Sebuah kapal karam di tengah laut karena badai dan ombak hebat. Hanya dua
orang lelaki yang bisa menyelamatkan diri. Mereka berenang ke sebuah pulau kecil
yang gersang. Dua orang yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan.
Namun mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.
Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk
membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah.
Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut. Doa pertama mereka panjatkan, mereka memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki pertama melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya tetap kosong.
Bagaimana dengan nasib lelaki kedua? Siapa yang akhirnya menang?
Seminggu kemudian, lelaki yang pertama merasa kesepian dan memutuskan
untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam
dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan
terdampar di sisi tempat lelaki pertama itu tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal
lelaki kedua tetap saja tidak ada apa-apanya.
Segera saja, lelaki pertama ini berdoa memohon rumah, pakaian dan makanan.
Keesokan harinya, seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya.
Sedangkan lelaki yang kedua tetap saja tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, lelaki
pertama ini berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu.
Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja
lelaki pertama dan istrinya naik keatas kapal dan siap-siap untuk berlayar
meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lelaki kedua yang
tinggal di sisi pulau lainnya.
Menurutnya, memang lelaki kedua itu tidak pantas menerima berkah tersebut
karena doa-doanya tak pernah terkabulkan. Begitu kapal siap berangkat, lelaki pertama
ini mendengar suara dari langit menggema, “Hai, mengapa engkau meninggalkan
rekanmu yang ada di sisi lain pulau ini?” “Berkahku hanyalah milikku sendiri, karena
hanya doakulah yang dikabulkan,” jawab lelaki pertama ini. “Doa temanku itu tak satu
pun yang dikabulkan. Maka, ia tak pantas mendapatkan apa-apa.”
“Kau salah!” suara itu membentak membahana! “Tahukah kau bahwa rekanmu
itu hanya memiliki satu doa. Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kau
takkan mendapatkan apa-apa.”
Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang
lain? Sadarilah betapa banyak orang yang telah mengorbankan segala sesuatu demi
keberhasilan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peran orang lain. Dan janganlah
menilai seseorang/sesuatu hanya dari “yang terlihat” saja.
Sumber :
Majalah Buddhis - Sakya
Setetes Pencerahan
Edisi 004 – November 2009
Hal. 5