“Apakah kalian berdua akan dapat menerima keputusan saya ?”.
Setelah kedua-duanya sudah memegang lengan dan kaki bayi tersebut,
Pertapa meminta mereka untuk saling menarik lengan dan kaki bayi tersebut.
Dengan segera bayi itu menangis kesakitan.
Ibu muda itu segera berhenti menarik dan melepaskan bayinya, ia menangis tersedu-sedu.
Ibu muda itu segera berhenti menarik dan melepaskan bayinya, ia menangis tersedu-sedu.
Kedua wanita itu menjawab :
“Ibu sejati adalah Wanita yang melepaskan Anaknya, karena ia tidak ingin menyakitinya”.
* * * * *
Pada suatu waktu,
seorang Ibu muda membawa Anaknya yang masih bayi ke tempat kolam pemandian umum.
Setibanya di sana, ia memandikan Anaknya,
memakaikan baju dan membaringkannya di tepi kolam itu.
Si Ibu muda itu juga ingin mandi.
Ia lalu turun ke kolam, Anaknya berbaring sendirian di tepi kolam.
Seorang wanita melewati jalan di tepi kolam, ketika ia melihat bayi yang sedang terbaring sendirian, ia tertarik dan berhenti, memperhatikan bayi mungil itu dengan seksama.
Melihat Ibunya yang sedang mandi, wanita itu berkata :
“Saudariku, saya senang melihat bayimu ini. Bolehkah saya memegangnya sebentar saja?”
Si Ibu muda tidak melarangnya.
Kemudian wanita itu bertanya lagi :
“Bolehkah saya menggendong bayi ini?” Ibu muda itu menjawab : “Boleh saja, silahkan”.
Wanita itu menggendong bayi itu sebentar, lalu dengan segera ia membawa Anak itu pergi.
* * *
Si Ibu muda yang melihat Anaknya dibawa pergi oleh wanita itu,
cepat- cepat keluar dari kolam dan mengejar wanita yang membawa bayinya itu.
Ibu muda itu lalu menarik tangan wanita tersebut dan meminta bayinya,
wanita itu tidak mau memberikannya, bahkan ia mengakui bahwa bayi itu Anaknya.
Sebaliknya, ia malahan menuduh Ibu muda itu mau mencuri Anaknya.
Kedua wanita itu bertengkar, memperebutkan bayi mungil itu.
Akhirnya mereka sampai di Gedung Pertemuan,
dimana Pertapa Mahaushada berada, beliau adalah Pertapa yang adil dan bijaksana.
* * *
Kedua wanita itu lalu menghadap kepada Pertapa tersebut, dan menceritakan apa yang telah terjadi.
Sesudah mendengar cerita keduanya, Pertapa itu bertanya :
“Apakah kalian berdua akan dapat menerima keputusan saya ?”.
Mereka menjawab : “Ya, Tuanku”.
Pertapa itu lalu membuat sebuah garis lurus di tengah ruangan.
Ia lalu membaringkan bayi itu di tengah-tengah garis tersebut.
Ia lalu meminta kedua wanita itu berdiri, yang satu di kepala si bayi dan lainnya di kaki si bayi.
Kemudian ia meminta kedua wanita itu mengangkat bayi tersebut,
Wanita itu memegang kaki si bayi, dan Ibu muda itu diminta untuk memegang lengan bayinya.
Setelah kedua-duanya sudah memegang lengan dan kaki bayi tersebut,
Pertapa meminta mereka untuk saling menarik lengan dan kaki bayi tersebut.
Dengan segera bayi itu menangis kesakitan.
Ibu muda itu segera berhenti menarik dan melepaskan bayinya, ia menangis tersedu-sedu.
* * *
Pertapa Mahaushada berbalik ke kerumunan orang yang ada di ruangan gedung itu dan bertanya :
“Apakah kasih seorang Ibu
adalah kasih yang penuh dengan kelembutan terhadap Anaknya ataukah ada kasih yang lain ?”.
Mereka menjawab :
“Tentu saja, kasih seorang Ibu, adalah kasih yang penuh dengan kelembutan terhadap Anaknya”.
* * *
Pertapa itu bertanya lagi :
“Kemudian, siapakah Ibu yang sejati ?
Wanita yang melepaskannya ataukah yang menariknya dengan kencang?”.
Kedua wanita itu menjawab :
“Ibu sejati adalah Wanita yang melepaskan Anaknya, karena ia tidak ingin menyakitinya”.
* * *
Segera saja Ibu yang sejati itu mengambil Anaknya dari wanita itu,
lalu menciuminya dengan penuh kasih.
Setelah berterima kasih kepada Pertapa yang bijaksana
dan kepada orang-orang yang ada di ruangan itu, kemudian ia pergi.
Wanita yang mengambil bayi itu merasa malu dan menyadari perbuatannya yang buruk.
Ia amat menyesal.
* * *
Cerita ini menjelaskan tentang kebenaran yang abadi,
bahwa seorang Ibu tidak akan pernah menginginkan Anaknya menderita sedikitpun.
Di sini, Ibu muda itu tidak ingin melukai Anaknya
meskipun ia menghadapi kenyataan, bahwa Anaknya akan dapat diambil oleh wanita lain.
Kasih seorang Ibu adalah kasih sayang yang suci dan murni,
ia selalu menginginkan Anaknya berbahagia.
Sumber :
Sang Buddha Pelindung III Halaman 15
Dimuat di :
Majalah Buddhis - Sakya
Sakya Family
Edisi 004 – November 2009
Halaman 33