Cari Blog Ini

09 Oktober 2010

Setetes Pencerahan - Tak Lebih Hanya Sesuap Nasi

Suatu hari dua orang pemuda yang mengalami hambatan dalam karir menghadap Shifu.
“Shifu, kami mendapat perlakuan tidak adil di perusahaan, benar-benar makan hati,
tolong beri petunjuk apa kami harus ganti pekerjaan?” Dua orang ini bertanya.

Shifu memejamkan mata, lewat sekian waktu cuma mengucapkan lima kata:
“Tak lebih hanya sesuap nasi.”
Lalu mengibaskan tangan memberi tanda kedua pemuda itu boleh meninggalkan Shifu.


Kembali ke perusahaan, salah seorang di antara mereka segera menyerahkan surat pengunduran diri,
lalu pulang ke desa untuk bercocok tanam.
Sedang yang satunya lagi tetap bekerja di perusahaan itu.

Waktu berlalu dengan cepat, dalam sekejap sepuluh tahun berlalu.
Pemuda yang pulang ke desa untuk bercocok tanam kini
menjadi pakar pertanian yang berhasil menerapkan
manajemen modern dan perbaikan kualitas mengembangkan bibit unggul.

Sedang yang tetap bekerja di perusahaan, sekarang kondisinya juga lumayan.
Ia bersabar dan tekun belajar
hingga akhirnya mendapat kepercayaan dari perusahaan,
sekarang sudah menjadi manajer.

Suatu hari kedua orang ini bertemu muka.
“Aneh! Shifu memberi kita petunjuk yang sama,
lima kata ‘tak lebih hanya sesuap nasi’.
Aku mendengarnya langsung mengerti, semua itu hanya sesuap nasi saja!
Jadi apa yang kita risaukan? Untuk apa tetap bertahan di perusahaan?
Sebab itu aku mengundurkan diri.”

Pakar pertanian lalu bertanya pada temannya,
“Kamu waktu itu kenapa tidak mendengar nasihat Shifu?”
“Aku mematuhinya!”

Manajer itu tersenyum,
“Shifu bilang ‘tak lebih hanya sesuap nasi’,
meski makan hati dan capek,
asal aku berpikir ‘semua ini hanya demi mendapatkan sesuap nasi’,
jadi tak peduli boss bilang apa, yang penting aku jangan marah,
jangan terlalu banyak menuntut, sudah cukup!
Bukankah ini maksud Shifu?”


Dua orang itu kemudian menghadap Shifu.
Saat itu Shifu sudah berusia sangat lanjut,
sambil memejamkan mata dan berdiam diri sekian waktu,
Shifu akhirnya mengucapkan lima kata,
“Tak lebih hanya sekilas pikiran.” Lalu mengibaskan tangan…


Sumber :
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/Sinar%20Dharma/Sinar%20Dharma%2022.pdf
* Majalah Sinar Dharma - Kisah Chan - Hal. 58