Mana mungkin sang cicak selamat dalam posisi yang demikian menyakitkan
di dalam partisi dinding yang gelap tanpa bergerak?
Seorang Jepang ingin merenovasi rumahnya.
Karena sebagian besar rumah orang Jepang mempunyai ruang kosong diantara dinding kayunya,
sudah menjadi kebiasaan untuk membuka dindingnya terlebih dahulu.
Putra sang pemilik yang masih kecil,
yang selalu berusaha membangun sesuatu dengan tangannya,
mengatakan kepada sang ayah,
"Setelah besar nanti, saya ingin menjadi arsitek.
Bolehkah saya melihat apa yang terjadi pada dindingnya ketika dirobohkan?"
"Tentu nak, namun kamu harus berhati-hati agar tidak tertimpa."
"Ayah", sang putra berseru dengan girang.
"Saya melihat sebuah paku dari luar menancap pada salah satu kaki sang cicak
pada dinding kayunya. Binatang itu masih hidup!"
"Mana mungkin?" demikian sang ayah berseru.
Ia teringat bahwa rumah tersebut dibangun sepuluh tahun yang lalu.
Mana mungkin sang cicak selamat dalam posisi yang demikian menyakitkan
di dalam partisi dinding yang gelap tanpa bergerak?
Mereka berdua bersama-sama bertekad mencari tahu bagaimana sang cicak
bertahan hidup setelah sekian tahun.
Pekerjaan dihentikan untuk sementara dan mereka mengamati sang cicak.
Pasti ada orang yang memberinya makan, namun siapa?
Tiba-tiba, entah dari mana, muncullah seekor cicak lainnya,
dengan makanan pada mulutnya.
Sang pemilik dan putranya tertegun melihat sang cicak dengan makanan pada mulutnya itu
memberikan makan kepada cicak yang terpaku.
Misterinya terpecahkan.
Mereka tergugah oleh apa yang mereka lihat.
Perlahan-lahan sang ayah mencabut paku dari kaki sang cicak dan
memberi tahu putranya,
"Kita akan merawat cicak ini hingga sehat kembali.
Mau dijadikan hewan peliharaan?"
"Ayah, bagaimana dengan juru selamatnya yang baik hati?"
Maka kedua ekor cicak tersebut diizinkan berjalan-jalan bebas
di sekeliling rumah tanpa gangguan.
Pesan moral cerita:
Seandainya cerita sederhana ini menyentuh hati Anda,
robohkanlah dinding kebencian, prasangka, kecemburuan, ketamakan,
gantikanlah dengan kasih, kepedulian, dan kerelaan berbagi.
Sumber:
Buku Moralitas
Filsafat Timur
Penerbit Classic Press
Hal.75-78