Seperti kisah sebelumnya, Bodhisatta mengulangi syair berikut ini :
Jangan bertindak keterlaluan,
belajarlah untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebihan ;
Karena meniup terompet secara berlebihan
menyebabkan kehilangan atas apa yang (tadi) diperoleh dari meniup terompet.
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan dan menjelaskan
tentang kelahiran tersebut dengan berkata,
"Bhikkhu yang selalu bertindak sesuka hati ini adalah Ayah di masa itu,
dan Saya sendiri adalah Anak Lelaki tersebut."
* * * * *
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana,
mengenai seorang Bhikkhu lain yang juga merupakan Orang yang bertindak sesuka hatinya.
* * * * *
Sekali waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
Bodhisatta terlahir sebagai seorang Peniup terompet yang pergi ke Benares
bersama Ayahnya dalam suatu pesta rakyat.
Di sana ia mendapatkan sejumlah uang dengan meniup terompet,
kemudian memulai perjalanan pulang kembali ke rumahnya.
Dalam perjalanan melewati sebuah hutan yang dikuasai oleh Para Perampok,
ia memperingati Ayahnya untuk tidak meniup terompet lagi,
namun Orang tua itu berpikir ia lebih tahu bagaimana cara menjauhkan Para Perampok,
ia meniup terompet sekuat tenaga tanpa berhenti.
Karena itu, sama dengan kisah sebelum ini,
Para Perampok kembali lagi dan merampas uang mereka.
Seperti kisah sebelumnya, Bodhisatta mengulangi syair berikut ini :
Jangan bertindak keterlaluan,
belajarlah untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebihan ;
Karena meniup terompet secara berlebihan
menyebabkan kehilangan atas apa yang (tadi) diperoleh dari meniup terompet.
* * * * *
Setelah uraian-Nya berakhir, Sang Guru mempertautkan dan menjelaskan
tentang kelahiran tersebut dengan berkata,
"Bhikkhu yang selalu bertindak sesuka hati ini adalah Ayah di masa itu,
dan Saya sendiri adalah Anak Lelaki tersebut."
Sumber:
* Indonesia Tipitaka Center
* http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/samkhadhamana-jataka/