Cari Blog Ini

26 Mei 2012

Memahami Sifat Kehidupan

Kebanyakan orang tidak suka menghadapi kenyataan hidup
dan lebih suka menidurkan dirnya sendiri dalam sensasi palsu
rasa aman dengan bermimpi dan berkhayal.
Mereka salah mengira bayangan sebagai benda sebenarnya.
Mereka gagal menyadari bahwa hidup itu tidak pasti, tetapi kematian itu pasti.

Salah satu cara untuk memahami hidup
adalah dengan menghadapi dan memahami kematian
yang tidak lebih dari akhir yang sementara menuju keberadaan yang sementara.

Tetapi banyak orang bahkan tidak menyukai  untuk mendengar kata 'kematian'.
Mereka lupa bahwa kematian akan datang, baik mereka menyukainya atau tidak.
Penyadaran kematian dengan sikap mental yang benar
dapat memberi seseorang keberanian dan ketenangan
serta pandangan akan sifat kehidupan.

Di samping memahami kematian,  kita perlu memahami hdiup kita dengan lebih baik.
Kita hidup dalam kehidupan yang tidak selalu semulus yang kita inginkan.
Sangat sering kita menghadapi masalah dan kesulitan.
Kita sebaiknya tidak takut akan hal itu
karena penetrasi ke dalam sifat sejati masalah dan kesulitan ini
akan memberikan kita penglihatan lebih dalam mengenai hidup.

Kebahagiaan duniawi dalam bentuk kekayaan, kemewahan,
posisi terhormat dalam hidup yang dicari banyak orang
adalah suatu ilusi karena tidak kekal.
Kenyataan bahwa penjualan pil tidur dan penenang,
pengiriman ke rumah sakit jiwa, dan angka bunuh diri yang meningkat
sejalan dengan kemajuan materi modern
merupakan kesaksian yang cukup
bahwa kita harus melampaui kesenangan materi duniawi
untuk mencari kebahagiaan sejati.

Ini tentu saja bukan berarti bahwa ajaran Buddha
adalah agama negatif yang mengutuk kepemilikan harta.
Bukan sama sekali.

Sang Buddha jelas-jelas telah mendorong kerja keras
untuk memperoleh kekayaan karena ia berkata
bahwa kekayaan bisa memberi kesempatan untuk menjalani kehidupan yang baik
dan melakukan perbuatan bermanfaat.

Apa yang tidak dianjurkan-Nya
adalah kemelakatan terhadap kekayaan itu
dan kepercayaan bahwa kekayaan semata bisa membawa kebahagiaan tertinggi.


Sumber:
Buku Keyakinan Umat Buddha
Oleh: Sri Dhammananda
Penerbit: Yayasan Penerbit Karaniya
Hal. 193-194