Cari Blog Ini

14 Januari 2014

Buddha Amitabha Menyelamatkan Keluarganya

Diambil Dari Kisah Nyata Hukum Karma Masa Kontemporer - Seri Ketiga, oleh Guo Hong

Kisah 1 : 
~ Tiba-tiba, dia mendengar seorang Teman yang beragama Buddha berkata, "Sehari-hari-nya harus banyak melafalkan 'Namo Buddha Amitabha', kekuatan Ikrar Buddha Amitabha sangatlah luar biasa." "Ya, betul, ya, betul, lafalkan nama Buddha Amitabha, lafalkan nama Buddha Amitabha." Xiao Huang tak memperdulikan rasa malu segera bersujud di depan pintu ruang operasi, ke-dua tangan ber-anjali setulus hati melafalkan "Namo Buddha Amitabha" dengan suara yang lantang, memohon kekuatan Buddha untuk menolong Ibu tercinta. Pasien dan Dokter yang berlalu lalang melihat-nya dengan pandangan yang aneh, sambil menunjuk-nunjuk dengan mereka membicarakan perilaku Xiao Huang, namun Xiao Huang sedikit pun tidak terpengaruh, waktu itu dalam hati-nya hanya ada Buddha Amitabha. Dengan berkonsentrasi sepenuh hati memohon kekuatan Buddha memberkati Ibu-nya. Bagi-nya, ini adalah satu-satu-nya harapan.~ 

Kisah 2 :
~ Setelah peristiwa itu, Bibi Chen memberitahu saya : tepat ketika sepeda itu menabrak-nya, dia merasa di belakang punggung-nya ada sebuah papan besi yang melindungi-nya, sebab itulah dia sedikit pun tidak merasa sakit, dia sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Saya katakan," itu karena Anda taat menjalankan Sila, juga giat belajar Buddha Dharma, sebab itulah Pelindung Dharma Bodhisattva Veda datang membantu Anda menetralisir bencana, memunculkan papan besi menghalangi sepeda itu agar Anda tidak terluka karena-nya." ~

* * * * * * * * * * 

KISAH 1 : 

Huang Ting adalah seorang remaja Putri yang bernasib malang, ke-dua Orangtua-nya bercerai ketika dia masih kecil. Dia lalu hidup bersama Ayah dan Ibu tiri-nya. Ibu tiri-nya adalah seorang pemarah, sedikit-sedikit langsung memarahi-nya, juga sering kali memukuli-nya, hal ini menimbulkan bayang-bayang gelap 
bagi diri-nya yang masih kecil. 

Karena tidak tahan menghadapi derita ini, Xiao Huang minggat dari rumah Ayah-nya, lalu tinggal bersama Ibu kandung-nya. Ibu kandung-nya bermata pencaharian sebagai penjual daging ayam panggang dan bebek panggang, sebuah bidang mata pencaharian yang sangat erat dengan pembunuhan makhluk hidup. Ini adalah benih timbulnya bencana di kemudian hari. 

Beberapa tahun pertama, toko Ibu-nya sangat laris, keuntungan yang diperoleh cukup menghidupi Ibu dan Putri ini. Lalu seiring dengan kebijakan reformasi politik pintu terbuka, Ibu dan Putri ini yang merasa kurang puas dengan usaha mereka, berpindah ke Qingdao bekerja di sebuah perusahaan Taiwan. 

* * * 

Bekerja di Qingdao, bagi Xiao Huang adalah sebuah keberuntungan. Namun "menikmati keberuntungan adalah mengikis keberuntungan". Ketika diri sendiri sedang dinaungi keberuntungan namun tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi Orang lain dengan berbuat bajik memupuk benih keberuntungan yang baru, maka keberuntungan yang dinikmati saat itu akan segera berakhir

Xiao Huang setiap hari-nya hanya bekerja selama 2 jam, lalu setelah itu mendampingi Bos-nya menjamu para relasi bisnis bersama-sama menikmati minuman teh, ngobrol, makan sea food di restoran mewah, bernyanyi di KTV, ataupun berdansa. Menjalani kehidupan glamor ini, hati nurani-nya mengalami guncangan, dia berharap secepat mungkin menemukan pria idaman yang bisa memberikannya kenikmatan materi seperti itu. 

Di antara para relasi bisnis itu, Xiao Huang mengenal seorang pemuda bernama Li Hao. Li Hao memperkenalkan diri berasal dari Keluarga terkemuka, kepribadian dan perilaku-nya berbeda dengan Orang pada umum-nya, hal ini meluruhkan hati Huang Ting yang baru berumur 21 tahun. Selanjutnya mereka berdua mulai berpacaran, tetapi belum setengah tahun, tabiat Li Hao yang sebenarnya mulai tertampak jelas suka berjudi, dia menghabiskan seluruh tabungan-nya untuk berjudi, juga sering kali meminjam uang dari Keluarga-nya. Kalau tidak ada yang meminjami-nya, maka dia meminta uang dari Xiao Huang yang polos. 

* * * 

Hari itu, Li Hao lagi-lagi menelepon meminjam uang. Xiao Huang menasehatinya agar berhenti dari berjudi. Tetapi Li Hao bersikeras, dengan memelas dia berucap, "Aku akan berubah, aku pasti berubah, tolong pinjami aku untuk terakhir kali-nya". Luruh-lah hati Xiao Huang, dia membawa enam bulan tabungan-nya ke asrama tempat tinggal Li Hao. Di dalam asrama, Li Hao sedang minum arak sendirian. Begitu melihat Xiao Huang, dia sangat gembira, dalam keadaan setengah mabuk dia memegang tangan Xiao Huang. Xiao Huang meletakkan uang yang dibawa-nya. Dia sebenarnya ingin menasehati Li Hao agar segera berubah, namun tak dinyana, pengaruh arak membangkitkan nafsu hewani Li Hao, demikianlah Xiao Huang yang lugu itu kehilangan kesucian-nya. Sebulan setelah berpisah dengan Li Hao, Xiao Huang mendapati diri-nya hamil. Demi merahasiakan hal ini dari Ibu dan rekan-rekan kerja-nya, dia mengambil cuti pulang ke kampung halaman. "Aku tidak menginginkan Anak ini, aku tidak menginginkan Anak ini", pikiran ini terus berkecamuk dalam benak-nya. Akhir-nya, demi pertimbangan norma-norma sosial dan beban berat yang tidak bisa ditanggung-nya, dia menggugurkan kandungan-nya. Proses abortus ini sangat menyakitkan, dia harus menanggung rasa sakit selama beberapa jam. 

* * *

"Bencana dan keberuntungan itu tidak berpintu, semuanya berasal dari perbuatan diri sendiri. Buah karma baik dan buruk, bagaikan bayangan mengikuti diri kita." Tiga hari setelah abortus, datang sebuah berita buruk, Ibu Xiao Huang mengalami kecelakaan, kepala-nya mengalami benturan yang sangat berat, terus berdarah dan dalam kondisi sangat kritis. Bagi gadis bertubuh kecil mungil ini, peristiwa ini adalah musibah yang memperparah penderitaan-nya. Atas bantuan Teman, akhirnya ada sebuah rumah sakit yang bersedia menolong Ibu-nya. Dokter berkata, "Orang ini tidak tertolong, anggota Keluarga harap mempersiapkan diri melakukan proses pemakaman." 

Mengetahui bahwa Ibu-nya mengalami kecelakaan, Xiao Huang yang penat lahir batin, secepatnya menuju rumah sakit. Saat itu Ibu-nya masih sedang dalam proses operasi yang telah berlangsung selama lebih dari 5 jam. Dengan sangat sedih Xiao Huang menyalahkan diri-nya sendiri, "Mama, jangan meninggalkan diri-ku, karena perbuatan buruk yang ku-lakukan maka Mama mengalami kecelakaan. Aku bersalah, aku bersalah, ... apa yang harus ku-lakukan, apa yang harus kulakukan ?"

* * *

Tiba-tiba, dia mendengar seorang Teman yang beragama Buddha berkata, "Sehari-hari-nya harus banyak melafalkan 'Namo Buddha Amitabha', kekuatan Ikrar Buddha Amitabha sangatlah luar biasa." "Ya, betul, ya, betul, lafalkan nama Buddha Amitabha, lafalkan nama Buddha Amitabha." Xiao Huang tak memperdulikan rasa malu segera bersujud di depan pintu ruang operasi, ke-dua tangan ber-anjali setulus hati melafalkan "Namo Buddha Amitabha" dengan suara yang lantang, memohon kekuatan Buddha untuk menolong Ibu tercinta. Pasien dan Dokter yang berlalu lalang melihat-nya dengan pandangan yang aneh, sambil menunjuk-nunjuk dengan mereka membicarakan perilaku Xiao Huang, namun Xiao Huang sedikit pun tidak terpengaruh, waktu itu dalam hati-nya hanya ada Buddha Amitabha. Dengan berkonsentrasi sepenuh hati memohon kekuatan Buddha memberkati Ibu-nya. Bagi-nya, ini adalah satu-satu-nya harapan. 

* * *

Sutra Ikrar Bodhisattva Ksitigarbha mengatakan, "Jika ada Orang menjelang kematian-nya, Para Sanak Saudara-nya, meskipun hanya satu Orang saja, demi Orang yang sakit itu melafalkan nama seorang Buddha dengan suara lantang, maka Orang yang akan meninggal itu, perkecualian bagi lima kejahatan besar, semua buah karma buruk-nya akan terhapuskan." Buah Kebajikan pelafalan nama Buddha sangat-lah menakjubkan, Buddha Dharma adalah Kebenaran sejati. Ibu Xiao Huang yang menurut Dokter tidak ada harapan ternyata secara mukjizat tetap bisa bertahan hidup. 

* * *

Setelah mengalami musibah itu, Ibu dan Putri ini mulai menapakkan kaki di jalan Buddha Dharma. Mereka menjadi vegetarian, melakukan fangsheng, sering melakukan ritual penyesalan dan pertobatan, melafalkan nama Buddha dan mantra serta membaca penjelasan Sutra yang dibabarkan oleh Master Hsuan Hua. Ibu dan Putri ini berlatih dengan taat dan penuh semangat. Kondisi sang Ibu pulih dengan cepat, sebuah hal yang sulit dibayangkan, hanya dalam waktu dua bulan sudah bisa kembali melakukan aktivitas sehari-hari secara normal. Melihat pulih-nya kondisi sang Ibu, Xiao Huang semakin teguh dalam belajar Buddha Dharma. Di waktu senggang-nya, dia sepenuh hati membantu Orang-orang disekitar-nya, berbagi tentang pengalaman-nya sehingga mereka yang mendengar-nya bisa ikut tergugah, dengan harapan agar semakin banyak Orang yang mempercayai Hukum Karma (Sebab Akibat), bersedia mendengar Buddha Dharma, sesegera mungkin menjauhi kejahatan dan berbuat Kebajikan, pun agar semakin banyak Keluarga yang terbebas dari penderitaan. 


* * * * * * * * * * *


Buddha Dharma Menetralisir Bencana 

Di dalam kehidupan bermasyarakan saat kini, berulang kali terjadi banyak bencana, seperti gempa bumi, tsunami, epidemi, banjir badang, kebakaran, perang, kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya. Apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari bencana-bencana ini ?

Mahabhiseka Mantra memberitahu kita, jika kita menerima Trisarana maka akan ada 36 Raja Dewa Pelindung Dharma yang akan melindungi kita; menerima dan menjalankan Pancasila, setiap menerima satu Sila akan ada 5 Raja Dewa Pelindung Dharma yang akan melindungi, jika menerima 5 Sila maka akan ada 25 Raja Dewa Pelindung Dharma yang akan melindungi. Para Raja Dewa ini mempunyai sanak Keluarga yang jumlah-nya bagaikan pasir-pasir Sungai Gangga, semuanya juga akan melindungi praktisi Buddha Dharma. 

* * *

Caturmaharajika Deva Sutra juga mencatat : "Jika ada Orang yang rajin berlatih membina moralitas dengan giat dan tidak bermalas-malasan, Dewa Sakra dan Para Menteri-nya yang total berjumlah 33 Dewa, kesemuanya bersuka-cita. Dewa Sakra akan memberikan mandat untuk memperpanjang umur Orang itu. Dewa Sakra  mengutus beberapa Dewa Pelindung Dharma untuk melindungi Orang itu.  Jumlah Dewa Pelindung Dharma bergantung pada berapa banyak Sila yang dijalankan-nya

Jika menjalankan satu Sila maka memerintahkan 5 Dewa untuk melindungi-nya. Jika menjalankan 5 Sila secara penuh maka memerintahkan 25 Dewa untuk melindungi tempat kediaman-nya. Bencana, wabah, hal-hal jahat, dan tipu daya, kesemuanya akan sirna. Di malam hari tidur tanpa mimpi buruk. Penguasa jahat, perampok dan pencuri, banjir, api, dan bencana alam tidak akan bisa mencelakai-nya. Orang itu terbebas dari bencana dan hal-hal jahat. Ini semua adalah hasil dari praktik Empat Hati Tanpa Batas, menjalankan 5 Sila, dan 6 hari Uposatha, bagaikan air yang melimpah mampu memadamkan api yang kecil. Sebab itu, apa yang tidak bisa dimusnahkan ?"

* * * 

KISAH 2 :

Hal ini memberitahukan kepada kita, dengan berlindunga pada Triratna, giat melatih diri, dan taat menjalankan Sila,  dengan sendiri-nya akan ada Dewa Pelindung Dharma yang datang melindungi sehingga terhindar dari berbagai macam bencana dan mara bahaya. Bibi Chen adalah seorang Murid Buddha yang taat, usia-nya sekarang 72 tahun, wajah-nya berseri-seri dan penuh semangat, maka tak heran jika Orang yang melihat-nya mengatakan dia muda dan cantik, sedikit pun tidak terlihat kalau dia adalah Nenek yang telah berumur lebih dari 70 tahun. 

Namum 10 tahun sebelum ini, kondisi Bibi Chen sangat berbeda jauh dengan saat kini. Waktu itu dia adalah seorang pasien yang menderita penyakit menahun, seluruh tubuh-nya terasa sakit, mengidap berbagai penyakit organ dalam, dan mengonsumsi obat-obatan selama bertahun-tahun. Setiap kali ke rumah sakit, dia selalu merasa takut, takut kalau-kalau hasil diagnosis menunjukkan dia menderita penyakit yang baru. Pikiran-nya sangat kalut, takut menghadapi kematian, setiap hari-nya hidup dalam ketakutan. Hingga suatu hari dia pergi ke Vihara dan membawa pulang sebuah buku "Kisah Nyata Hukum Karma Masa Kontemporer". 

Sekonyong-konyong sadar-lah dia, ternyata di Dunia ini ada obat yang sangat mujarab Buddha Dharma, selain bisa menyembuhkan penyakit medis maupun nonmedis, pun bisa membahagiakan semua makhluk hidup. Sejak itu-lah Bibi Chen mulai mempelajari Buddha Dharma : vegetarian, bertobat atas perbuatan buruk yang pernah dilakukan, membaca Sutra, mencetak Sutra, dan fangsheng. Demikianlah selama setahun lebih dia melakukan hal-hal bajik yang sesuai dengan Dharma, tubuh-nya pun sehari demi sehari menjadi sehat. Lalu terjadi-lah sebuah mukjizat di tahun ke-dua setelah dia  belajar Buddha Dharma. 

* * * 

Suatu sore dia berjalan bersama seorang Keponakan Wanita di trotoar di pinggir sebuah taman kota. Ketika tiba di tikungan, dari arah belakang tiba-tiba muncul sebuah sepeda dan langsung menabrak Bibi Chen. Aneh-nya, setelah menabrak Bibi Chen, sepeda itu seperti berpegas, mengeluarkan bunyi keras "beng", lalu sepeda dan pengendara-nya terlempar 10 meter jauh-nya dan jatuh ke dalam sungai di sebelah kiri jalan. 

"Aduh ! Bibi Chen, Anda tidak apa-apa, luka berat-kah ??". Keponakan-nya bertanya dengan penuh kecemasan. "Tidak apa-apa, aku sedikit pun tidak merasa sakit." Bibi Chen menjawab sambil tersenyum. 

"Tidak mungkin ! Sepeda itu jelas-jelas menabrak Bibi, aku antar ke rumah sakit!". "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, tidak perlu ke rumah sakit." 

Ketika mereka ber-dua sedang berbicara, pengendara sepeda memanjat keluar dari sungai, lalu dengan marah menunjuk Bibi Chen dari kejauhan, "Kamu ini Nenek tua, berani-berani-nya menabrak sepeda-ku...". "Jangan asal ngomong, jelas-jelas kamu yang menabrak Bibi ini, lalu terlempar ke dalam sungai, kami semua menyaksikan-nya." Orang-orang yang melihat kejadian ini mengerumuni dan memarahi pengendara sepeda itu. Orang itu tidak berani berbicara lebih lanjut, dengan muka cemberut berjalan pergi sambil mendorong sepeda-nya yang ringsek tidak karuan. 

"Bibi, tetap harus ke rumah sakit untuk cek, kami semua menyaksikan sepeda itu menabrak Bibi, lebih baik cek ke rumah sakit, daripada ada apa-apa nanti-nya." Beberapa Orang yang berkerumun dengan baik hati menasehati Bibi Chen. 

Bibi Chen lalu ke rumah sakit untuk melakukan cek keseluruhan. Hasil-nya, selain bagian punggung yang menyisakan bekas tertabrak, semuanya dalam kondisi normal, tidak ada masalah sedikit pun. Keponakan yang mendampingi-nya merasa sangat heran. 

* * *

Setelah peristiwa itu, Bibi Chen memberitahu saya : tepat ketika sepeda itu menabrak-nya, dia merasa di belakang punggung-nya ada sebuah papan besi yang melindungi-nya, sebab itulah dia sedikit pun tidak merasa sakit, dia sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Saya katakan," itu karena Anda taat menjalankan Sila, juga giat belajar Buddha Dharma, sebab itulah Pelindung Dharma Bodhisattva Veda datang membantu Anda menetralisir bencana, memunculkan papan besi menghalangi sepeda itu agar Anda tidak terluka karena-nya."

* * * 

Demikian-lah betapa menakjubkan kekuatan Buddha Dharma itu. Bagi Umat Buddha yang taat menjalankan Sila, ketika menghadapi mara bahaya, dengan sendiri-nya hanya menuai penderitaan yang ringan akibat dari perbuatan jahat berat yang pernah dilakukan-nya, atau bahkan bencana itu berbalik menjadi keberuntungan. 

* * *


Tambahan : Mengapa ada Orang yang yang giat belajar Buddhisme, tetapi tetap saja tertimpa bencana ?

Ini karena sebelum belajar Buddhisme, buah karma buruk seperti membunuh, mencuri, berzinah, dan lain sebagai-nya, yang dilakukan-nya dalam kehidupan saat kini atau dalam kehidupan lampau, telah masak dan berbuah saat ini juga. Tetapi jika setelah belajar Buddhisme berkenan untuk bertobat secara tulus, tidak lagi berbuat jahat dan senantiasa berbuat bajik, menjalankan Sila dan giat berlatih diri, maka bencana itu akan bisa ternetralisir. Atau mungkin tetap menuai buah karma buruk, tetapi dalam porsi yang ringan, ini adalah proses "pelunasan" karma masa lalu. 


Di dalam Sutra Intan, Buddha menjelaskan tentang filosofi menabur benih perbuatan jahat yang berat namun menuai buah akibat yang ringan : 

"Putra dan Putri yang bajik, Orang yang yakin, mempraktikkan, dan melafalkan Sutra ini, jika mendapat celaan dari Orang lain, ini adalah karena Orang itu dalam kehidupan sebelum-nya telah melakukan perbuatan jahat yang sangat berat dan seharusnya terperosok ke tiga Alam menderita, namun karena dalam kehidupan masa kini mendapat celaan dari Orang lain, maka karma buruk yang dilakukan-nya dalam kehidupan masa lampau  sirna-lah sudah. Pun pasti mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.



Sumber : 
Majalah Sinar Dharma Edisi 30 Volume 10 / 2557 BE Tahun 2013 
Bagian Pengalaman Dharma
Halaman 86 - 91