Kisah :
Orang tua ku telah 50 tahun lebih meninggalkan kampung halamannya di propinsi Kwangtung, masa muda dan tuanya dilewatkan di sebelah selatan Vietnam. Ayah adalah seorang yang lugu dan jujur, mata pencahariannya yang pokok ialah bertenun, ia rajin dan hemat, dengan bantuan yang bijaksana dari Ibu, usaha yang berpuluh tahun menjadikan mereka cukup berada.
Aku dilahirkan di Vietnam, sejak kecil telah meninggalkan Orang tua ku. Aku sebaliknya pulang ke Kwantung, hidup bersama dengan kakek yang pandai Hong Sui dan ilmu kebatinan yang lain. 25 tahun ku lewati di kampung, berbagai kesulitan hidup telah ku alami. Pada usia 30 tahun barulah aku diluluskan permohonan untuk keluar dan menetap di Hong Kong.
Pertama kali ke Hong Kong, disebabkan Orang tuaku agak mampu, aku mulai merencanakan berdagang, banyak cita-cita ku bayangkan. Tetapi, nasib menentukannya lain. Tak lama kemudian, Vietnam sempat diduduki komunis, usaha dan harta Orang tua ku diambil, berubahlah mereka menjadi miskin, ini bagaikan halilintar di siang bolong, suatu pukulan yang tidak kecil. Jumlah keluarga ku ada 7 orang ini segera melewati hidup yang susah. Makanan dibatasi dan dibagi, sungguh pun ber-uang tak mungkin bisa makan kenyang. Tak ada lagi kebebasan untuk bergerak keluar masuk negeri, mengeluarkan pendapat juga tidak bebas, setiap saat dilewatinya dalam keadaan ketakutan dan bahaya.
Bagi ku disini, semua hubungan dengan kedua Orang tua ku terputus, surat tidak sampai di alamat atau tidak terkirim, telegram tidak dapat disampaikan, apalagi paket bagaikan batu tenggelam dalam lautan.
Baru setahun kemudian mulai ada berita, aku pun mendengar bahwa banyak pengungsi Vietnam kecebur ke laut, belasan ribu manusia terkubur dalam lautan, ratusan ribu lagi yang lain setelah melalui masa terapung-apung yang lama, penuh dengan kelaparan, menderita penyakit, terik matahari dan lain-lain, barulah lolos dari maut. Ini benar-benar yang paling menyedihkan.
Dan beberapa orang pengungsi yang tiba di Hong Kong, ku ketahui bahwa kedua Orang tuaku dan saudara-saudara ku pernah 6 kali berusaha melarikan diri dari Vietnam, namun gagal. Mula-mula setiap orang yang hendak melarikan diri diharuskan sebelum menaiki kapal menyetorkan 5 tail emas murni, kemudian naik menjadi setiap orang 12 tail. Kedua Orang tuaku setiap kali menyetornya, tetapi tetap tidak dapat menaiki kapal, ini disebabkan karena orang sangat banyak simpang siur dan berdesakan, banyak kapal yang segera tenggelam tak lama setelah kapal-kapal tersebut berangkat.
Bagi kedua Orang tuaku yang sudah lanjut usia dan saudaraku yang masih kecil-kecil, bagaimana mungkin bisa menghadapi kesukaran-kesukaran seperti ini ?
* * * * *
Tatkala itu aku telah mempelajari Buddhis beberapa tahun. Melihat keadaan nasib keluarga yang demikian buruk, hati ku mengerti bahwa ini adalah karma yang sedang berjalan. Ingin secepatnya bisa menolong keadaan ini, memohon pertolongan Buddha.
Cara ku mohon pada Po Sat bukanlah setiap hari membakar dupa lalu menyembah beberapa kali dianggap cukup, melainkan dengan kepercayaan penuh dan tekad yang kuat membaca Keng seperti Ta Pei Chou, Chi Fu Inie Cue Cen Yen, Kao Wang Kwan Ing Cen Cing, dan lain-lain, setiap hari pagi dan malam tanpa henti, pula melakukan pelepasan makhluk hidup, mencetak buku-buku suci dan amal yang lain, aku berusaha dengan sekuat tenaga.
Kemudian aku pergi ke Taiwan belajar Ling Sien Ini Fa yang dapat menghapus marabahaya kedua Orang tuaku dan menambah rejeki mereka. Dengan sepotong papan yang di cat merah sebagai dasar dan huruf kuning emas ku tuliskan nama kedua Orang tuaku dan tulisan yang berbunyi: “rejeki, usia, sehat, tentram, panjang umur” dan meletakkan nya di samping patung Buddha, setiap hari dengan seluruh Keng Buddha yang ada kutujukan pada papan ini. Bersandar pada kekuatan dan kesaktian Buddha, aku memohon agar Sang Buddha dengan segala kewalasannya membantu kedua Orang tuaku terlepas dan penderitaannya.
* * * * * *
Begitulah aku lakukan selama setahun, kemudian pada suatu hari aku menerima sepucuk surat yang ditulis oleh kedua adik perempuan ku. Ternyata keduanya mengarungi lautan, melalui Samudra Pasifik terdampar ke sebuah pulau kosong dekat Filipina, sebuah sampan berisi 20 orang lebih. Mereka melewati penghidupan ala Robinson diatas pulau kosong ini, terputus sama sekali hubungan dengan dunia luar, ransum telah habis dimakan. Justru dalam keadaan putus asa ini, datanglah kelompok pembuat film yang men-shooting di luar studio dan datang ke pulau ini. Mereka ditolong dan dibawa ke Filipina, sambil menanti negara yang akan menerima mereka untuk ditampung di situ.
Kedua adik perempuanku mendapat pertolongan dalam keadaan putus asanya. Lalu bagaimana dengan kedua Orang tuaku ? Mereka masih tetap terperangkap dalam kesusahan di Vietnam. Disebabkan sudah tua dan banyak sakit, merasa tidak kuat menderita dalam perjalanan, mereka tidak berani naik kapal. Wah ini benar-benar celaka, bukan ? ( selama ini kutelah berusaha sekuatnya mengajukan permohonan agar Orang tuaku dapat diizinkan keluar dan Vietnam tetapi gagal ).
Namun aku tetap membaca Keng, setiap hari kian bersujud, tetap penuh kepercayaan bahwa Sang Buddha pasti dapat membantuku. Tak lama kemudian kuterima lagi surat dan adik perempuanku bahwa ía dengan beruntung telah diterima di negara Australia, tak lama lagi segera diberangkatkan.
Selang beberapa lama kuterima surat dari kedua adik perempuanku bahwa mereka sudah menetap dan mulai bekerja di Australia, siang hari bekerja dan malam hari bersekolah, kesemuanya ini benar-benar masih jujur, inilah karunia Sang Buddha.
Kedua Orang tuaku yang sudah lanjut usia dan penyakitan serta ketiga adik laki-laki yang masih kecil, tetap masih terkurung dalam penderitaan.
* * * * *
Pada waktu itu, secara teliti kuramal hari lahir kedua Orang tuaku. Kudapatkan bahwa Ayahku akan meninggal dunia dalam tahun ini, karenanya kurasakan sangat sedih namun aku tak berani mengatakan pada siapapun. Sekali secara kebetulan aku makan bersama dengan seorang ahli nujum, begitu ia melihat diriku segera mengatakan: “Tahun ini anggota keluargamu akan ada yang meninggal, paling lama tidak akan melewati pertengahan tahun depan”.
Aku sangat yakin ramalannya, tak hanya tepat dengan hitunganku, juga tepat benar dengan ramalan seorang ahli nujum terkenal di daratan Tiongkok yang mengatakan padaku 10 tahun yang lalu. Tak dapat kulukiskan kesedihan hatiku. Hatiku berkata: “Habislah., mungkin ini sudah takdir, tak tertolong lagi”.
Namun dalam hatiku tetap ada suatu kepercayaan, bahwa mohon rejeki, mohon panjang usia kesemuanya adalah usaha manusia, tak sedikit contoh-contoh yang diberikan oleh orang-orang zaman dulu, demikian juga dengan orang-orang masa kini, asalkan penuh dengan kepercayaan dan tekad yang kuat, pasti akan terkabulkan keinginan kita. Maka dengan hati sujud kumohon ampun atas dosa-dosa Orang tuaku di hadapan Sang Buddha, di samping tiap hari membaca Keng, aku berjanji dalam setahun akan melepaskan burung gereja sebanyak 3000 ekor. Aku mohon dengan amal ini dapat memperpanjang usia Orang tuaku. Aku berjanji rela mengurangi usiaku sebanyak 10 tahun untuk memperpanjang usia kedua Orang tuaku.
Janji yang telah kuucapkan ini harus dilaksanakan, ini saatnya ku di uji, namun untuk melakukannya benar-benar tak mudah. Agar ku ingat setiap saat, kutuliskan janji ku di atas kertas dan ku tempelkan di tempat yang terlihat dalam kamar ku. Dengan demikian baik siang dan malam dapat kulihat.
Aku pun menggunakan sebuah dus bekas gula-gula untuk menabung setiap hari 5 atau 10 yen, khusus untuk dana pelepasan binatang. Setiap hari aku berhemat untuk menabung dan setiap bulan kuluangkan waktu untuk melakukan pelepasan. Dan kucatat pula waktu dan jumlah pelepasan itu dalam kertas dan kutempelkan juga di tempat yang terlihat, sewaktu-waktu kuhitung masih kurang berapa kali, agar aku tidak lupa. Dalam waktu setengah tahun lebih aku telah melepaskan 3000 ekor burung gereja.
* * * * *
Hatiku berkata bahwa ini sudah cukup, namun kupikir kembali bahwa kita yang hidup dalam dunia, entah sudah berapa kali reinkarnasi. Dalam berkali-kali siklus kelahiran ini entah berapa lagi dosa yang telah kita perbuat, dan ini bertumpuk hingga kini, jadi berbagai macam malapetaka yang kita jumpai dalam hidup ini adalah KARMA yang harus kita terima.
Hal ini berlaku baik bagi kedua Orang tuaku, adik-adikku dan diriku, semua umat manusia dan hewan dan sebagainya. Beratnya dosa tak dapat dilukiskan, jadi dengan tenaga diriku yang sekecil ini, walaupun selama hidupku aku melepaskan makhluk hidup, berapa banyakkah dosa yang dapat dikurangi ? Bagaimana mungkin baru melepaskan 3000 ekor burung gereja sudah merasa cukup ?
Sadar akan hal ini, ku merasa malu sendiri, karenanya kuteruskan usaha pelepasan. Hingga dalam setahun aku sudah melepaskan 5000 ekor burung gereja, dan aku tetap tidak berhenti melakukan pelepasan.
Dua tahun telah lewat, ternyata aku tidak mengalami kemalangan, kedua Orang tuaku tetap sehat. Memang Ayahku mengalami operasi kecil tetapi segera sehat kembali. Nampaknya perpanjangan usia terwujud sudah, Maha Pengasih Sang Buddha. Dan mulai membaca Keng demi Orang tuaku hingga kini telah 4 tahun, justru dalam musim panas tahun ini, terjadilah kemujizatan.
Tiba-tiba kuterima surat Orang tuaku dari Australia. Dari lubuk hatiku yang dalam kuucapkan puji syukur pada Welas Asih nan akbar Sang Buddha.
Akhirnya aku mengerti bahwa kedua adik perempuanku dapat lolos dari maut dan tiba lebih dahulu di Australia. Ini adalah diatur oleh Sang Buddha, sebab dengan inilah kedua Orang tuaku dan adik-adikku barulah dapat dalam tiga tahun kemudian menyusulnya. Jika tidak bagaimana mungkin kedua Orang tuaku yang berbadan lemah dapat melepaskan diri dari laut kesengsaraan.
Kedua Orang tuaku tak hanya memperoleh kepanjangan usia, mereka pun terhindar dari malapetaka dan memperoleh rejeki. Orang tuaku dan adik-adik setelah melewati berbagai kesulitan dan penderitaan, mendapatkan kebahagiaan dan berkumpul lagi.
Hal ini benar-benar suatu manifestasi dan kewelas-asihan nan akbar dari Sang Buddha. Hal ini jelas memberitahukan kepada para umat tentang suatu kebenaran :
“Untuk mendapatkan rejeki, panjang usia dan terhindar dan malapetaka, untuk merubah keadaan yang buruk, hanyalah mengandalkan kepercayaan dan tekad diri sendiri dengan giat beramal, prihatin dan menanam benih kebajikan”.
Sumber:
http://www.oocities.org/sutra_online/bacaan_hukumkarma8.htm