Cari Blog Ini

26 Maret 2012

Keledai dalam Sumur

Jika Anda adalah figur publik, cepat atau lambat pers
akan menguntit di belakang Anda dan memberi Anda banyak kesulitan.
Saya menuturkan cerita ini kepada Presiden Sri Lanka dan beliau menyukainya.

Suatu ketika ada seekor keledai yang sedang menjelajahi hutan dengan riang,
sibuk dengan kesenangannya sendiri,
mengunyah dedaunan, menikmati keindahan hutan.

Ada sebuah sumur tua di tengah hutan dan keledai itu terperosok kedalamnya.
Untungnya sumur itu kering dan tidak begitu dalam,
jadi keledai itu tidak mengalami patah tulang.
Namun ia berada di dasar sumur itu dan Anda tahu, keledai tak bisa memanjat.
Jadi, bagaimana ia bisa keluar dari sana?

Ia melakukan satu-satunya hal yang bisa diperbuatnya,
ia menjerit minta tolong, "EO! EEOO! EEOOO!"
Ia telah menjerit begitu lama
sampai seorang petani mendengar suara aneh dari dalam hutan,
suara seperti keledai dari dalam tanah.
Suara itu memancing rasa ingin tahunya
dan ia kemudian menemukan keledai itu di dasar sumur.
Keledai itu berpikir, "Akhirnya! Aku selamat!"

Tapi petani ini adalah orang yang sangat kejam.
Ia benci keledai, apalagi keledai yang berisik ini.
Ia berkata, "Rasakan!"

Namun petani ini berpikir bahwa ia tidak bisa membiarkan keledai ini begitu saja.
Sumur ini pun bisa jadi sumber bahaya, seseorang bisa terjadi kedalamnya.
Ia mendapat ide cemerlang untuk menyingkirkan dua masalah sekaligus.

Nah, petani itu memutuskan memotong dua wortel dengan pisau.
Ia membawa sekop dan mulai mengisi sumur itu.
Ia hendak mengubur keledai itu hidup-hidup
dengan menyekop tanah ke sekujur tubuh keledai itu.
Lalu, begitu keledai itu menyadari apa yang terjadi, ia menjerit keras,.
Ia benar-benar sedih, ia sedang dibunuh.

Namun setelah beberapa menit, keledai itu mendapat akal.
Sabar… Rangkul kekinian, jangan hendaki tempat lain.
Keledai itu tak bersuara, hingga petani itu berpikir,
"Ha! Sudah kukubur keledai bego itu!"

Petani itu tidak menyadari bahwa keledai itu,
setiap sekop tanah yang menimpa punggungnya,
dia menggoyang luruh tanah itu,
lalu menginjak-injaknya hingga padat,
maka dia naik satu inci lebih tinggi.


Sekop tanah berikutnya, luruhkan, injak-injak, dan seinci lebih tinggi.
Petani itu begitu sibuk menyekop tanah
hingga ia tidak menyadari sepasang telinga mulai tampak di mulut sumur.

Ketika pijakan keledai itu sudah cukup tinggi,
ia melompat keluar dari sumur,
dan konon ia menggigit bokong petani itu,
baru melarikan diri.

Saya menceritakan ini kepada Presiden Sri Lanka seraya menambahkan,
"Nah, jika orang-orang menyekop tanah ke sekujur tubuh Anda,
cukup goyang-goyang, luruhkan, injak,
dan Anda seinci lebih tinggi."

Bukankah luar biasa, jika pasangan Anda mengomeli Anda,
lalu Anda meluruhkannya, menginjak-injak, dan Anda seinci lebih tinggi.

Anda tidak perlu harus menjadi negatif
mengenai hal-hal seperti itu dalam hidup Anda.
Apa pun yang terjadi Anda selalu bisa memanfaatkannya.
Semua ini adalah pupuk bagi hidup Anda.
Jadi, itulah mengapa kita bisa sabar, kita menunggu di kekinian,
disinilah tempat kita bisa beraksi.

Sabar, rangkullah momen kini, dan lakukan apa yang bisa Anda lakukan.

Sumber:
Buku Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2
Oleh Ajahn Brahm
Awareness Publication
Hal.256-257