Mengisi liburan akhir tahun 2014,sore ini saya bersama kakak ipar menemani dua keponakan kami berenang di apartemen dekat rumah kami. Cuaca mendung ditemani oleh angin kencang mewarnai sore itu. Suasana kolam renang cukup ramai oleh canda tawa anak-anak. Berbagai wahana permainan seperti air pancur dan perosotan yang menyatu dengan kolam renang anak-anak, menambah seru kegiatan mereka. Setelah hampir setengah jam, gelak tawa kami sore itu tiba-tiba berubah menjadi kepanikan ketika seorang anak kecil berteriak ke arah kami, "Awas ada tikus," seraya menunjuk ke air di mana kami berada. Saya pun langsung keluar dari kolam sambil menarik keponakan saya, dan benar saja, seekor tikus hitam dewasa sedang berenang menuju tepian.
Sontak, semua anak yang berada di kolam itu menjerit dan keluar dari kolam, sambil mengintip-intip keberadaan si tikus. Salah seorang anak mencoba untuk menangkap si tikus di air dengan tangan kosong, namun gagal karena terlalu licin. Ia pun mengambil sebuah pot kosong di tepian kolam dan memasukkan tikus itu ke dalam pot. Setelah masuk ke dalam pot dan si anak keluar dari kolam, si tikus melompat keluar dari dalam pot dan masuk ke dalam kolam renang dewasa. Hal itu membuat semua pengunjung tertawa, termasuk saya.
Perjuangan si tikus belum berakhir di sana, beberapa orang mencoba menangkap lagi tikus tersebut dan akhirnya berhasil. Si tikus dilepaskan di taman dekat kolam. Saya melihat tikus yang sudah basah kuyup dan terpincang-pincang itu mencoba berlari sekuat tenaga untuk mencari tempat perlindungan.
Tiba-tiba seorang petugas penjaga kolam datang dan dengan sekuat tenaga memukul si tikus berulang-ulang menggunakan sepatu sampai akhirnya tikus itu mati. Si petugas pergi dengan memegang ekor si tikus yang menggelantung tak bernyawa.
Untuk kesekian kalinya, saya tersadar bahwa kematian bisa datang kapan pun tanpa diduga. Dan untuk kesekian kali pula, ketika melihat peristiwa seperti itu, saya hanya bisa diam. Saya tidak tega, ingin sekali berteriak "Hentikan!!!", namun saya tidak punya cukup keberanian untuk itu. Saya hanya bisa menangis dalam hati, rasanya tidak adil, tikus itu hanya tidak sengaja menjatuhkan dirinya ke dalam kolam, namun karena ketidaksengajaan itulah, manusia mengejarnya bagai buronan.
Saya membayangkan bagaimana rasanya bila saya di posisi itu, ketakutan, ingin berlari sekuat tenaga, setelah susah payah sampai di daratan, malah dipukul. Mungkin ia akan merasa dendam, benci mengapa si petugas memukulnya, benci mengapa tidak ada orang yang membelanya, benci mengapa kehidupannya tidak adil.
Saya merasa, saya hanyalah seorang manusia kecil yang terkadang merasa tak berdaya menolong makhluk di sekitarku. Seringkali, muncul perasaan bersalah dalam diriku, mengapa aku belum memiliki keberanian dalam hal seperti ini?
Salah satu ayat dalam Dhammapada (Sabda-sabda Buddha Gotama) mengatakan :
Sabbe tasanti daṇḍassa
sabbe bhāyanti maccuno
attānaṃ upamaṃ katvā
na haneyya na ghātaye
Semua takut akan hukuman
semua takut akan kematian.
Setelah membandingkan diri sendiri dengan yang lain
hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan.
[Dhammapada X : 129] - Danda Vagga (Hukuman).
Semoga suatu hari nanti, saya, Anda dan dia, ya, kita semua bisa lebih bijaksana dalam menangani hal seperti ini, karena pada dasarnya, kita semua beserta hewan seperti si tikus, merupakan mahkluk yang sama-sama menginginkan kebahagiaan dan tidak mau menderita bukan?
Sumber:
-Anadhina Nirata, Jakarta, 29 Desember 2014 22:00-