“Sang Tahtagata, yang mencapai penerangan sempurna,
penuh belas kasih terhadap semua Makhluk.
Ia tidak melakukan kesalahan, tidak tersesat, tidak jatuh dalam kebingungan.
Ia Sang Bijaksana, selalu waspada, penuh perhatian.”
Tidak akan ada kebencian dalam hati seorang Buddha.
Sebaliknya, Sang Buddha yang penuh dengan cinta kasih berkata,
“Jika seseorang tidak memaafkan kepada mereka yang mengakui kesalahan,
marah dalam hati, cenderung membenci,
maka Ia dengan kuat memendam permusuhan.
Dalam permusuhan itu, Aku tidak bergembira, karena itu,
Aku memaafkan kalian.”
* * * * *
Ketika Sang Buddha menetap di Hutan Jeta, di Taman Anathapindika,
datanglah beberapa Dewa.
Mereka datang pada malam hari sehingga menerangi seluruh hutan.
Mereka mendatangi Sang Buddha dan berdiri di Angkasa dengan sikap sombong.
Mereka menyangka
bahwa Sang Buddha adalah Orang yang hidup tidak sesuai dengan yang diajarkan kepada Murid-muridnya.
* * *
Mereka berusaha mencari kesalahan Sang Buddha.
Sambil melayang, salah satu Dewa berkata,
“Jika seseorang menunjukkan dirinya dalam suatu cara,
sedangkan sesungguhnya Ia adalah kebalikannya.”
Dewa lainnya melanjutkan dengan berkata,
“Seseorang seharusnya mengatakan sesuai dengan apa yang akan dilakukan.
Jangan melakukan apa yang tidak Ia lakukan.
Para Bijaksana dengan jelas melihat Orang yang tidak mempraktikkan apa yang ia kerjakan.”
* * *
Sang Buddha berkata,
“Bukan hanya dengan ucapan dan juga bukan dengan mendengarkan,
seseorang memperoleh kemajuan dalam jalan praktik yang kokoh ini,
yang dengan jalan tersebut para bijaksana,
para meditator terbebas dari belenggu kejahatan.”
“Sesungguhnya, para bijaksana tidak berpura-pura
karena mereka telah memahami dunia ini.
Dengan pengetahuan tertinggi para bijaksana terpuaskan :
Mereka telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia.”
* * *
Kemudian, para dewa tersebut menyadari
bahwa mereka telah salah karena mencari kesalahan Sang Buddha.
Mereka turun ke tanah dan bersujud kepada Sang Buddha
dan meminta maaf atas kesalahan mereka.
Sang Buddha hanya tersenyum.
Dewa tersebut masih berusaha mencari celah untuk menemukan kesalahan Buddha
sehingga mereka langsung naik ke Angkasa.
Salah satu dewa berkata,
“Siapakah yang tidak melakukan kesalahan ?
“Siapakah yang tidak melakukan kesalahan ?
Siapakah yang tidak tersesat
siapa yang tidak jatuh dalam kebingungan ?
Dan siapakah yang bijaksana, selalu waspada ?”
Sang Buddha menjawab,
“Sang Tahtagata, yang mencapai penerangan sempurna,
penuh belas kasih terhadap semua makhluk.
Ia tidak melakukan kesalahan, tidak tersesat, tidak jatuh dalam kebingungan.
Ia sang bijaksana, selalu waspada, penuh perhatian.”
Tidak akan ada kebencian dalam hati seorang Buddha.
Sebaliknya,
Sang Buddha yang penuh dengan cinta kasih berkata,
“Jika seseorang tidak memaafkan kepada mereka yang mengakui kesalahan,
marah dalam hati, cenderung membenci,
maka Ia dengan kuat memendam permusuhan.
Dalam permusuhan itu, Aku tidak bergembira, karena itu,
Aku memaafkan kalian.”
Pesan Moral :
Walaupun direndahkan, dicari-cari kesalahannya,
seseorang seharusnya tetap tenang dan tersenyum lembut penuh dengan cinta kasih,
seperti Sang Buddha.
Seseorang yang menyimpan kebencian, kemarahan, permusuhan dalam hati
hanya membuat derita sendiri, membuat hati tidak bergembira.
Memaafkan akan memadamkan api derita dalam diri dan menyejukkan hati .
Perasaan akan menjadi gembira.
Sumber:
* Devatasamyutta No.35, Samyutta Nikaya I Halaman 91
( Samyutta Nikaya, terjemahan Indonesia terbitan Dhammacitta Press. )
* Berita Vimala Dharma No.142/BVD/Januari/2012, Halaman 11