Bapak tua terluka di tangan dan harus dirawat di rumah sakit,
dari mulutnya terus terlontar kata-kata kasar.
Berlindung di balik wajahnya yang tegar, tersembunyi sebuah pikiran yang kusut.
"Ada seekor burung beo berwarna putih hinggap di dinding pagar halaman."
"Baiklah! Saya akan menangkapnya,"
"Tidak masalah! Ketika berusia muda dulu, saya pintar menangkap burung,"
Seusai pembicaraan singkat antara mertua dengan anak menantu perempuannya,
bapak tua berusia 70 tahun lebih ini dengan lugas
dan secepat kilat menangkap burung beo putih berbadan besar itu.
Burung beo meronta-ronta ketakutan dan meninggalkan sebuah luka cakar
di punggung tangan bapak tua.
Anak lelaki tertuanya dengan gembira membeli sebuah sangkar besar dan pakan burung,
bersiap-siap untuk memelihara burung beo itu.
Orang kampung memang lebih tangguh,
bapak tua tidak menganggap serius akan luka di punggung tangannya,
Ia hanya memetik beberapa helai daun nilam,
dikunyah-kunyah di mulut lalu ditempelkan di luka sebagai obat anti radang.
Setelah mengalami luka cakar, ia tetap bekerja dan beristirahat seperti biasa,
setiap makan malam tetap diiringi dengan segelas arak.
Belakangan anak tertuanya menemukan punggung tangan bapak ini
bengkak besar dan demam panas.
Bersama dengan anak kedua,
sang ayah segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diobati.
Keluarga bercerita panjang lebar tentang penyakit ayah mereka.
Setelah dirawat di rumah sakit beberapa hari,
bapak tua bersikeras pulang ke rumah.
Ia memasak sendiri teh rumput hijau untuk diminum,
Hasilnya bukan saja ia tetap demam, bahkan ia buang-buang air tanpa henti.
Akhirnya barulah dibawa berobat ke Rumah Sakit Tzu Chi Dalin, Taiwan.
Saat itu malam hari pukul 9 lewat,
dokter segera melakukan operasi sebagai pencegahan terjadinya infeksi pada lukanya
yang dapat menyebabkan kematian sel.
Sehari setelah operasi, bapak tua tidak bisa tenang.
Demi mencegah bapak tua mencabut selang intubasi,
juru rawat terpaksa mengikat kedua tangannya,
menyebabkan bapak tua ini terus mengeluarkan kata-kata kasar.
Relawan di rumah sakit segera datang untuk menenangkannya.
Di bawah pendampingan relawan,
kondisi kejiwaan bapak tua yang tadinya tertekan dan kacau perlahan-lahan mereda.
Ia bukan hanya meminta maaf pada juru rawat,
namun juga terus bercerita tentang kepiluan hatinya
akan hubungan dengan istrinya yang jarang diketahui orang.
Pada masa lalu, bapak tua pernah bertengkar dengan istrinya.
Sejak itu mereka tidak saling bicara.
Walaupun tinggal di dalam satu rumah, namun mereka memasak masing-masing,
bagai orang asing saja.
Sekali ini meski bapak tua masuk rumah sakit,
istrinya juga tidak pernah datang menjenguk.
Sambil bicara, tanpa terasa mata bapak tua membasah.
Bapak tua ini telah menempatkan hatinya dalam kondisi sulit untuk memaafkan orang lain.
Dari luar, sepertinya tidak ada masalah, padahal batinnya terkungkung dalam kerisauan.
Relawan membimbingnya dengan kata perenungan,
Relawan membimbingnya dengan kata perenungan,
"Marah bagai menghukum diri sendiri dengan kesalahan orang lain" dan
"Ketika anda memaafkan seseorang, siksaan dalam batin anda akan lenyap dengan sendirinya."
Relawan berharap bapak tua dapat memaafkan orang lain
dan memperlakukan dirinya sendiri dengan baik.
Orang-orang berkata,
ketika muda menjadi suami-istri, sesudah tua menjadi pendamping setia.
Ketika muda, suami-istri senasib seperjuangan,
sama-sama membesarkan anak sampai berkeluarga.
sama-sama membesarkan anak sampai berkeluarga.
Itu merupakan jalinan jodoh yang perlu dihargai.
Seharusnya suami-istri dapat hidup bersama dengan harmonis.
Relawan terus membangkitkan semangatnya, dan juga meminta putranya
untuk mengajak ibu mereka datang menjenguk ayahnya,
agar terbangun sebuah jembatan cinta kasih antara kedua orangtuanya.
Mendengar saran relawan agar melepaskan burung beo itu ke alam bebas,
putra dari bapak tua mengatakan,
burung beo itu sudah terbiasa diberi makan oleh manusia,
kalau dilepaskan ke alam bebas,
ditakutkan tidak bisa mencari makan sendiri.
Di balik perkataanya tersirat ketidakrelaan untuk melepaskan burung beo.
Dalam kehidupan sehari-hari,
bukankah kita juga sering melihat barang yang disukai, lalu ingin memilikinya?
Karena mengejar nafsu keinginan akan materi,
bukankah kita sering terkekang oleh kerisauan batin,
jauh dari kondisi nyaman dan leluasa?
Di rumah sakit, kita bisa mendengar banyak kisah nyata kehidupan manusia.
Sedikit demi sedikit memperbaiki tabiat buruk,
sehingga kesadaran batin hari demi hari semakin berkembang.
Sumber:
* Majalah Tzu Chi No.44 | Maret 2009
Naskah : Chen Fei Fang
Ilustrasi : Luo Fang Jun
Diterjemahkan oleh Januar (Tzu Chi Medan)
Hal. 15