Seperti halnya Putuo Shan dipandang sebagai Gunung suci Bodhisattva Avalokitesvara,
Wutai Shan sebagai Gunung suci Bodhisattva Manjusri
dan Emei Shan sebagai Gunung suci Bodhisattva Samantabhadra,
maka Jiuhua Shan dianggap sebagai Gunung suci Bodhisattva Ksitigarbha.
Hal ini dapat terlihat dalam ikrar luhur Ksitigarbha:
“Semua makhluk terbebaskan, baru meraih Pencerahan.
Alam Neraka belum kosong, bersumpah tidak menjadi Buddha.”
* * * * * * * * * *
Pada tahun 719 M, seorang Pangeran muda bermarga Jin asal kerajaan Xin Luo
(Silla, salah satu kerajaan di semenanjung Korea),
Jin Qiaojue (696- 794), meninggalkan kehidupan Istana yang gemerlap untuk ditahbis
menjadi Bhiksu sederhana dengan nama Dharma – Dizang (Simpanan/Permata Bumi - Ksitigarbha).
Jin Dizang berdiam dan berlatih keras di sebuah goa selama bertahun-tahun.
Hingga pada tahun 756, ketika seorang pemuka masyarakat setempat bernama Zhuge Jie
bersama beberapa sahabat mendaki Jiuhua Shan,
mereka dikejutkan adanya sesosok manusia yang sedang bermeditasi di dalam goa.
Melihat kondisi pelatihan yang keras dan keteguhan Jin Dizang,
Zhuge Jie tergugah untuk berupaya membangun Vihara bagi Jin Dizang.
Saat itu orang terkaya dan penguasa tanah di seantero Jiuhua Shan
adalah Min Ranghe, seorang umat Buddha yang taat dan dermawan.
Min Ranghe menanyakan luas tanah yang dibutuhkan, Jin Dizang berkata,
“Cukup satu ukuran kasaya (jubah bhiksu).”
Kisah kehidupan Bhiksu Jin Dizang ini tercatat dalam
Kitab Song Gao Seng Zhuan (Kisah Bhiksu Mulia Dinasti Song)
dan Jiu Hua Shan Zhi (Catatan Gunung Jiuhua).
Jin Dizang kemudian diyakini sebagai jelmaan dari Bodhisattva Ksitigarbha.
Seperti halnya Putuo Shan dipandang sebagai Gunung suci Bodhisattva Avalokitesvara,
Wutai Shan sebagai Gunung suci Bodhisattva Manjusri
dan Emei Shan sebagai Gunung suci Bodhisattva Samantabhadra,
maka Jiuhua Shan dianggap sebagai Gunung suci Bodhisattva Ksitigarbha.
...
Saat Buddha Sakyamuni bertanya kepada Bodhisattva Manjusri tentang
jumlah makhluk yang hadir dalam pesamuan itu,
Manjusri dengan rendah hati berkata bahwa
walaupun mengerahkan kekuatan batin selama seribu kalpa,
Manjusri tetap tak dapat mengkalkulasikannya.
Namun satu hal yang menakjubkan adalah
bahwa semua makhluk yang jumlahnya tak terkirakan ini
adalah makhluk yang telah, sedang, dan akan dibimbing oleh Bodhisattva Ksitigarbha.
...
Ksitigarbha adalah Bodhisattva Agung yang telah membangkitkan Bodhicitta
dan mempraktikkan paramita sejak lebih dari milyaran kalpa yang lalu.
Sebagai ilustrasi, Buddha Sakyamuni memberikan pemaparan seperti berikut,
“Seandainya semua rumput, pohon, hutan, padi, rami,
bambu, alang-alang, batu, gunung, debu halus
yang berada di alam Trisahasra-Mahasahasra,
masing-masing benda itu dijadikan sebagai satu bilangan
dan setiap bilangan dijadikan sebagai Sungai Gangga.
Butiran pasir yang berada di setiap Sungai Gangga itu,
tiap butirnya dijadikan sebagai satu alam dunia,
butiran debu yang berada di tiap alam itu,
tiap butirnya dipandang sebagai satu kalpa.
Kumpulan debu selama satu kalpa itu dipandang sebagai satu kalpa.
Bodhisattva Ksitigarbha
sejak mencapai tahapan Bodhisattva tingkat Bhumi ke-10 hingga sekarang,
lamanya telah mencapai ribuan kali lipat perumpamaan di atas…
Kewibawaan dan kekuatan ikrar Bodhisattva ini sungguh tidak terbayangkan.”
...
Demikianlah Ksitigarbha terus menjalankan praktik Bodhisattva tanpa jeda waktu.
Meski tak terhitung jumlah siswa bimbinganNya yang telah mencapai keBuddhaan,
namun Ksitigarbha tetap masih berstatus sebagai Bodhisattva.
...
Satu pandangan yang tersebar luas di kalangan masyarakat awam selama ini
adalah adanya anggapan bahwa Ksitigarbha adalah penjaga atau Raja Neraka.
Banyak Vihara Mahayana yang menempatkan rupang Ksitigarbha
dalam ruang abu kremasi umat di Vihara bersangkutan.
Para umat yakin bahwa sanak keluarga yang telah meninggal itu
akan dapat terbebas dari penderitaan di bawah bimbingan Ksitigarbha.
Pada satu sisi, kesan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan.
Ksitigarbha menyatakan ikrar luhur untuk menyelamatkan makhluk hidup
yang terjatuh di alam paling menderita.
Di mana lagi alam yang paling menderita jika bukan di neraka?
Hal ini dapat terlihat dalam ikrar luhur Ksitigarbha:
“Semua makhluk terbebaskan, baru meraih Pencerahan.
Alam Neraka belum kosong, bersumpah tidak menjadi Buddha.”
Itulah sosok Ksitigarbha, Maha Bodhisattva yang memiliki ikrar paling agung.
Ikrar agung itu bagaikan bumi yang luas
yang tak membeda-bedakan semua benda yang bertumpu padanya,
pun bagaikan bumi yang di dalamnya terkandung tambang permata dan energi yang dahsyat.
Demikianlah kebijaksanaan Maha Sempurna yang dimiliki Ksitigarbha
yang terkandung dalam ikrar yang paling agung demi terwujudnya kebahagiaan semua makhluk.
Untuk lebih detailnya, dapat di-download melalui link :
https://docs.google.com/open?id=0B6a5vK3IVP_0ZDc4YzIxYTItYTM3YS00M2FiLTllYzAtNDgzNTYxNjNmOTNj
Sumber :
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/Sinar%20Dharma/Sinar%20Dharma%2018.pdf
* Majalah Sinar Dharma - Figur Buddhis – Vol.5 No.3 | Asadha 2551 BE |
September – November 2007, Halaman 48 – 51, Oleh : Ching Ik