Cari Blog Ini

09 Oktober 2010

Musuh yang Belum Lahir

Ketika Anak itu lahir, Raja memberi nama Ajatasattu yang artinya :
musuh yang belum lahir.

Raja Ajatasattu yang mendengar cerita dari Ibunya,
bagaimana Ayahnya amat menyayanginya,
amat menyesal dengan kekejaman yang telah dilakukannya
terhadap Ayahnya yang amat menyayanginya.

* * *

Kelahiran seorang Anak seringkali membuat 
orang menyadari akan cinta kasih Orangtua terhadap dirinya.

* * * * * 




Ketika itu, Anak Raja Bimbisara, bernama Pangeran Ajatasattu, telah dewasa.
Ia dipengaruhi oleh Devadatta Thera,
yang membujuknya untuk merampas takhta Kerajaan dan membunuh Ayahnya.

Pangeran Ajatasattu lalu merencanakan
untuk menggulingkan takhta Kerajaan Ayahnya,
tetapi Raja Bimbisara yang mengetahui rencana Anaknya yang jahat itu,
tidak menghukumnya, malahan
Beliau menyerahkan takhta Kerajaan itu seperti yang diinginkan Anaknya itu.

* * *


Tetapi Pangeran Ajatasattu yang jahat itu tidak puas,
ia lalu menangkap dan memasukkan Ayahnya ke dalam penjara.
Ia memerintahkan supaya Ayahnya tidak diberi makan,
ia ingin agar Ayahnya menderita sampai mati.
Ia hanya mengijinkan Ibunya yang bebas mengunjungi Ayahnya di penjara.

Sang Ibu yang berbudi itu selalu membawakan makanan
untuk Suaminya dengan menyembunyikannya di balik baju.

Setelah Pangeran mengetahuinya,
ia lalu melarang Ibunya membawakan makanan untuk Ayahnya.

Kemudian dengan diam-diam,
ia membawa makanan yang disembunyikan di dalam kondenya.

Tidak lama kemudian Pangeran mengetahuinya
dan ia melarang dengan keras Ibunya membawakan makanan untuk Ayahnya.

Sang Ibu lalu mencari siasat lain.
Ia lalu membaluri tubuhnya dengan campuran madu, keju, mentega dan gula cair.
Bimbisara lalu menjilati tubuh Isterinya, sehingga ia dapat bertahan hidup.
Raja Ajatasattu setelah mengetahui apa yang dilakukan Ibunya,
lalu melarang Ibunya datang mengunjungi Ayahnya.

* * *


Hatinya hanya dipenuhi keinginan
untuk melihat Ayahnya menderita dan mati karena penderitaannya itu.
Bimbisara yang tidak lagi mempunyai makanan untuk mempertahankan hidupnya,
lalu berlatih meditasi berjalan.

Setiap hari ia selalu mengingat Ajaran Sang Buddha dan berlatih meditasi dengan rajin,
akhirnya ia mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna),
batinnya tetap tenang dan bahagia.
Anak yang kejam itu heran, mengapa Ayahnya belum mati juga.

* * *

Setelah ia mengetahui ayahnya selalu melatih meditasi berjalan,
ia lalu mengirim tukang cukur untuk menyayat-nyayat telapak kaki Ayahnya,
dan melumurinya dengan garam dan minyak lalu dipanggang di atas bara api.

Bimbisara yang melihat tukang cukur datang, amat senang
karena ia berpikir bahwa Anaknya mungkin sudah sadar
dan menyesali perbuatannya yang jahat dan keji itu.
Ia lalu mengirim tukang cukur untuk memangkas rambut
dan jenggotnya yang sudah panjang, sebelum membebaskannya.

Tetapi harapan Bimbisara keliru,
ia harus mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya.

Tukang cukur itu yang atas perintah Raja Ajatasattu,
menyayat-nyayat telapak kakinya dan melumurinya dengan garam
dan minyak serta memanggangnya di atas bara api.

Bimbisara yang sudah amat lemah itu, tidak tahan lagi sehingga meninggal dunia.
Bimbisara meninggal karena penderitaannya di luar batas perikemanusiaan lagi,
dan ia meninggal atas perintah Anak kandungnya sendiri.

* * *


Pada hari itu pula, Anak Raja Ajatasattu lahir.
Ia amat bahagia melihat Anaknya yang baru lahir itu.
Ia merasakan cinta kasih sayang yang luar biasa kepada Anaknya itu.
Seketika itu pula ia teringat kepada Ayahnya sendiri,
bahwa Ayahnya pasti juga merasakan kasih sayang yang sama ketika ia lahir.

Dengan panik, ia lalu memerintahkan pengawalnya
untuk segera berlari ke penjara dan membebaskan Ayahnya.
Tetapi, sudah terlambat, Ayahnya, Bimbisara baru saja meninggal dunia.

Ia amat menyesali perbuatan jahatnya.

Ia lalu berpaling kepada Ibunya dan bertanya :

"Oh ibu, apakah Ayah amat menyayangiku ketika aku masih kecil ?"

* * *


Ibunya lalu bercerita, ketika ia mengandung,
ia ingin sekali menghisap darah dari tangan kanan Suaminya.
Ia menyimpan keinginannya yang aneh itu,
sebab ia tidak berani mengatakannya.
Karena keinginannya tidak terpenuhi, ia menjadi gelisah dan amat pucat, badannya kurus sekali.

Keadaannya bertambah lama bertambah buruk,
Raja Bimbisara yang kemudian mengetahui keinginan Isterinya
yaitu menghisap darah dari tangan kanannya,
dengan senang hati beliau memenuhi keinginan Isterinya itu.

Seorang peramal pandai lalu meramalkan,
bahwa Anaknya yang di dalam kandungan itu kelak akan menjadi musuh Ayahnya.

* * *


Mendengar ramalan itu, Ratu ingin menggugurkan kandungannya,
tetapi Raja melarangnya.
Ketika Anak itu lahir, Raja memberi nama Ajatasattu yang artinya :
musuh yang belum lahir.

Ratu sekali lagi berusaha untuk menyingkirkan Anak yang baru lahir itu
karena takut akan ramalan tersebut. Tetapi Bimbisara tetap melarangnya.

* * *


Pada suatu waktu,
Pangeran Ajatasattu yang masih kecil itu menangis terus karena kesakitan,
jarinya bengkak dan amat sakit, karena bisul yang cukup parah.
Ia menangis terus, tidak ada seorangpun yang dapat mendiamkannya.

Raja yang ketika itu sedang memimpin rapat di Ruang Kerajaan,
menunda rapatnya, dengan dikelilingi oleh Para Menteri dan Pejabat Istana,
ia lalu menggendong Pangeran kecil itu.

Dengan tanpa ragu-ragu
ia lalu menghisap jari Pangeran yang sakit itu dengan mulutnya.
Bisul itu lalu pecah,
ia lalu menelan nanah yang keluar bersama dengan darah itu.
Pangeran segera berhenti menangis.

Raja Ajatasattu yang mendengar cerita dari Ibunya,
bagaimana Ayahnya amat menyayanginya,
amat menyesal dengan kekejaman yang telah dilakukannya
terhadap Ayahnya yang amat menyayanginya.


Kelahiran seorang Anak seringkali membuat 
orang menyadari akan cinta kasih Orangtua terhadap dirinya.



Sumber :
Sang Buddha Pelindungku III
website Buddhis Samaggi Phala
http://www.samaggi-phala.or.id