Cari Blog Ini

09 Oktober 2010

Setetes Pencerahan - Tentang Pandai dan Bijaksana

Pandai dan bijaksana adalah dua hal yang berbeda.

Pandai adalah suatu kemampuan untuk melangsungkan kehidupan;
sedang bijaksana adalah suatu tingkatan dalam kelangsungan hidup.

Orang pandai di dunia ini tidak banyak,
diperkirakan hanya 1 di antara 10;
sedang orang bijaksana lebih langka lagi,
diperkirakan tidak ada 1 di antara 100.




Coba lihat, bahkan Socrates,
yang diakui oleh khalayak ramai sebagai orang pandai,
menganggap dirinya tidak berpengetahuan
bila mengacu pada kriteria kebijaksanaan.

Dalam kehidupan sehari-hari,
orang yang tidak rugi adalah orang pandai;
sedang orang yang bersedia rugi adalah orang bijaksana.


Orang pandai selalu dapat melindungi dirinya
saat berinteraksi dengan orang lain.
Seperti misalnya saat berbisnis,
mereka selalu memperoleh keuntungan berlimpah
dalam setiap bisnis yang dilakukan;
sedang orang bijaksana tidak selalu mengejar
keuntungan yang tinggi dalam setiap bisnisnya,
bahkan ada kalanya bersedia melakukan bisnis yang tidak menguntungkan.


Orang pandai tahu apa yang bisa dilakukannya;
sedang orang bijaksana paham akan apa yang tidak bisa dilakukannya.


Orang pandai dapat memanfaatkan kesempatan,
tahu kapan saatnya harus mengambil;
sedang orang bijaksana tahu kapan harus melepas.


Sebab itu, mengambil adalah pandai, sedang melepas adalah bijaksana.


Orang pandai selalu menunjukkan bagian gemerlap dari dirinya,
sehingga ia terlihat menonjol;
sedang orang bijaksana membuat orang lain
menunjukkan bagian gemerlap dari diri orang itu sendiri.


Misal saat dalam pertemuan, orang pandai mulutnya sibuk,
acap kali berbincang tiada henti, itulah poci teh;
sedang orang bijaksana telinganya sibuk,
memusatkan perhatian mendengarkan orang lain, itu adalah gelas.
Air dalam poci teh pada akhirnya akan tertuang ke gelas.


Orang pandai mementingkan detail; sedang orang bijaksana mementingkan keseluruhannya.


Orang pandai banyak diliputi keresahan,
tidak bisa tidur adalah gejala yang umum,
karena orang pandai lebih sensitif daripada orang biasa;
sedang orang bijaksana jauh dari keresahan,
telah mencapai tingkatan tidak terbelenggu oleh hal-hal duniawi,
"tidak gembira karena sesuatu yang menyenangkan
yang berasal dari luar diri,
tidak sedih karena kemalangan yang menimpa diri",
sebab itu dapat makan dengan nyaman dan tidur dengan nyenyak.
Maka itu, orang pandai banyak yang mati muda,
sedang orang bijaksana banyak yang panjang usia.


Orang pandai berharap mengubah orang lain,
agar orang lain mematuhi kehendak mereka;
sedang orang bijaksana pada umumnya bersikap alamiah
tidak memaksakan kehendak.
Sebab itu, hubungan sosial orang pandai berlangsung tegang,
sedang hubungan sosial orang bijaksana lebih harmonis.


Orang pandai pada umumnya merupakan bawaan dari keturunan;
sedang orang bijaksana kebanyakan bergantung pada pelatihan diri.

Pandai dapat membuat kita memiliki lebih banyak pengetahuan,
sedang bijaksana membuat orang lebih berbudaya.


Dengan kata lain,
semakin banyak pengetahuan akan semakin pandai seseorang,
sedang semakin banyak budaya akan semakin bijaksana.


Pandai itu bergantung pada telinga dan mata,
itulah yang disebut telinga pandai mata jernih;
sedang bijaksana bergantung pada batin,
itulah yang disebut bijaksana muncul dari batin.

Ilmu pengetahuan membuat orang menjadi pandai,
sedang filsafat membuat orang menjadi bijaksana.


Pandai mendatangkan kekayaan dan kekuasaan,
sedang bijaksana membawa kebahagiaan.


Karena orang pandai umumnya memiliki ketrampilan yang mana
bila kondisinya telah matang akan berubah menjadi kekayaan dan kekuasaan.
Namun kekayaan dan kekuasaan itu tidak berbanding lurus dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan berasal dari dalam hati.


Oleh sebab itu, mencari pengetahuan cukup dengan kepandaian;
ingin terbebas dari kebodohan batin,
tidak bisa tidak harus melatih kebijaksanaan.


Zheng Banqiao (1693-1765, pelukis dan sastrawan ternama di masa Dinasti Qing), mengatakan,
"Pandai itu sulit, tapi linglung lebih sulit lagi."


Sebenarnya yang dimaksud "linglung" oleh Zheng
adalah "linglung" yang memerlukan kebijaksanaan.
Sebab itu, di balik ucapan "ada kalanya harus linglung" tersirat makna "kebijaksanaan yang sulit didapatkan".


Bahkan Socrates pun mengatakan dirinya tidak berpengetahuan,
dari sini dapat dilihat betapa sulitnya bijaksana itu!



Diterjemahkan dari artikel Mandarin "Guan Yu Cong Ming Yu Zhi Hui De Zhen Yan", karya: Ran Yongping (Xiao Ran)


Sumber :
* http://dhammacitta.org/pustaka/ezine/Sinar%20Dharma/Sinar%20Dharma%2020.pdf
* Majalah Sinar Dharma - Setetes Kebijaksanaan- Halaman 3