Di kota Benares tinggallah seorang pemuda bernama Yasa, dari keluarga yang terhormat.
Ia adalah anak seorang jutawan yang baik hati.
Seperti Pangeran Siddhartha ia juga mempunyai tiga buah istana.
Satu untuk musim dingin, satu untuk musim panas, dan istana yang satunya lagi untuk musim hujan.
Di istana untuk musim hujan, ia menghabiskan waktu selama empat bulan,
dihibur oleh pemusik-pemusik wanita yang cantik dan menarik,
dan ia tidak pernah turun dari tempat pembaringannya.
Pada suatu hari, Yasa yang telah memperoleh kepuasan tertinggi dari ke lima indranya
tertidur di tengah-tengah para penghiburnya. Para penghibur itu juga tertidur kecapaian.
Lampu minyak di ruangan itu menyala sepanjang malam.
Yasa terbangun lebih dahulu dari yang lain, dan melihat mereka masih tertidur dengan nyenyaknya.
Salah seorang pemusik wanita memeluk kecapi di bawah lengannya,
dan di leher pemusik yang lain tergeletak genderang.
Di bawah lengan pemusik lainnya tergeletak sebuah alat musik.
Salah seorang diantaranya rambutnya kusut terurai dan air liur keluar mengalir dari mulutnya.
Beberapa diantaranya mengigau, berkata-kata sendiri.
Bagi Yasa ruangan itu nampak seperti kuburan, kemudian ia melihat bahwa
semua itu tidak ada gunanya dan ia amat jijik melihat semua itu.
Ia lalu berkata:
"Saya dalam bahaya dan saya menderita."
Yasa lalu memakai sandal emasnya dan berjalan menuju ke pintu.
Makhluk-makhluk istimewa (para dewa) membukakan pintu,
di mana tidak ada lagi yang menghalangi pelepasan kehidupan duniawi Yasa.
Ketika ia sampai di pintu kota, para dewa kemudian membukakan lagi pintu gerbang untuk Yasa,
yang membantunya dalam melaksanakan pelepasan keduniawiannya.
Ketika Yasa tiba di Taman Rusa Isipatana,
Sang Buddha sedang meditasi dengan sikap berjalan bolak-balik di alam terbuka.
Ketika Sang Guru Agung melihat Yasa mendatangi dari kejauhan,
Beliau berhenti bermeditasi dan duduk di tempat duduk yang telah tersedia.
Setelah Yasa mendekat, ia bergumam:
"Saya dalam bahaya, dan saya sungguh-sungguh menderita."
Sang Buddha lalu berkata kepada Yasa:
"O Yasa, di sini tidak ada bahaya dan tidak ada penderitaan.
Datanglah kemari, Aku akan mengajarkan Dhamma kepadamu."
Yasa amat gembira dan bahagia mendengar kata-kata:
"Di sini tidak ada bahaya; di sini tidak ada penderitaan."
Kemudian ia melepaskan sandal emasnya dan menghampiri Sang Buddha.
Setelah ia bernamaskara, menghormat kepada Sang Buddha, ia lalu duduk di salah satu sisi.
Kepadanya Sang Buddha memberi penjelasan secara bertahap.
Beliau menjelaskan tentang
* kedermawanan (dana),
* kemoralan (sila),
* surga (sagga),
* kenikmatan nafsu indra yang buruk (kamadinava),
* kebahagiaan meninggalkan kehidupan duniawi (nekkhammanisamsa).
Ketika Sang Buddha mengetahui pikiran Yasa mudah menerima, tidak kaku, jernih,
bahagia, dan gembira, Beliau mengajarkan kepadanya tentang pengertian doktrin dari semua Buddha,
yang dinamakan Empat Kesunyataan Mulia.
Ketika ibu Yasa memasuki rumahnya, ia tidak menemukan anaknya.
Kemudian ia memberitahukan kepada suaminya bahwa Yasa tidak ada di rumahnya.
Ayah Yasa lalu menyuruh pegawai-pegawainya mencari anaknya ke seluruh penjuru kota,
dan ia sendiri keluar mencari anaknya menuju Taman Rusa Isipatana.
Ketika ia melihat jejak dari sandal emas anaknya, ia lalu mengikutinya.
Sang Buddha melihatnya dari kejauhan, dengan kemampuan sprititualNya yang tinggi,
Beliau membuat ayah Yasa tidak dapat melihat anaknya.
Jutawan itu menghampiri Sang Buddha, dan bertanya:
"Yang Mulia, apakah Anda melihat anak saya, Yasa?"
"Duduklah di sini, saudara", jawab Sang Buddha.
"Kalau anda duduk di sini, anda akan dapat melihat anakmu Yasa, yang juga duduk di sini."
Dengan perasaan senang dan bahagia dan berharap dapat bertemu
dengan anaknya yang sedang duduk di sana,
jutawan itu lalu menghormat kepada Sang Buddha dan duduk di salah satu sisi.
Setelah ia duduk, Sang Buddha lalu menjelaskan AjaranNya.
Setelah ia mengerti semua yang Sang Buddha ajarkan, jutawan itu berkata:
"Luar biasa, Yang Mulia, luar biasa.
Seperti membalikkan sesuatu yang di atas menjadi di bawah;
seperti membuka sesuatu hal yang tersembunyi;
seperti menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat;
seperti penerangan di dalam kegelapan sehingga mata dapat melihat,
Yang Maha Sempurna telah membabarkan dengan amat jelas AjaranNya.
Kerena itu Yang Mulia,
saya berlindung kepada Buddha, Dhamma (Ajaran), dan kepada Sangha (Pasamuan Para Bhikkhu).
Semoga Yang Maha Sempurna menerima saya mulai sekarang sebagai pengikutMu."
Ia menjadi upasaka pertama yang berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Mendengar penjelasan yang diberikan kepada ayahnya, Yasa mencapai Tingkat Kesucian
Tertinggi, menjadi Arahat. Sesudah itu, Sang Buddha menjadikan Yasa dapat terlihat oleh ayahnya.
Dengan segera, jutawan itu dapat melihat anaknya yang sedang duduk di sana dan berkata:
"Anakku, Yasa, ibumu menangis terus menerus memikirkanmu.
Maukah kamu menyelamatkan hidupnya?"
Yasa lalu melihat Sang Buddha, yang menjelaskan kepada ayahnya bahwa
anaknya sekarang telah terbebas dari semua belenggu,
dan bertanya apakah Yasa harus meneruskan kehidupannya sebagai perumah tangga.
Jutawan itu menolak menjawab, dan mengundang Sang Buddha
untuk menerima dana di rumahnya bersama dengan Yasa.
Sang Buddha menerima undangan itu dengan berdiam diri.
Setelah jutawan itu pulang, Yasa memohon kepada Sang Buddha untuk menahbiskannya
menjadi calon bhikkhu (Pabbajja) dan Penahbisan Tertinggi (Upasampada).
Kemudian Yasa menerima Penahbisan Tertinggi (Upasampada) menjadi seorang bhikkhu.
Dengan bhikkhu Yasa, sekarang terdapat tujuh Arahat di dunia ini.
Menjelang tengah hari, Sang Buddha dengan diiringi oleh Yang Mulia Yasa,
memasuki rumah jutawan itu.
Setelah Sang Buddha duduk, ibu Yasa, bersama dengan isteri Yasa,
menghampiri dan bernamaskara kepada Sang Guru dan duduk di salah satu sisi.
Sesudah menjelaskan tentang kedermawanan, kemoralan, dan sebagainya,
Sang Buddha menjelaskan kepada mereka tentang Empat Kesunyataan Mulia.
Mereka mengerti dengan baik apa yang Sang Buddha jelaskan,
dan menyatakan untuk berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Keduanya mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna),
menjadi upasika-upasika pertama yang berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ayah, ibu, dan isteri Yang Mulia Yasa menjamu Sang Buddha dan Yang Mulia Yasa
dengan makanan dan minuman yang enak.
Sang Buddha dilayani dengan penuh bakti,
sesudah itu Sang Guru Agung beserta Yang Mulia Yasa kembali ke Taman Rusa.
Keempat anak jutawan di Benares, bernama Vimala, Subahu, Punnaji, dan Gavampati,
yang menjadi teman Yang Mulia Yasa, mendengar bahwa temannya telah menyelamatkan hidupnya,
mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian menjadi seorang bhikkhu.
Mereka menyadari bahwa ajaran dan peraturan yang dilaksanakannya, dan penahbisan,
bukanlah masalah yang mudah dan umum.
Mereka lalu pergi ke tempat di mana Yang Mulia Yasa berada,
memberikan hormat dan duduk di salah satu sisi.
Beliau lalu membawa mereka menemui Sang Buddha dan memperkenalkan mereka
dan memohon kepada Sang Guru Agung untuk menerangkan Dhamma kepada teman-temannya.
Sesudah mendengarkan Ajaran yang Sang Buddha babarkan kepada mereka,
tentang Empat Kesunyataan Mulia yang mereka segera mengerti,
mereka memohon untuk ditahbiskan menjadi bhikkhu kepada Sang Buddha.
Sang Buddha lalu menahbiskan mereka dan menjelaskan kepada mereka peraturan-peraturan lainnya.
Mereka kemudian menjadi Arahat, sehingga pada saat itu terdapat sebelas Arahat.
Kemudian, kelima puluh teman-teman Yang Mulia Yasa,
yang berasal dari keluarga-keluarga terkemuka di berbagai daerah,
menemui Yang Mulia Yasa dan mereka lalu diperkenalkan kepada Sang Buddha.
Setelah mendengarkan Dhamma, mereka semua lalu menerima Penahbisan Tertinggi,
menjadi anggota Sangha dan mencapai Tingkat Kesucian Tertinggi, menjadi Arahat.
Sekarang jumlah Arahat di dunia ini semuanya berjumlah enam puluh satu, termasuk Sang Buddha sendiri.
Sumber :
* Sang Buddha Pelindungku V
* website Buddhis Samaggi Phala, http://www.samaggi-phala.or.id/