Cari Blog Ini

26 Maret 2012

Buang-Buang Waktu

Saya ingat ada seorang biksu muda bertahun-tahun yang lalu.
Ia selalu kesulitan dalam bermeditasi.
Anda tahu bagaimana rasanya,
ketika sebagian dari Anda pulang ke rumah,
bergegas ke wihara hari Jumat malam,
lalu bermeditasi setengah jam,
Anda tertidur atau memikirkan ratusan macam urusan,
atau kaki Anda sakit, punggung Anda nyeri,
lalu batin Anda akan terusik dan mengembara,
"Ngapain aku disini? Aku seharusnya di kasurku, nonton film…"

Dan jika Anda adalah seorang biksu, Anda tidak bisa menonton film,
Anda harus duduk disana.
Anda tidak punya pilihan lian.
Biksu malang ini, setiap petang ia harus duduk bermeditasi selama dua jam,
dan itu betul-betul menyakitkan.
Kadang batinnya berkeliaran kemana-mana,
namun suatu hari ia duduk selama dua jam tanpa masalah sama sekali,
tubuhnya tak merasa sakit,
karena… bukannya mengamati napas, ia malah melamunkan fantasi lainnya.

Ia mengatakan bahwa ia tidak merasakan sensasi tubuhnya,
ia begitu merasa nikmat.
Sungguh mengagumkan katanya,
bagaimana menit-menit bergulir begitu cepat, dan dua jam pun berlalu.
Masalahnya: hati-hatilah ketika Anda melakukan itu,
sebab beberapa guru bisa membaca pikiran Anda.
Biksu malang ini pun memiliki guru seperti itu.
Tentu saja setelah dua jam selesai,
guru itu langsung mendatanginya,
"Astaga, ia tahu!" pikir biksu muda ini.

Jika Anda seorang guru,
dan Anda punya murid yang telah melakukan perbuatan itu
dan ingin menolongnya,
apa yang akan Anda perbuat?
Bagaimana tanggapan Anda dan bagaimana secara spiritual
mengarahkan siswa Anda supaya bisa menunjukkan kekeliruan tanpa mencelanya ?

Guru ini, ketika mendekati biksu muda dari Barat ini, hanya berkata,
"Kamu baru saja buang-buang waktu."
Itu saja dan ia pergi.

Sungguh pengajaran yang luar biasa.
Bukan celaan.
Ia tidak mengatakan bahwa Anda bodoh, atau Anda orang jahat,
atau biksu jahat, atau Anda telah menyia-nyiakan hidup,
namun langsung ke jantung masalah,

"Kamu baru saja buang-buang waktu."

Sungguh menakjubkan bagaimana guru-guru spiritual
seperti itu tidak melukai atau mencela siswa mereka,
namun mengajari dan mendorong mereka.


Sumber:
Buku : Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3
Oleh : Ajahn Brahm
Penerbit : Awareness Publication
Hal.279-280