya sang Raja.

Shan menceritakan pada-nya bahwa ia dan ke-dua Orang Tua-nya tinggal di sebuah pondok beratap jerami tidak jauh dari tempat itu. “Tolong, katakan pada ke-dua Orang Tua saya bahwa ini adalah kecelakaan dan sampaikan bahwa aku tidak mampu lagi meneruskan merawat mereka...” Kemudian ia pingsan.

Dengan hati yang sangat sedih, sang Raja akhir-nya menemukan pondok beratap jerami tersebut. Sebelum ia membuka pintu, ia mendengar seorang tua berteriak dari dalam, “Apakah ada Orang yang datang? Dari suara-nya, nampak-nya banyak Orang di luar…”

Sang Raja menemukan satu hal bahwa meskipun mereka buta, mereka memiliki pendengaran yang sangat bagus dan dapat bergerak dengan gesit. Ia berkata, “Saya seorang Raja dan saya datang ke sini untuk melihat kalian.”

Lelaki tua itu berkata dengan gembira, “Ini merupakan satu kehormatan ! Silahkan masuk ! Silahkan makan buah hasil petikan Anak saya. Ia sedang pergi mengambil air dan sebentar lagi akan pulang.”

Sulit bagi sang Raja untuk menceritakan kejadian tragis yang menimpa Anak mereka. Dengan pelan, ia menceritakan-nya pada ke-dua Orang Tua tersebut bahwa ia tengah berburu dan tiba-tiba tanpa disengaja panah-nya mengenai Anak laki-laki mereka. “Aku takut ia meninggal,” kata sang Raja.

Ucapan sang Raja menjadikan hati ke-dua Orang Tua tersebut hancur. Mereka memohon pada sang Raja untuk membawa mereka bertemu dengan Anak lelaki mereka. “Kalau pun ia telah meninggal, kami tetap ingin menyentuh tubuh-nya.”

Sang Raja lalu mengajak mereka menyusuri jalan kecil di tepi sungai. Lelaki tua tersebut menyentuh kepala Anak-nya sedangkan sang Wanita tua menyentuh kaki-nya. Ketika tangan mereka menyentuh anak panah, mereka meratap, “Ya, Tuhan. Anak kami saleh dan baik pada kami…Mengapa Kau mencoba-nya dengan kemalangan ? Jika Kau punya perasaan, hidupkan-lah ia kembali.” Ucapan ke-dua Orang Tua tersebut menyentuh Para Dewa di Surga. Perlahan, Shan sadar dan membuka mata-nya.

Sang Raja tercengang melihat apa yang terjadi. Dia bersumpah tak akan pernah pergi berburu lagi dan meminta kepada Rakyat di Kerajaan-nya untuk berbakti kepada Orang Tua seperti hal-nya Shan.


Pesan :

BAKTI ANAK adalah adalah Kebajikan paling penting dan
merupakan AKAR dari semua perbuatan baik. 

Jika kita ingin tetap berjalan di dalam Jalan Bodhisattva, kita harus berusaha keras menjalankan Kebajikan dasar ini. Ketika kita mendengar perbuatan baik yang dilakukan Orang lain, kita harus melakukan yang terbaik dengan berlaku bijak.

Sumber: 
http://buddhisme.wordpress.com/category/kisah-dan-cerita/