* * * Untuk melihat dalam versi web, dapat di link berikut
B.) klik disini >> BUKU ISYARAT KWAN KONG
* * *
Kwan Kong
Bodhisattva Satyakalama
Guan Sheng Di Jun ( Hokkian : Kwan Seng Tek Kun )
atau yang lebih dikenal sebagai Guan Gong (Kwan Kong)
adalah seorang Jenderal terkenal
yang hidup pada Zaman Tiga Negara (Sam Kok – 219 M).
Beliau lahir di He Dong (sekarang Jie Zhou), propinsi Shan Xi,
dan bernama asli Guan Yu
alias Guan Yin Zhang.
Kwan Kong telah mencapai kesempurnaan dengan gelar
Bodhisattva Satyakalam,
Guan Sheng Di Jun
( Kwan Seng Tek Kun).
Dalam Agama Buddha,
gelar Di Jun (Tek Kun) adalah setingkat dengan Bodhisattva.
Bodhisattva pria biasanya bergelar Di Jun.
Sedangkan Bodhisattva wanita bergelar Pho Sat.
Kwan Kong juga bergelar
Fu Mo Da Di (Bodhisattva Penakluk Mara),
Guan Fa Li Zu (Bodhisattva Penegak Hukum).
Ada umat yang bertanya:
dari mana kita tahu
bahwa Dewa Kwan Kong telah mencapai Bodhisattva ?
Perlu kita ketahui
bahwa perbedaan utama antara Bodhisattva dengan Dewa
adalah Bodhisattva bersifat Internasional (diakui seluruh dunia),
sedangkan Dewa bersifat lokal (kedaerahan).
Contoh:
Kwan Im Pho Sat yang dikenal sebagai Dewi Kwan Im, adalah Bodhisattva.
Beliau dihormati (diakui) di seluruh dunia,
bahkan orang Barat pun mengenal-nya sebagai
Goddes of Mercy.
Di mana ada Vihara atau Kelenteng,
disitu pasti ada Arca Kwan Im Pho Sat.
San Bao Da Ren (Sam Po Tai Jin) adalah Dewa,
Beliau dihormati di Indonesia khusus-nya Jawa Tengah,
Arca-nya hanya terdapat di beberapa Kelenteng saja.
Kwan Kong bersifat internasional, diakui seluruh dunia.
Arca Kwan Kong terdapat di Vihara atau Kelenteng di berbagai belahan dunia.
Bahkan Kwan Kong adalah salah satu Dewata yang dipuja
oleh ke-tiga Agama (Sam Kauw) sekaligus.
Kaum Buddhist menganggap-nya sebagai
Dewata Pelindung Kuil dan Bangunan-bangunan suci
(Salah satu dari Ke Lan Seng Ciong Pho Sat).
Kaum Taoist menghormati-nya sebagai
Malaikat Pelindung Peperangan.
Sedangkan Kaum Confusianist memuja-nya sebagai
Orang suci dan teladan dalam hal setia, peri kebenaran dan keberanian.
Sepanjang Kekaisaran Tiongkok dan pada Dinasti Qing,
Kwan Seng Tee Kun amat dipuja bersama-sama Kwan Im Hut Co.
Beliau adalah
Dewata Utama Pelindung Kerajaan.
Gambar dan arca-nya populer dengan wujud Beliau
duduk membaca Kitab Hikayat Zaman Chun Chiu
(salah satu dari lima Kitab klasik).
Bersama 4 ( empat ) Dewata Pendidikan lain-nya,
Beliau dipuja sebagai
5 ( lima ) Dewata Pendidikan (Ngo Bun Ciang).
Rakyat pada umum-nya memuja-nya sebagai
Dewata Sipil dan Militer (Bun Bu Seng Sin)
dan salah satu dari
Dewata Harta (Cay Sin).
Bersama anak angkat-nya Koan Phing,
dan Pengawal-nya Ciu Chong yang setia,
Beliau banyak dipuja baik di Kelenteng maupun di rumah-rumah.
Dalam kisah 3 ( tiga ) Negara (Sam Kok),
Kwan Kong adalah seorang Jenderal yang bernama
Guan Yi ( Kwan Yi ).
Lalu bagaimana Jendral Kwan Yi ( Kwan Kong) bisa menjadi Bodhisattva?
Seperti kita ketahui,
Bodhisattva adalah seorang pembina diri yang penuh dengan cinta kasih.
Sedangkan seorang Jendral di zaman peperangan pasti-lah banyak membunuh Orang.
Ini adalah hal yang amat kontradiktif.
Namun perlu kita ketahui
bahwa seseorang bisa menjadi Bodhisattva
bila ia memiliki suatu keperibadian luhur yang luar biasa.
Kepribadian luhur Jendral Kwan Kong yang luar biasa
adalah Kesetiaan dan Peri Kebenaran.
* * * * *
Berikut adalah intisari dan kepribadian luhur
dari sejarah hidup Kwan Kong
dalam kisah Sam Kok (kisah Tiga Negara).
1. Setia kepada Negara
Pada suatu peperangan,
Kwan Kong sendirian dikurung oleh ratusan prajurit musuh ( Chao-Chao ).
Namun Beliau tidak takut mati,
tetap tidak mau menyerah kepada kepada Chao-chao.
Malah mengajukan 3 ( tiga ) syarat:
1. takluk kepada kerajaan Han, bukan kepada Chao-chao.
2. Keluarga Lauw Pie (Istri Lauw Pie) dijamin kemanan-nya,
3. bila telah mendengar keberadaan Lauw Pie, Kwan Kong diperbolehkan bergabung kembali dengan Kakak-nya.
Chao-chao dengan sangat terpaksa menerima ke-3 ( tiga ) syarat ini
kemudian Kwan Kong tinggal di Istana Chao-chao
selama 12 ( dua belas ) tahun,
namun Beliau tetap setia kepada Dinasti Han
dengan prinsip patriotic:
menyerah kepada Han, bukan Chao.
2. Menjaga Norma Susila
Kwan Kong menjaga keselamatan ke-dua Kakak Ipar
selama 12 tahun,
ditemani lilin membaca Kitab Sastra Chun Chiu.
Tak berani meninggalkan Kakak Ipar,
karena takut mereka mendapat bahaya.
Saat ke-dua Kakak Ipar tidur,
Kwan Kong tidak tidur dan menjaga di luar kamar,
mempersiapkan golok untuk menjaga keselamatan ke-dua Kakak Ipar.
Sebenarnya Chao telah membangun Istana yang megah
untuk Kwan Kong,
namun Beliau tak mau tinggal di dalam-nya,
karena senantiasa mengkhawatirkan ke-dua Kakak Ipar-nya.
Lalu Chao dengan licik mengatur Kwan Kong
tinggal dengan ke-dua Kakak Ipar-nya
dalam satu atap yang sama,
ingin melihat Kwan Kong bisa menjaga Norma Susila.
Kalau melanggar
berarti kegagahan Kwan Kong telah lenyap di tangan Chao,
dan tidak ada muka untuk kembali kepada Lauw Pie.
Tapi taktik Chao tidak berhasil.
Selama 12 tahun Kwan Kong berhasil menjaga Norma Susila.
Manusia adalah Makhluk yang berperasaan,
Orang yang tinggal bersama selama 12 tahun
pasti ada perasaan.
Namun Kwan Kong bisa menjaga kesucian.
Sungguh luar biasa !
Hawa Ksatria membumbung tinggi ke Angkasa,
sepanjang sejarah manusia tiada orang ke-dua
(along the history there was no the second man).
3. Tidak tergiur akan kesenangan
Chao-chao melayani Kwan Kong
dengan 3 hari 1 pesta kecil,
5 hari 1 pesta besar,
dengan siasat lembut ingin menaklukkan hati Kwan Kong
agar mau mengabdi kepada-nya.
Karena Chao Chao melihat Kwan Kong
menjaga Lauw Pie selama berperang,
dengan penuh penderitaan, letih,
tiap saat terancam bahaya.
Namun Kwan Kong tetap setia kepada Lauw Pie,
hati-nya tidak tergerak dengan pesta-pesta tersebut.
4. Tidak silau akan nama dan harta
Kwan Kong dilantik sebagai
Sou Ting Hou ( Panglima Laskar Tertinggi Angkatan Perang ),
naik kuda diberi emas,
turun kuda diberi perak.
Chao Chao sangat pintar menjilat atau mengambil hati:
setiap Kwan Kong turun dari kuda
ada pengawal yang memberi sekantung perak.
Tetapi Kwan Kong tidak bergeming,
tidak serakah akan harta.
Chao merasa kesal,
apakah emas dan perak saya palsu ?
karena di otak Chao Chao,
di dunia ini,
tidak ada orang yang tidak bisa ditaklukkan dengan 4 Ta :
* harta (emas dan perak),
* tahta (kedudukan tinggi: Sou Ting Hou),
* wanita cantik
( Chao Chao mengirimkan puluhan wanita cantik
kepada Kwan Kong,
tetapi beliau tidak merasa tertarik sama sekali,
malah diserahkan untuk melayani ke-dua Kakak Ipar-nya.
Ada Pepatah Tiongkok yang mengatakan,
Ying Xiong Nan Guo Mei Ren Guan,
yang berarti seorang Pahlawan sukar melewati gerbang ujian wanita cantik.
Pepatah ini sudah banyak terbukti
di berbagai Negara dari zaman ke zaman.
Antara lain:
pada zaman Sam Kok ini
ada seorang Pahlawan lain yang sangat luar biasa hebat,
yaitu Jenderal Lu Pu (Lu Po).
Pernah pada suatu pertempuran Lu Po ini dikeroyok oleh Lauw Pie,
Kwan Kong dan Tio Hui (3 saudara) sekaligus.
Tetapi pertempuran ini berlangsung seimbang.
Jendral Lu Po yang hebat tidak bisa dikalahkan di medan pertempuran,
tapi ia ditaklukkan oleh wanita yang cantik, yaitu Tiao Xian.
Namun Pepatah ini tak berlaku untuk Kwan Kong,
yang tidak bisa ditaklukkan oleh wanita cantik ).
* Ta yang ke-empat jamuan pesta.
Namun semua cara Chao Chao
untuk menaklukkan Kwan Kong gagal total.
Kwan Kong tak bergeming,
tetap setia kepada Lauw Pie.
5. Tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
Chao Chao memberikan hadiah jubah merah
yang dilapisi permata kepada Kwan Kong.
Namun oleh Kwan Kong jubah merah (baru) tersebut
dipakai di dalam,
sementara jubah hijau pemberian dari Lauw Pie yang sudah lama,
robek dan lusuh dipakai di luar.
Melihat hal ini Chao Chao merasa amat heran,
lalu bertanya kepada Kwan Kong
mengapa demikian ?
Lalu Kwan Kong menjawab,
jubah merah yang baru pemberian dari Chao Chao
di pakai di dalam
adalah sebagai tanda Kwan Kong menghormat Chao Chao.
Sementara jubah hijau yang sudah lama dan lusuh
tapi dipakai diluar
adalah sebagai tanda
bahwa Kwan Kong senantiasa mengingat Kakak Angkat-nya, Lauw Pie.
6. Tidak melupakan Kesetiaan Persaudaraan
Pada saat menerima kabar dari Kakak-nya Lauw Pie,
Kwan Kong segera mohon pamit kepada Chao-Chao,
tapi Chao Chao sengaja tidak mau bertemu,
mengantung plat di depan kamar:
tidak menerima tamu !
Tetapi Kwan Kong tidak terbelenggu oleh budi awam,
lalu mengembalikan semua emas dan perak
yang telah diterima-nya,
juga stempel kebesaran Sou Ting Hou.
Kemudian Kwan Kong meninggalkan Istana Chao Chao
untuk pergi ribuan kilometer mencari Kakak Angkat-nya, Lauw Pie.
Melupakan aku,
tidak memperdulikan keselamatan sendiri.
Chao Chao begitu mengetahui
kabur-nya Kwan Kong dari Istana-nya,
menurunkan Perintah :
jika tidak bisa menahan Kwan Kong,
lebih baik bunuh saja !
Kwan Kong sendirian
dengan membawa dan melindungi ke-dua Kakak Ipar-nya
berhasil menerobos 5 benteng
dan membunuh 6 Jendral.
Sungguh luar biasa !
Akhir-nya Kwan Kong yang sudah amat letih
berhasil bertemu dengan Lauw Pie dan Tio Hui,
Kakak dan Adik angkat-nya.
Kesetiaan dan peri Kebenaran Kwan Kong
sungguh tak tertandingi,
sepanjang sejarah manusia hanya ada 1 ( satu ) orang.
Beliau berhasil mempertahankan kepribadian luhur Gang Zheng :
Ksatria, adil, jujur, teguh, berintegritas, dan gagah berani,
akhir-nya mencapai kesempurnaan sebagai
Maha Bodhisattva Kumala Raja.
Bersama ini menghimbau umat
agar waktu Sembahyang kepada Kwan Kong,
tidak menggunakan daging sebagai persembahan,
tapi hanya menggunakan buah-buahan atau kue (vegetarian).
Ingat, Beliau telah mencapai Bodhisattva dengan gelar
Bodhisattva Satyakalama
( Kwan Seng Tek Kun ).
* * * * *
Sejarah Singkat Bodhisattva Sangharama atau Guan Yu
Sebagian besar orang
bisa saja tidak mengenal nama Bodhisattva Sangharama,
tetapi begitu melihat citra rupang
seorang Jenderal gagah perkasa
dengan jenggot panjang indah bergemulai
dan paras muka merah lebam berkilau,
maka mereka pasti akan langsung tahu.
Ya, Bodhisattva Sangharama
adalah Guan Yu alias Guan Gong (Kwan Kong).
Siapa tidak tahu Guan Yu ?
Banyak Orang mengetahui-nya
dari cerita Sam Kok (kisah Tiga Negara)
dan game Dynasty Warrior.
Namum, tahu-kah kita
bagaimana latar belakang Guan Yu
hingga dinobatkan sebagai Dharmapala (Pelindung Dharma)
dalam tradisi Mahayana Tiongkok ?
* * *
Guan Yu (160-219 M),
alias Yun Chang,
lahir pada Tanggal 24 Bulan 6 Imlek,
adalah penduduk asal Jiezhou, Hedong
(sekarang Yuncheng, Propinsi Shanxi).
Sejak kecil
dididik dalam bidang kesusastraan dan sejarah.
Beliau sangat menggemari Kitab Sejarah Chunqiu (musim semi dan gugur)
dan Zuozhuan (Kitab Sejarah karya Zuo Qiuming).
Guan Yu memiliki 3 anak :
Guan Ping, Guan Xing dan Guan Suo.
Salah satu watak istimewa yang dimiliki Guan Yu
adalah jiwa setia dan ksatria,
beliau berani membela yang lemah dan tertindas.
Tahun 184,
Guan Yu melarikan diri dari kampung halaman-nya
setelah membunuh orang demi membela kaum yang lemah.
Beliau menuju wilayah Zuo,
kemudian berkenalan dengan Liu Bei dan Zhang Fei.
Liu Bei adalah anggota keluarga Kaisar Kerajaan Han
yang sedang merekrut prajurit
untuk membasmi pemberontakan sorban kuning.
Karena memiliki cita-cita yang sama,
maka mereka ber-tiga menjalin tiga Persaudaraan
yang dikenal dengan sebutan
Tiga Pertalian Setia Taman Bunga Persik.
Semenjak itu,
mereka ber-tiga berkomitmen sehidup semati
memperjuangkan cita-cita penegakan hukum
demi membersihkan Kerajaan Han
dari gerogotan korupsi dan pengkhianatan.
Namun kerajaan Han yang telah berdiri kokoh
selama 400 tahun itu
akhir-nya terpecah menjadi 3 Kerajaan,
yang mana Liu Bei
sebagai salah satu anggota keluarga Kerajaan
yang menyatakan diri sebagai penerus Dinasti Han.
Era ini-lah yang kemudian di kenal dengan sebutan
San Guo (Sam Kok-Tiga Negara).
Perjuangan keras tiga ber-Saudara Taman Bunga Persik
untuk mempersatukan Tiongkok
tidak berhasil.
Begitu-lah hingga usia 60 tahun,
Guan Yu bersama Putra-nya, Guan Ping,
akhir-nya gugur dalam pertempuran.
Meskipun demikian,
rasa hormat terhadap Guan Yu
tidak serta merta lenyap
seiring dengan gugur-nya Pahlawan berparas merah lebam ini.
Keberanian, kesetiaan dan jiwa ksatria beliau
menjadi kisah harum dalam masyarakat Tionghoa
selama turun temurun.
Selain itu, dalam kalangan spiritual,
dikenal pula kisah perjodohan Guan Yu dengan ajaran Buddha,
sebuah ajaran kebenaran sejati
yang menembus kepekatan misteri dimensi ruang dan waktu.
Ya, Guan Yu menjadi siswa Buddha
setelah beliau gugur.
* * *
Awal mula sebagai Pelindung Dharma
Kisah berikut ini terjadi beberapa ratus tahun
setelah gugur-nya Guan Yu.
Berdasarkan catatan sejarah Buddhis – Fozhu Tongji,
pada Tahun 592 M, ( Dinasti Sui, era Kai Huang ke-12 ),
disebutkan bahwa pada suatu malam,
langit tiba-tiba menjadi cerah,
bulan terlihat jelas sekali,
Guan Yu bersama Guan Ping dan sekelompok makhluk gaib
muncul di hadapan Master Tripitaka Zhiyi ( Pendiri Aliran Tiantai Tiongkok)
yang sedang ber-meditasi di Bukit Yuquan.
Guan Yu berkata
”Saya Guan Yu dari era akhir Dinasti Han.
Ini adalah Putra saya, Guan Ping.
Kami terus berkelana setelah meninggal.
Yang Arya, dengan tujuan apakah anda datang ke sini ?
Master Zhiyi menjawab,
”Aku datang ke sini untuk mendirikan Vihara.”
Guan Yu menjawab,
”Yang Arya, izinkan-lah kami untuk membantu-mu.
Tidak jauh dari sini,
terdapat lahan yang kokoh tanah-nya.
Saya dan Putra saya dengan senang hati
akan membangun Vihara di sana untuk Anda.
Mohon lanjutkan meditasi-nya,
Vihara akan selesai dalam waktu 7 hari saja.”
Setelah Master Zhiyi selesai meditasi,
terlihat sebuah Vihara yang sangat indah
muncul persis di tempat yang ditunjukkan oleh Guan Yu.
Vihara itu kemudian diberi nama
Vihara Yuquan.
Suatu hari Guan Yu datang ke Vihara Yuquan
untuk mendengarkan Master Zhiyi
membabarkan Dharma,
setelah itu Beliau memohon
untuk dapat menjadi Siswa Buddha
dengan menerima Trisarana dan Pancasila Buddhis.
“Aku sangat beruntung
mendapat kesempatan mendengarkan Dharma
dan beraspirasi mempraktikkan jalan bodhi (pencerahan)
mulai dari sekarang.
Mohon izinkan-lah Saya untuk menerima sila dari Anda,”
demikian ucap Guan Yu kepada Master Zhiyi.
Master Zhiyi kemudian membangun sebuah kuil untuk Guan Yu
di sebelah Barat Daya Vihara.
Sebuah batu ukiran
yang bertajuk tahun 820 M di Vihara Yuquan
mengisahkan tentang
pertemuan antara Guan Yu dan Zhiyi tersebut.
* * *
Selain kisah diatas,
ada versi lain tentang kisah
bagaimana Guan Yu menjadi seorang pemeluk Agama Buddha.
Dikatakan bahwa pada suatu malam
Guan Yu menemui Bhiksu Zhikai,
murid dari Tiantai Master Zhiyi,
dan menerima Trisarana dari Bhiksu Zhikai.
Kemudian Bhiksu Zhikai
melaporkan perjumpaan-nya dengan Guan Yu tersebut
kepada Yang Guang, Pangeran Jin
(yang kelak akan dikenal sebagai Kaisar Sui-Yang Di).
Pangeran Yang Guang memberikan Guan Yu gelar
Sangharama Bodhisattva.
Itulah asal muasal dari mana gelar Sangharama
diberikan kepada Guan Yu.
* * *
Pada kisah lain-nya,
seperti dalam catatan Kisah Tiga Negara (San Guo Yan Yi),
Guan Yu muncul di hadapan Bhiksu Pujing
di malam saat gugur
karena dipenggal oleh pihak Sun Quan, Raja Wu.
Tubuh-nya dikubur di dekat Bukit Yuquan
yaitu di JingZhou.
Di sela-sela kegalauan atas kehilangan kepala,
raga halus Guan Yu bergentayangan
mencari kembali kepala-nya.
Bhiksu Pu Jing dengan kekuatan batin-nya
melihat Guan Yu turun dari angkasa
menunggang kuda
sambil menggenggam golok besar Naga hijau,
bersama dengan 2 pria, Guan Ping dan Zhou Cang.
Semasa hidup-nya
saat dalam pelarian dari kubu Cao Cao,
Guan Yu pernah ditolong oleh Pu Jing
di Vihara Zhen-guo.
Lalu Bhiksu Pu Jing memukul pelana kuda
dengan kebutan cambuk-nya seraya berkata,
”Dimana Yun Chang ?”
seketika itu juga Guan Yu tersadarkan.
Guan Yu kemudian memohon petunjuk
untuk dapat terbebas dari kegelapan pengembaraan batin.
Pu Jing memberi nasehat,
“Dulu salah atau sekarang benar
tak perlu dipersoalkan lagi,
karena terjadi pada saat sekarang
tentu-nya ada sebab pada masa lalu.”
Pu Jing lalu melanjutkan,
“sekarang engkau meminta kepala-mu,
menuntut atas kematian-mu di tangan Lu Meng,
namun kepada siapa Yan Liang, Wen Chou
dan penjaga lima perbatasan
serta banyak lagi yang lain-nya yang telah kamu bunuh,
meminta kembali kepala mereka ?”
kata-kata Pu Jing itu terasa sangat menyentak.
Setelah tersadarkan dari kegalauan-nya,
Guan Yu lalu menjadi pengikut Buddhis.
Sejak itu
Guan Yu sering muncul melindungi masyarakat
di sekitar Bukit Yuquan.
Sebagai rasa terimakasih kepada Guan Yu,
Para penduduk membangun Vihara
di puncak Bukit Yuquan.
* * *
Gubuk rumput tempat tinggal Pu Jing
kemudian dibangun menjadi Vihara Yuquan.
Vihara Yuquan ini didirikan pada abad ke 6 M
dan di dalam-nya ada aula Sangharama.
Ini adalah salah satu tempat pemujaan Guan Yu yang tertua,
juga merupakan Vihara tertua di Dangyang.
Tempat penampakan raga halus Guan Yu
Tempat penampakan raga halus Guan Yu
ditandai dengan sebatang pilar batu yang dituliskan:
“Di sini tempat Guan Yun Chang dari Dinasti Han menampakkan diri.”
Pilar batu itu
adalah hadiah dari Kaisar Wan Li
masa Dinasti Ming
dan masih bisa dilihat sampai sekarang.
tercatat bahwa ada
Dalam
Sutra Saptabuddha Ashtabodhisattva Maha Dharani Sutra
(Sutra tentang Mantra Sakti Mahadharani
yang dibabarkan 7 Buddha dan 8 Bodhisattva)
18 Sangharama (Qielan Shen)
sebagai Pelindung Lingkungan Vihara,
Meiyin, Fanyin, Tian’gu, Tanmiao,
Tanmei, Momiao, Leiyin, Shizi,
Miaotan, Fanxiang, Renyin, Fonu,
Songde, Guangmu, Miaoyan, Cheting,
Cheshi, dan Bianshi.
Guan Yu sendiri bukan-lah sosok yang tercatat dalam sutra Mahayana sebagai Sangharama.
Sangharama sendiri mengandung pengertian
sebagai tempat tinggal anggota Sangha,
atau lebih umum dikenal sebagai Vihara.
Secara etimologi,
istilah Sangharama telah dikenal sejak masa kehidupan Buddha.
Selain 18 dewa Sangharama yang telah disebutkan di atas,
dua tokoh yang dianggap sebagai Pelindung Utama Sangharama
adalah Anathapindika dan Pangeran Jeta,
penyokong Vihara Jetavanarama
pada masa kehidupan Buddha.
Secara kualitatif,
Guan Yu memiliki pengabdian yang setara
dengan Para Pelindung Sangharama,
pun karena memiliki komitmen yang besar
untuk melindungi lingkungan Vihara,
maka tidak-lah mengherankan
bila kemudian di-apresiasi secara khusus
oleh Mahayana Tiongkok
sebagai Bodhisattva Sangharama.
Ada juga yang menyebut-nya
Bodhisattva Satyadharma Kalama.
* * *
Di kalangan Mahayana Tiongkok,
Guan Yu sering ditampilkan berdiri berpasangan
dengan Dharmapala Veda (Weituo Pusa)
yang juga merupakan Pelindung Dharma.
Kedua-nya mendampingi rupang Buddha atau Avalokitesvara.
* * *
Pemujaan Guan Yu Hingga ke Tibet
Pemujaan Guan Yu juga meluas sampai ke Tibet
(terutama di aliran Gelugpa dan Nyingmapa).
Altar Beliau ada di Vihara-Vihara Tibet,
seperti Mahavihara Tsurphu,
sejak kunjungan Maha Ratna Dharmaraja Karmapa V
ke Tiongkok
atas undangan Kaisar Yong Le.
Dulu di Tibet,
Guan Yu sebagai Sangharama dikenal dengan nama Karma Hansheng.
Di Tibet dan Mongolia,
pemujaan Guan Di (Dewa Guan Yu) diasosiasikan sebagai
Raja Gesar dari Ling
yang terkenal merupakan emanasi Guru Padmasambhava.
Pengasosiasian tersebut
dimulai sejak zaman Dinasti Qing (Manchu).
Lobsang Palden Yeshe, Panchen Lama ke 6 (1738-1780 M)
adalah yang pertama kali mengatakan
bahwa Guan Di adalah Gesar.
Oleh karena itu
Guan Di Miao (Kuil Guan Gong) di Lhasa
disebut juga dengan nama Gesar Lhakhang.
Ada juga yang percaya
bahwa Guan Di dan Gesar
adalah inkarnasi masa lalu dari Panchen Lama.
Guan Gong dipandang sebagai Dewa Pelindung Dinasti Qing,
sedangkan ajaran Vajrayana Buddhis sekte Gelug
adalah agama yang dianut anggota Kerajaan Dinasti Qing.
Demikianlah Guan Gong (Yang Mulia Guan Yu) dihormati
baik oleh kalangan Mahayana maupun Vajrayana (Tantrayana)
sebagai Bodhisattva Dharmapala (Pelindung Dharma).
Bahkan dalam kepercayaan masyarakat,
diyakini Guan Gong kelak akan menjadi seorang Buddha bernama
Ge Tian ( Ge Tian Gu Fo ).
* * *
Pemujaan di Kalangan Umat Tao dan Kong Hu Cu
Pemujaan Guan Yu
luas di kalangan umat Tao dan Konghucu sebagai
Guansheng Dijun,
Guan Gong,
dan
Guan Di.
Penghormatan ini tampak nyata sekali di banyak Kelenteng.
Sejak Dinasti Song Para Taois memuja Guan Yu
sebagai Dewata Pelindung Malapetaka Peperangan,
sedang Umat Konghucu menghormati sebagai
Dewa Kesusastraan Wenheng Dadi.
Pemujaan Guan Gong mulai meluas di Kalangan Taois
pada Abad ke 12 M.
Menurut sejarawan Boris Riftin dan Barend J. Ter Haar,
pemujaan Guan Yu di kalangan Buddhis lebih awal
daripada di Kalangan Taois.
Pemujaan ini mulai popular pada masa Dinasti Ming.
Guan Di dipuja karena kejujuran dan kesetiaannya,
pun dipandang sebagai Dewa Pelindung Perdagangan,
Dewa Pelindung Kesusasteraan
dan Dewa Pelindung Rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan.
Julukan Dewa perang yang umum-nya dialamatkan kepada Guan Di,
harus diartikan
sebagai Dewa yang mencegah terjadi-nya peperangan dan segala akibat-nya yang menyengsarakan Rakyat,
sesuai dengan watak Guan Yu yang Budiman.
Di kalangan rakyat, Guan Yu juga dianggap sebagai
Dewa Rejeki - Wuchai Shen.
* * *
Bagaimana mungkin Guan Yu sebagai seorang Jendral yang sering berperang dan membunuh akhirnya dihormati sebagai Bodhisattva ?
Meskipun tampak kontradiktif,
namun semua ini tak lebih hanyalah masa lalu yang telah sirna
setelah disadarkan oleh nasehat Bhiksu suci.
Penyadaran ini seperti halnya kisah Kehidupan Angulimala
di masa Kehidupan Buddha.
* * *
Sifat Keteladanan Guan Yu
Meskipun pemujaan Guan Yu tersebar di berbagai kalangan,
seperti lingkungan Ibadah, kepolisian,
bahkan hingga kalangan mafia
yang konon dikatakan meneladani sikap kesetiakawanan Guan Yu,
namun tidak berarti aspek negatif dari dunia mafia
lalu dikaitkan dengan sosok Guan Yu.
Ini hanyalah cermin kebebasan orang dalam memilih tokoh pemujaan.
Terlepas dari hal ini,
ada baiknya kita melihat sifat mulia
yang tercermin dari sosok Guan Yu,
yang bisa menjadi Teladan bagi kita semua.
1. patriotic
2. menjaga Norma Susila
3. tidak tergiur akan kesenangan atau kenikmatan
4. tidak silau akan nama dan harta
5. tidak mengharap yang baru dan membuang yang lama
6. tidak melupakan kesetiaan persaudaraan
7. berjiwa altruis (mementingkan Orang lain)
Guan Yu
bukan saja telah menjadi sosok yang identik dengan pemujaan spiritual,
pun adalah penyatu kultur masyarakat Tiongkok
di mana pun berada
dan menjadi sebuah maskot tentang
semangat pengabdian, kesetiaan, dan sikap lurus.
* * *
Sebagai penutup,
kita kutip sebuah sajak yang dilantunkan
sebagai apresiasi terhadap Guan Yu
dalam penuntun kebaktian sore kalangan Mahayana Tiongkok :
“Pemimpin Sangharama,
yang mempunyai wibawa dan keagungan
menata seluruh Vihara.
Dengan penuh sujud dan kesetiaan
menjalankan Buddha Dharma.
Selalu melindungi dan mengayomi Dharma Raja Graha.
Tempat suci selalu damai tentram selamanya.
Namo Dharmapala Garbha
Bodhisattva Mahasattva Mahaprajnaparamita.”
* * *
Sumber:
http://seberkassinardharma.blogspot.com/2011/03/sekilas-tentang-kuan-kong.html
Link tambahan :
*http://tjoaputra.com/2013/09/21/kwan-kong-guan-yu-dalam-ajaran-buddha-boddhisattava-sangharama/
* http://dhammacitta.org/perpustakaan/bodhisattva-sangharama-guan-yu-dalam-agama-buddha/
* http://id.wikipedia.org/wiki/Guan_Yu
Link tambahan :
*http://tjoaputra.com/2013/09/21/kwan-kong-guan-yu-dalam-ajaran-buddha-boddhisattava-sangharama/
* http://dhammacitta.org/perpustakaan/bodhisattva-sangharama-guan-yu-dalam-agama-buddha/
* http://id.wikipedia.org/wiki/Guan_Yu
* * * * *
Tentang :