Cari Blog Ini

14 April 2011

Anak Yang Memiliki Keyakinan pada Sang Triratna

Disebutkan dalam kisah itu, pada suatu pagi Sang Buddha
sedang mengembangkan kemampuan batin melalui meditasi.
Beliau melihat dengan kekuatan batinNya
seorang anak yang sedang terbaring lemah di beranda rumah
karena ia sakit parah.

Sang Buddha mengetahui bahwa anak tersebut akan meninggal dunia pada hari itu juga. .
Anak tersebut mempunyai pikiran yang kurang bahagia akibat kekikiran ayahnya.
Anak ini sakit badan dengan pikiran menderita.
Apabila kondisi pikirannya dibiarkan seperti itu,
maka ketika ia meninggal dunia,
anak ini akan segera terlahir di alam menderita sesuai dengan pikiran buruk yang ia miliki saat ini.


Menyaksikan kondisi tersebut, batin Sang Buddha dipenuhi dengan cinta kasih yang luar biasa.
Beliau segera berusaha menolong anak tersebut.
Beliau berjalan perlahan di depan rumah anak itu.

Ketika sang anak melihat Sang Buddha,
ia sangat kagum dan terpesona oleh keagungan Sang Buddha.
Anak itu sambil merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada,
ia segera mengucapkan kalimat:

"Aku berlindung kepada Buddha,
Aku berlindung kepada Dhamma,
Aku berlindung kepada Sangha".


Kalimat tersebut jika diucapkan dalam bahasa Pali adalah

Buddham Saranam Gacchami,
Dhammam Saranam Gacchami,
Sangham Saranam Gacchami .


Ketiga kalimat tersebut hingga saat ini selalu dibaca pada setiap puja bakti.
Dan, untuk menunjukkan kesungguhan tekad,
para umat Buddha biasanya mengulang kalimat tersebut sampai tiga kali,
yaitu dutiyampi (untuk kedua kalinya) dan tatiyampi (untuk ketiga kalinya).


Kembali pada kisah anak tersebut,
setelah ia mengucapkan tekad perlindungan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha,
anak itu meninggal dunia.
Ia meninggal dengan masih merenungkan keyakinannya
kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
Berbekal keyakinan pada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma dan Sangha)
itulah anak tersebut setelah meninggal dunia langsung terlahir di alam bahagia atau surga.

Pada saat anak itu meninggal dunia,
bapaknya yang kikir dan kurang baik sifatnya itu kemudian menjadi sangat sedih.
Ia terus menerus menangisi kepergian anaknya.
Sampai pada suatu saat,
datanglah seorang anak yang memiliki tinggi badan mirip dengan anaknya sendiri.
Ia ikut menangis keras-keras disamping ayah yang sedang bersedih tersebut.
Tangisan yang sedemikian keras membuat si ayah bertanya-tanya dalam batin.
Ia ingin mengetahui penyebab kesedihan anak yang sebaya
dengan anaknya yang baru saja meninggal tersebut.

Ayah yang telah kehilangan anak itu
kemudian bertanya kepada anak yang sedang menangis keras tersebut,

"Nak, apakah yang engkau tangisi sehingga engkau sangat sedih seperti ini?".

Anak itu menjawab :

"Saya sedih karena saya tidak mempunyai roda untuk kereta main saya." 

Sang ayah yang sedang berkabung itu karena ingat anaknya sendiri,
ia kemudian berkata,

"Kalau hanya ingin sepasang roda kereta mainan,
maka tentu saya akan bisa memberikannya.
Melihat dirimu, saya jadi teringat anakku yang sebaya usia denganmu."

Anak itu kemudian melanjutkan pembicaraannya,

"Namun, roda kereta mainan saya pada bagian kanan adalah matahari
dan roda kereta saya pada bagian kiri adalah bulan."

Sangat kaget orangtua ini mendengar permintaan yang sedemikian anehnya.
Ia kemudian berkata,

"Kalau demikian halnya, engkau tidak usah menangis lagi
karena keinginanmu tidak mungkin dapat dicapai."

Sang anak menjawab,

"Lebih tidak mungkin mana,
ketika saya menangisi bulan dan matahari yang masih tampak di langit
dengan seseorang yang menangisi mereka yang sudah meninggal
dan sudah tidak tampak lagi di depan mata ?"

Sang ayah terhenyak dan kemudian bertanya,

"Siapakah engkau?".

"Saya adalah anakmu, ayah. Saya sekarang telah terlahir di alam surga.
Saya berbahagia
karena sebelum meninggal dunia saya sudah memiliki keyakinan
kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
Karena itu, ayah jangan lagi bersedih atas kematian saya."

Ternyata, anak yang meninggal karena sakit tersebut kini telah terlahir di surga.
Ia kemudian ingin menyadarkan ayahnya dari kesedihan yang tidak ada gunanya.
Dari pertemuan dengan anaknya itulah
sang ayah akhirnya sadar akan manfaat serta kekuatan
keyakinan pada Buddha, Dhamma dan Sangha.


Sumber:
* http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/dhamma-untuk-anak/