Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru sewaktu berdiam di Jetavana
tentang dua Orang yang bertengkar.
Cerita pembukanya telah dikemukakan di dalam Uraga-Jātaka 39.
Di sini, seperti sebelumnya, kata Sang Guru,
"Ini bukan untuk pertama kalinya, Para Bhikkhu,
kedua Bangsawan ini telah didamaikan oleh diri-Ku;
Sebelumnya, Aku juga mendamaikan mereka."
Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
* * * * *
Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares,
Bodhisatta terlahir di sebuah Desa sebagai salah satu anggota Keluarga Brahmana.
Ketika beranjak dewasa, [53] dia dididik di Takkasilā;
kemudian, meninggalkan kehidupan duniawi;
dia menjadi seorang Petapa, mengembangkan kesaktian, pencapaian meditasi,
dan berdiam di daerah Pegunungan Himalaya,
hidup dengan memakan akar-akaran dan buah-buahan yang dikumpulkannya dalam pengembaraannya.
* * *
Di akhir perjalanan ke tempat terpencilnya,
hidup seekor musang di sebuah gundukan rumah semut;
dan tidak jauh dari sana, hidup seekor ular di sebuah pohon berlubang.
Mereka berdua, ular dan musang, tidak henti-hentinya bertengkar.
Bodhisatta memberikan wejangan kepada mereka
tentang keburukan dari pertengkaran dan kebaikan dari kedamaian,
dan mendamaikan mereka, kemudian berkata,
"Kalian harus menghentikan pertengkaran ini dan hidup berdamai."
* * *
Ketika ular berada di luar, musang di ujung jalan berbaring
dengan kepala berada di luar gundukan rumah semut, mulutnya terbuka,
dan kemudian jatuh tertidur, bernapas dengan dengusan yang kuat.
Bodhisatta melihat dia tertidur di sana, dan sambil bertanya kepadanya,
"Mengapa, apa yang Anda takutkan ?" mengulangi bait pertama berikut :
Wahai makhluk, musuhmu sejak dari telur,
sekarang sebagai seorang Sahabat sejati telah terjalin:
Mengapa tidur di sana dengan semua gigimu terpampang ?
Apakah yang Anda takutkan ?
"Tuan," kata musang,
"Jangan pernah meremehkan seorang mantan musuh, tetaplah selalu waspada terhadapnya":
dan dia mengulangi bait kedua:
Jangan pernah meremehkan seorang musuh
dan jangan pernah memercayai seorang Teman:
Ketakutan yang bersemi dari sesuatu yang tidak ditakutkan
akan menghancurkan dan menghabisi.
* * *
[54] "Jangan takut," balas Bodhisatta,
"Saya telah membujuk ular untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat menyakitimu;
jangan tidak percaya lagi kepadanya."
Dengan saran ini, dia melanjutkan kehidupannya dengan mengembangkan kediaman luhur,
dan kemudian terlahir kembali di Alam Brahma.
Dan yang satunya lagi juga meninggal, menerima hasil sesuai dengan perbuatannya.
* * * * *
Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka :
"Pada masa itu, kedua Bangsawan adalah sang ular dan sang musang,
dan Aku sendiri adalah Sang Petapa."
* * * * *
Catatan kaki :
[39] No. 154.
Sumber:
* Indonesia Tipitaka Center
* http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/nakula-jataka/