Cari Blog Ini

09 Oktober 2010

Setetes Pencerahan - Menolong Kepiting

Seorang siswa Chan sedang bermeditasi di tepi sungai.
Tiba-tiba ia mendengar suara percikan air.
Ia membuka mata dan melihat seekor kepiting sungai
sedang meronta-ronta melawan seretan arus sungai.

Siswa itu mengulurkan tangan menarik kepiting itu keluar dari seretan arus
meski untuk itu ia harus merelakan tangannya tergigit sumpit kepiting.
Siswa itu kemudian meletakkan kepiting di tepi sungai dan melanjutkan meditasinya.

Lalu tak lama ia mendengar suara yang sama.
Ia membuka mata dan melihat kepiting itu terseret lagi dalam arus.
Sekali lagi ia menolongnya
dan sudah tentu sekali lagi tangannya tergigit sumpit kepiting.
Ia melanjutkan meditasi.

Sesaat kemudian ia mendengar lagi suara percikan air sungai.
Kepiting itu kembali tercebur dalam sungai dan terseret arus.
Untuk ke sekian kalinya ia mengangkatnya
dan untuk ke sekian kalinya pula tangannya tergigit.

Guru Chan yang sedang melintas melihat kejadian ini dan bertanya,

"Kau sungguh bodoh,
tidakkah kau tahu bahwa kepiting itu bisa menggigit tanganmu?"

"Tahu."

"Lalu kenapa kau masih menolongnya?"

"Menggigit adalah sifatnya, welas asih adalah sifatku.
Sifatku takkan mungkin berubah hanya karena pengaruh sifatnya.
Jalan Bodhisattva tak mengenal kata menderita dalam menolong makhluk lain."

Sekali lagi kepiting itu tercebur dalam sungai.

Siswa itu melihat tangannya yang membengkak
karena beberapa kali gigitan kepiting,
lalu melihat kepiting yang meronta-ronta dalam seretan arus sungai.
Tanpa ragu-ragu ia kembali mengulurkan tangan berusaha mengangkat kepiting itu.

Kali ini Guru Chan memberikan sebatang ranting kepadanya.
Sang siswa paham akan maksud Guru Chan itu,
ia segera mengambil ranting itu
dan menggunakannya untuk mengangkat kepiting dari dalam sungai.
Kali ini tangannya bebas dari gigitan kepiting.

Guru Chan berkata sambil tertawa,

"Welas asih adalah hal yang bajik dan benar,
tetapi welas asih juga harus disertai metode yang bijaksana."


Dalam membimbing makhluk hidup,
Bodhisattva juga harus mempelajari pintu Dharma yang tak terhingga
yang juga meliputi ilmu-ilmu keduniawian.
Menggunakan cara atau peralatan bukan berarti merendahkan makna welas asih.


Sumber :
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/Sinar%20Dharma/Sinar%20Dharma%2016.pdf
* Majalah Sinar Dharma - Kisah Zen - Hal. 73