Dahulu kala ada seorang Brahmana yang hendak mengadakan upacara ritual.
Ia berkata pada muridnya,
“Saya perlu perangkat piring mangkuk dari keramik untuk digunakan dalam upacara nantinya.
Pergilah ke pasar mencari seorang tukang keramik.”
Murid itu segera berangkat menuju ke rumah tukang keramik.
Kebetulan ada seseorang yang hendak menjual keramik ke pasar,
namun keramik-keramik itu dipecahkan oleh keledai
yang mengangkutnya dalam waktu sekejap saja.
Sambil menangis dan bersedih, orang itu pulang ke rumahnya.
Melihat ini, murid Brahmana itu bertanya, “Mengapa kau sangat bersedih?”
Orang itu menjawab,
“Demi menunjang kebutuhan hidup,
saya bekerja keras bertahun-tahun baru bisa menghasilkan benda-benda keramik ini.
Sebenarnya saya ingin menjualnya ke pasar,
tapi keledai ini dalam sekejap menghancurkannya.
Sebab itulah saya bersedih.”
Mendengar penjelasan ini, murid itu dengan gembira berkata,
“Keledai ini benar-benar luar biasa.
Sesuatu yang dibuat dengan waktu yang lama ternyata dalam sekejap bisa dihancurkannya.
Sekarang juga saya beli keledai ini.”
Tukang keramik juga dengan senang hati menjual keledai itu.
Setiba di rumah, sang guru bertanya,
“Kenapa kamu tidak membawa tukang keramik? Keledai ini untuk apa?”
Sang murid menjawab,
“Keledai ini lebih hebat daripada tukang keramik.
Tukang keramik perlu waktu lama untuk membuat produk keramik, namun keledai ini dalam waktu sekejab bisa
menghancurkannya.”
Sang guru seketika itu juga berkata,
“Kamu tidak memiliki kebijaksanaan.
Keledai ini dalam waktu sekejab bisa menghancurkan keramik,
tapi beri waktu 100 tahun, ia takkan bisa membuat keramik.”
* * *
Kesimpulan:
Meski menerima persembahan dana selama ratusan bahkan ribuan tahun,
alih-alih membalas budi,
justru sering merugikan orang lain dan tak pernah melakukan perbuatan yang bermanfaat.
Demikianlah orang yang tidak mengenal balas budi.
Sumber:
Sinar Dharma Volume 5 No.3 | Asadha 2551 BE
September - November 2007