Mei Mei adalah seorang pelajar sekolah menengah pertama.
Di rumahnya terdapat ayah, ibu, dua kakak laki-laki dan satu adik perempuan.
Tetapi, Mei Mei tidak suka pulang ke rumah,
dia lebih sering berkeliaran di luar seorang diri.
Ayahnya yang terkena penyakit paru-paru sering kali minum arak
sampai mabuk-mabukan.
Ibunya terkena gangguan saraf ringan
dan kakak laki-lakinya yang berumur 28 tahun sama seperti ayahnya,
suka minum arak, tidak sabaran, dan gonta-ganti pekerjaan.
Sementara, kakak laki-laki keduanya memiliki kelainan mental
dan adik perempuannya adalah seorang yang lemah.
Setelah relawan Tzu Chi mengetahui kondisi keluarga Mei Mei,
maka mereka pun memutuskan untuk membantu,
dan mulai membersihkan lingkungan rumahnya yang kotor.
Pagi-pagi, relawan Tzu Chi sudah mendatangi rumah Mei Mei.
Rumah bertingkat 2 yang luasnya 66 meter persegi ini dipenuhi
dengan barang-barang bekas dan sampah di setiap sudut rumah,
sampai tembok dan tangga juga tidak kelihatan,
terlebih melihat ke dalam ruangan.
Begitu juga balkon di lantai 2 yang dipenuhi dengan kayu-kayu,
pot bunga, besi, sehingga pintu dan jendela juga tidak kelihatan.
Dalam waktu sekejap, shi bo (panggilan relawan pria di Tzu Chi-red)
telah membawa keluar seekor anjing pomeranian, 2 ekor anjing penjaga rumah,
1 ekor burung, dan 2 ekor ayam yang dikurung di dalam kandang
– setiap bulunya sudah terkelupas, lembab dan tidak bertenaga.
shi gu (panggilan relawan wanita di Tzu Chi-red) membawa ke luar
sekantong demi sekantong plastik yang telah dipenuhi dengan sampah-sampah,
yang lalu dijemput oleh shi bo dan dinaikkan ke atas mobil.
Tidak sampai beberapa menit, sebuah mobil kebersihan sudah dipenuhi
oleh sampah-sampah tersebut.
Mobil daur ulang juga mendapatkan pembagian tugas yang sama,
diambil dari tangan relawan lalu dimasukkan ke mobil daur ulang,
sehingga dalam sekejap telah tertumpuk barang-barang yang besar:
besi, baja, sepeda, kulkas, dan gerobak dagang.
Kemudian, shi gu membawa keluar sebuah kayu dari dalam rumah,
ternyata ratusan kecoak keluar dari sana dan dengan cepat berlari
di sekitar kaki, badan maupun punggung mereka.
Semua shi gu dan shi bo tidak hentinya meloncat, sambil menyebut “Amitofo”.
Melihat begitu banyaknya tikus dan kelabang yang berkeliaran,
membuat mereka tidak hanya ketakutan, tetapi juga terkejut.
Tidak sampai 1 jam, tempat tidur di kamar sudah selesai dikerjakan,
demikian pula dengan para shi gu yang sedang membersihkan lantai atas.
Sore hari sekitar pukul setengah empat,
saat tiba pada pemasangan atap seng yang terakhir,
semua orang begitu gembira melihat proses dari ada menjadi tidak ada,
lalu dari yang tidak ada menjadi ada.
Kegembiraan atas kerjasama ini dirasakan oleh hati semua orang,
karena “Bekerja dalam tim adalah sebuah kekuatan.”
Selanjutnya, para shi gu dan shi bo pun melanjutkan perundingan mengenai cara
untuk terus membantu keluarga ini.
Seperti mengatur jadwal untuk membersihkan ayah Mei Mei,
mengajari ibunya agar tidak sembarang-an me mungut sampah
dan membawanya pulang ke rumah.
Juga membantu ayah dan anak untuk tidak minum arak lagi,
terutama pada tengah malam yang setelah mabuk
selalu memencet tombol bel di setiap rumah tetangga.
Semoga melalui bantuan semua orang, di hari-hari mendatang,
mereka bisa menjaga lingkungan agar tetap bersih,
mengerti bagaimana menjalani hidup, menjaga diri sendiri,
dan tidak mengganggu orang lain.
Dalam satu hari ini, saat para shi gu dan shi bo mengerjakan tugas mereka,
para tetangga yang tadinya menutup pintu rapat-rapat,
kini karena penasaran mulai melonggokkan kepalanya.
Mereka ingin tahu siapa yang begitu tulus membantu keluarga ini.
Ternyata mereka adalah relawan Tzu Chi berseragam biru putih.
Semua orang lantas memuji ketulusan relawan Tzu Chi,
sedangkan para shi gu dan shi bo juga merasa bersyukur
dan berbahagia karena bisa bersumbangsih membantu orang lain.
Sumber :
* http://www.tzuchi.or.id/Buletin/Buletin_54.pdf
* Kumpulan Cerita Budaya Kemanusiaan Tzu Chi, Diterjemahkan oleh : Susi
* Buletin Tzu Chi No. 54 | Januari 2010, Hal. 12