Cari Blog Ini

16 Oktober 2010

Setetes Pencerahan - Angsa Liar Baizhang

Baizhang (720-814), Master Chan semasa Dinasti Tang, bermarga asli Wang,
semenjak kecil telah menjalani kehidupan tanpa rumah.
Beliau belajar Chan dari Master Mazhu (Daoyi).

Setelah mencapai pencerahan, beliau menetap di Gunung Baizhang
(sekarang di wilayah Kecamatan Fengxin, Propinsi Jiangxi, Tiongkok),
sebab itu beliau dikenal sebagai “Baizhang Huaihai”.


Tata tertib Institusi Chan yang beliau tetapkan, di kemudian hari
dikenal sebagai “Baizhang Qinggui” – Tata Tertib Murni Baizhang.


Baizhang juga dikenal dengan semboyan beliau:
sehari tidak bekerja, sehari tidak makan.

Suatu hari ketika Baizhang mengiringi Mazhu Daoyi,
mereka melihat sekelompok angsa liar sedang terbang.

Master Mazhu bertanya, “Apa itu?”

Baizhang menjawab, “Angsa liar.”

Mazhu bertanya lagi, “Pergi ke mana?”

Baizhang menjawab, “Sudah terbang pergi.”

Mazhu menjepit hidung Baizhang.

Baizhang berteriak kesakitan.


Mazhu lalu berkata, “Masih bilang terbang pergi?”

Baizhang seketika itu juga mengalami pencerahan.


Mengatakan angsa liar terbang pergi, itu tidak salah,
namun yang menjadi permasalahan adalah pikiran Baizhang juga ikut
“terbang menjauh”.


Rasa sakit di hidung karena jepitan jari tangan Mazhu menyadarkan
Baizhang, itulah ‘saat ini’.

Saat ini adalah yang paling nyata, paling penting dan paling berarti.

Kisah Chan (Gong-an) ini mengajarkan:
1, ‘saat ini’ adalah yang paling penting;
2, bila berubah maka sudah menjadi ‘masa lalu’;
3, bila tidak berubah, itu tidaklah mungkin karena demikianlah proses anicca,
segala yang berkondisi di alam semesta ini senantiasa berubah.


Tiga hal di atas menyadarkan kita bagaimana harus menjaga hati dan pikiran ini.
Ibaratnya sebuah cermin yang hanya menampakkan bayangan benda
yang berada di depannya,
ketika benda itu berlalu,
tak ada lagi tersisa sedikitpun bayangan benda itu di dalam cermin.


Angsa liar telah terbang berlalu,
namun dalam benak pikiran Baizhang masih melekat
dan menyisakan bayangan angsa liar.

Demikian pula hati dan pikiran kita,
setiap saat melekat pada yang telah berlalu,
belum tiba ataupun yang tidak nyata.

Pencerahan Baizhang menyadarkan kita untuk berani belajar ‘melepas’.
Melepas apa? Melepas nafsu keserakahan,
emosi kebencian dan pikiran kebodohan.



Sumber :
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/Sinar%20Dharma/Sinar%20Dharma%2023.pdf
* Majalah Sinar Dharma - Kisah Chan– Vol.7 No.2 | 2553 BE
| Mei – Agustus 2009, Hal 84