Cari Blog Ini

01 Desember 2014

BAB 1 - PERSAMUAN AGUNG DI ISTANA SURGA TRAYASTRIMSA

* * * Untuk melihat dalam versi web, dapat >> klik disini

BAB 1 
ISTANA TRAYASTRIMSA VARGA RDDHIDHI JNANAM
( PERSAMUAN AGUNG DI ISTANA SURGA TRAYASTRIMSA )



Demikian yang ku-dengar,

Pada suatu waktu Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa untuk memberi khotbah Dharma kepada Ibu-Nya.  Sang  Buddha ingin agar Ibu-Nya dapat terbebas dari Triloka dan dilahirkan di alam Buddha.  Beliau memasuki Samadhi dan pada saat itu vijnana-Nya ( kesadaran-Nya ) menjadi Badan Dharmakaya pergi ke Surga Trayastrimsa.

Sewaktu Sang Buddha akan memberi khotbah Dharma kepada Ibu-Nya di istana Surga Trayastrimsa, datang-lah para Buddha beserta para Bodhisattva Mahasattva dari 10 penjuru jagad yang jumlah-nya sulit diperkirakan.  Mereka berkumpul di persamuan agung di istana Surga Trayastrimsa dan dengan perasaan amat gembira serta dengan khidmat mereka menyanjung dan memuji jasa-jasa dan kebajikan dari Buddha Sakyamuni.  Mereka juga mengagumi Buddha Sakyamuni yang bertekad berada di Jambudvipa ( alam manusia ) atau alam Saha Loka yang memiliki panca kasaya ( 5 macam kekeruhan ), tapi Beliau dapat menampilkan Maha Prajna ( kebijaksanaan tertinggi ) serta Riddhi-Abhijnabala ( tenaga batin ) untuk menundukkan para umat yang ber-hati keras, dan membimbing mereka hingga sadar serta dapat mengerti jalan yang menuju kebahagiaan dan dapat menghindari jalan yang menuju penderitaan.

* * *



Ketika para siswa atau umat yang pernah dibimbing oleh Sang Buddha ( yang telah dilahirkan di berbagai alam surga ) mendengar Maha Guru-nya datang ke istana Surga Trayastrimsa, mereka semua mengirim wakil-nya atau datang sendiri guna memberi penghormatan kepada Maha Guru-nya, untuk membalas budi-nya. Pada saat itu Sang Buddha merasa amat gembira, Beliau tersenyum, dan mengeluarkan ratusan ribu koti ( 1 koti = 10 juta ) Maha Rasmiprabha Mega, yaitu awan yang bercahaya yang amat terang dari seluruh badan-Nya, dan jenis-nya berupa-rupa, seperti awan bercahaya yang Maha Paripurna, awan bercahaya yang Maha Maitri, Maha Jnana, Maha Prajna, Maha Samadhi, Maha Shri, Maha Punna, Maha Guna, Maha Sarana, Maha Stotra, serta awan-awan indah dan sinar-sinar Buddha yang amat terang lain-nya.  Banyak-nya sungguh tak terhingga dan tak terkatakan.


Setelah awan-awan dan sinar-sinar itu berhenti keluar dari seluruh badan Sang Buddha, lalu terdengar ber-macam-macam suara yang sangat merdu yang keluar dari mulut Sang Buddha.  Suara-suara yang merdu ini dapat membimbing semua makhluk hidup untuk mencapai penerangan, yaitu suara dari Dana Paramita Ghosa, dari Sila Paramita Ghosa, Ksanti Paramita Ghosa, Virya Paramita Ghosa, Dhyana Paramita Ghosa, Prajna Paramita Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna Ghosa, Upeksa Ghosa, Vimoksa Ghosa, Anasvara Ghosa, Jnana Ghosa, Maha Jnana Ghosa, Maha Simhanada Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa, serta suara-suara lain-nya, banyak-nya tak terhitung !



Ketika suara-suara tersebut selesai dikumandangkan, datang-lah rombongan para Dewata, naga, hantu, dan makhluk-makhluk suci beserta rombongan-rombongan lain-nya yang jumlah-nya banyak sekali.  Mereka ada yang datang dari alam Sahaloka ( alam manusia ), alam surga Maha Raja Kajika, atau surga Trayastrimsa jurusan 33 surga, dari surga Yama, Tusita, Nimmanarati, Paranimmitavasavartin, surga Brahmakajika, Brahmaparsadya, Brahmapurohita, surga Mahabrahma, Parittabha, Apramanabha, Abhasvara, Parittasubha, Apramanasubha, Subhakrtsna, Anabhraka, Punnaprasava, Brhatphala, Avrha, Atapa, Sudrsa, Sudarsana, Akanistha, Mahamahesvara, hingga surga Naivasamjnanasamjnayatana, yaitu surga yang tertinggi dari para mulia, semua dari mereka telah berkumpul di persamuan agung di istana surga Trayastrimsa tersebut.



Kemudian hadir juga rombongan dewa penguasa laut, dewa sungai, dewa pohon, dewa gunung, dewa bumi, dewa danau, dewa pertanian, dewa perondaan siang, dewa perondaan malam, dewa angkasa, dewa langit, dewa minuman dan makanan, dewa penguasa tumbuh-tumbuhan, serta rombongan dari para makhluk suci lain-nya.  Dan dari rombongan tersebut, baik yang datang dari alam Sahaloka ( alam manusia ) atau datang dari alam lain, semua-nya telah berkumpul di arena persamuan agung tersebut.



Kemudian hadir pula rombongan dari para raja setan, seperti Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Pengisap Darah, Raja Setan Pengisap Sari Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan Penyebar Penyakit, Raja Setan Penolak Tuba, serta para Raja Setan Pengasih Penyayang, para Raja Setan Pemberi Rezeki kepada umat manusia, para Raja Setan Berbudi Luhur, serta rombongan para raja setan yang lain beserta pengikut-nya, jumlah-nya banyak sekali dan semua-nya telah berkumpul di arena persamuan agung tersebut.

* * *


Pada saat itu Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma Manjusri Bodhisattva Mahasattva, “O Arya Manjusri yang Maha Bijak, bisa-kah Anda menghitung jumlah dari para hadirin yang berada di dalam persamuan agung ini ?”


“Tidak mungkin, O Bhagava yang Termulia,” jawab Sang Manjusri, “Walaupun dengan kepandaian serta Rddhi-Abhijnabala-Ku ( tenaga batin ), aku tidak dapat menghitung jumlah dari para hadirin ini, walaupun selama ribuan kalpa ( waktu yang panjang-nya tak terkira ) Aku menghitung-nya.”


Sang Buddha bersabda kepada Bodhisattva Manjusri, “Benar, jumlah-nya sungguh sulit Kita ketahui, Aku pun telah menghitung-nya dengan Buddha-caksu-Ku ( mata Buddha ), namun, tetap tidak bisa Ku-ketahui berapa jumlah-nya.  Tentu lebih sulit lagi bagi-mu.”

* * *



“Ketahui-lah, O Arya Manjusri.  Kehadiran mereka itu merupakan suatu prestasi tersendiri dari Bodhisattva  Ksitigarbha.  Sejak zaman dulu hingga sekarang Beliau terus menjalankan tugas suci-Nya di alam semesta tanpa berhenti, sehingga para makhluk, baik yang telah diselamatkan oleh-Nya, maupun yang akan diselamatkan, juga yang belum diselamatkan, atau dengan kata lain, baik yang telah mencapai penerangan, atau yang akan mencapai penerangan, serta yang belum mencapai penerangan atau Ke-Bodhi-an, dapat memperoleh manfaat yang sangat besar jika mereka mengikuti ajaran-Nya.”


Sang Manjusri berkata, “O Bhagava Yang Termulia, peristiwa yang mengagumkan ini bagi-Ku tidak-lah menimbulkan keraguan, sebab sejak masa silam Aku telah melaksanakan berbagai Karma Kusalamulena ( perbuatan kebajikan ), dan telah memperoleh pengetahuan Avaranajnana ( kebijaksanaan tanpa halangan ), maka Aku akan merasa yakin sepenuh-nya terhadap uraian Sang Buddha.  Namun bagi para Sravaka yang ber-pahala kecil, bagi para dewa, naga, asta gatyah ( 8 kelompok makhluk ), serta para umat manusia dari masa yang akan datang, apabila mereka mendengar sabda Tathagata tentang peristiwa hari ini, mungkin mereka tidak dapat memahami-nya, sehingga dapat menimbulkan keraguan dalam hati mereka.  Apabila kita langsung mengajarkan Dharma ini kepada mereka, mungkin mereka akan melakukan dosa pemfitnahan.  Demi untuk mencegah timbul-nya keraguan terhadap Sutra ini, maka kami mohon agar Sang Buddha sudi menguraikan tentang prestasi tersendiri dari Bodhisattva Ksitigarbha, serta saat Beliau melaksanakan Carya dan Bhavana ( menjalankan dan mempraktekkan Dharma ) beserta jasa-jasa dan kebajikan yang pernah Beliau buat.  Juga tentang Maha Pranidhana-Nya, niat suci-Nya yang maha mulia, serta kunci keberhasilan-Nya, yang membuat Beliau dapat membimbing sedemikian banyak umat di alam semesta ini.”

* * *



Sang Buddha bersabda, “O Arya Manjusri yang Maha Bijak, seandai-nya semua tumbuhan, seperti rumput, pohon, hutan, rimba, padi, rami, bambu, kumpai, batu, gunung, debu halus, yang berada di dunia dalam Trisahasra-Mahasahasra, masing-masing diubah menjadi Sungai Gangga, dan butiran pasir yang berada di setiap Sungai Gangga itu, tiap butir-nya dijadikan alam Trisahasra-Mahasahasra, butiran debu yang berada di tiap alam Trisahasra-Mahasahasra itu, tiap butir-nya dijadikan 1 kalpa, tumpukan debu selama 1 kalpa itu tiap butir-nya dijadikan masa kalpa lagi, maka berapa kalpa jumlah-nya akan sangat sukar sekali dihitung, bukan ?  Namun, jasa-jasa Bodhisattva Ksitigarbha sejak Beliau mencapai Dasa Bhumayah ber-status setingkat dengan Buddha, hingga sekarang, lama-nya telah mencapai ribuan kali lipat daripada perumpamaan kita tadi.  Apalagi sewaktu Beliau masih di Sravaka Bhumi atau Pratyekabuddha Bhumi, waktu yang lama-nya juga tak terhitungkan, O Arya Manjusri, ketahui-lah, baik kewibawaan maupun kesucian dari cita-cita dan pranidhana ( tekad utama ) dari Bodhisattva ini sangat-lah agung dan sulit diperkirakan banyak-nya.


Maka itu, apabila terdapat putra putri yang berbudi dari masa yang akan datang, setelah mereka mendengar nama agung dari Bodhisattva ini, walaupun mereka hanya memberi hormat atau memuji jasa-Nya, atau memuliakan nama-Nya, atau mengadakan puja bakti, dengan dupa, gandha, bunga, dan sebagai-nya, atau membuat rupa-Nya, baik dalam bentuk lukisan berwarna maupun berbentuk ukiran, pahatan, dan sebagai-nya, maka putra putri yang berbudi itu akan dianugerahi kesempatan yang amat cerah, yakni dilahirkan di Surga Trayastrimsa hingga ratusan kali dan selama-nya tidak akan dilahirkan lagi di alam sengsara.”

* * *



“O Arya Manjusri yang Maha Bijak,” sabda Sang Buddha, “Dengarkan-lah baik-baik, sekarang Aku akan mulai menguraikan suatu Dharma yang penting tentang Bodhisattva ini kepada kamu sekalian.”


“Sudi-lah menguraikan-nya, O Bhagava yang Termulia. Kami telah siap mendengarkan-nya,” jawab Sang Bodhisattva Manjusri.


“Ketahui-lah, O Arya Manjusri.  Sulit dihitung waktu-nya, yaitu ber-kalpa-kalpa yang silam, Ksitigarbha Bodhisattva Mahasattva, merupakan putra dari seorang Maha-Grhapati ( Orang tua yang berjasa dan banyak memiliki harta benda).  Waktu itu, terdapat seorang Buddha yang bernama Simhavikriditaparipurnacarya Tathagata.  Beliau sedang bertugas di dunia pada waktu itu guna untuk menyelamatkan para umat yang sengsara.  Suatu hari putra Maha Grhapati datang ke vihara-Nya dan melihat wajah atau rupa Sang Tathagata yang demikian agung dan menawan hati, lalu beliau bertanya kepada Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, “O Lokanatha yang Termulia, katakan-lah, Buddha pernah melaksanakan Dharma apa dan pernah berikrar dengan kata-kata yang bagaimana, sehingga dapat memiliki rupa yang sedemikian agung dan menawan hati ?”


“O Putra-Ku yang berbudi.  Jika anda berhasrat ingin memiliki sesosok badan bercahaya seperti Buddha, maka anda harus menjalankan ‘Pelaksanaan Bodhisattva’, yaitu bercita-cita untuk hidup suci dan berniat menyelamatkan umat yang sengsara,  terus-menerus tanpa berhenti.”

* * *



Buddha Sakyamuni bersabda kepada Sang Manjusri, “O Arya Manjusri, setelah mendengar sabda dari Buddha tersebut, putra Maha Grhapati segera membangkitkan Bodhicitta-Nya atau niat suci-Nya !  Beliau langsung berikrar di depan Buddha Simhavikriditaparipurnacarya dengan berkata, ‘Mulai dari hari ini hingga masa mendatang, dalam waktu yang ber-kalpa-kalpa Aku akan menyelamatkan para umat yang terkena dosa berat yang sedang menderita di 6 Gati ( alam surga, alam asura, alam manusia, alam neraka, alam hantu kelaparan, alam binatang ) hingga mereka terbebas !  Dan Aku akan menggunakan berupa-rupa cara yang tepat untuk membimbing mereka, agar dengan cepat mereka dapat membebaskan diri-nya dari belenggu kelahiran dan kematian, serta dapat lahir di negeri Buddha.  Dan setelah semua-nya terlaksana, barulah Aku akan mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha’! “


“Oleh karena itu, O Arya Manjusri, maka, putra Maha Grhapati yang pernah berikrar di depan Buddha itu, hingga sekarang, meskipun lama-nya telah melewati ratusan ribu nayuta koti kalpa yang sulit dihitung lama-nya, status Beliau masih Bodhisattva, dan Beliau masih dengan tekad bulat menjalankan tugas-Nya di seluruh alam semesta.”
“Sebenarnya, Bodhisattva Ksitigarbha sudah lama sekali mencapai tingkat Buddha, tapi Beliau sering sekali berada di Gati atau alam Neraka, dan kelakuan-Nya tidak berbeda dengan Bodhisattva Avalokiteshvara !”


“Ini-lah kisah tentang ikrar agung Bodhisattva Ksitigarbha yang pertama.”

* * *



“Kemudian, selang beberapa masa yang panjang, atau beberapa asankhyeya kalpa yang silam, ada seorang Buddha yang sedang bertugas di dunia ini.  Beliau bernama Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata, yang usia-nya mencapai empat juta koti asankhyeya kalpa.  Setelah masa periode Saddharma habis, menyusul masa periode Dharma Serupa, pada saat itu terdapat seorang putri Brahmana.  Karena beliau banyak menanam benih kebajikan pada masa yang silam, maka beliau selalu dipuji oleh orang-orang di sekitar-nya.  Di mana pun beliau berada, beliau selalu dilindungi oleh para dewa surga. Tetapi tabiat dan perilaku Ibu-nya amat buruk.  Ibu-nya bukan saja menganut ajaran sesat, melainkan ia sama sekali tidak percaya pada Triratna, malahan ia berani memfitnah Triratna ( Buddha, Dharma, Sangha ). Walaupun telah digunakan bermacam-macam cara oleh putri-nya untuk merubah tabiat Ibu-nya agar ia dapat mencapai pandangan yang benar, namun hasil-nya nihil.


Dan berselang tidak beberapa lama, Ibu-nya pun meninggal dunia dan vinnananya atau arwah-nya masuk ke alam neraka Avici.  Kematian dari Ibu-nya benar-benar membuat putri Brahmana merasa amat berduka cita.  Meskipun beliau belum bisa mengetahui Ibu-nya lahir di alam kesedihan yang mana, tapi ia mengerti tentang hukum karma dan hukum sebab akibat bagi seorang yang ber-pandangan keliru serta menganut ajaran sesat dan yang enggan menaruh perhatian terhadap hukum karma dan hukum sebab-musabab serta tidak percaya pada Dharma ajaran dari para Buddha, malahan berani memfitnah Triratna.


Beliau merasa yakin bahwa Ibu-nya pasti ditempatkan di alam kegelapan.  Demi untuk menyelamatkan Ibu-nya yang malang itu secepat mungkin, maka sang putri Brahmana menjual rumah kediaman-nya beserta alat-alat perabotan rumah-nya.  Kemudian, dari hasil penjualan itu beliau membeli sejumlah banyak dupa, wangi-wangian, bermacam-macam bunga segar, serta berbagai alat pujaan lain-nya, kemudian sajian-sajian tersebut dibawa ke tempat ibadah serta vihara-vihara yang telah lama ditinggalkan oleh para umat di masa yang lampau, beliau mengadakan puja bakti secara khidmat serta secara besar-besaran  kepada para Buddha yang silam.”

* * *



“Saat sang putri Brahmana tiba di suatu vihara, beliau melihat Buddha ruphang ( patung Buddha ) dari Tathagata Buddha Padmasamadhisvararaja di ruangan vihara tersebut, baik lukisan maupun ukiran dari kayu atau batu, semua kelihatan sangat agung dan megah, sehingga timbul rasa kagum dalam hati-nya, beliau pun merenung, ‘O betapa agung-nya !  Buddha ini memiliki gelar ‘Yang Maha Sadar’, Beliau-lah yang memiliki Sarvajnana ( segala kebijaksanaan terluhur serta Maha Tahu ).  Jika saja Beliau masih berada di dunia ini, aku akan memohon kepada Beliau untuk menunjukkan di alam mana-kah Ibu-ku ditempatkan setelah ia meninggal dunia, pasti-lah Buddha ini mau memberitahu-ku’.”



“O Arya Manjusri,” Buddha Sakyamuni melanjutkan sabda-Nya, “Pada saat sang putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali beliau berdiri di depan Buddha ruphang tersebut, seluruh muka-nya dibasahi oleh air mata yang keluar terus-menerus, tiba-tiba terdengar suara yang datang dari langit, ‘O Putri yang berbudi, jangan-lah engkau terlalu bersedih hati.  Sekarang Aku akan menunjukkan kepada-mu, alam mana yang ditempati Ibu-mu’.”


Setelah mendengar suara tersebut, segera-lah sang putri Brahmana merangkupkan kedua telapak tangan-nya lalu ber-anjali ke arah langit seraya berkata, ‘O Sang Maha Kuasa, Betapa besar jasa dan rahmat-Mu, mau menghilangkan penderitaan-ku !  Sejak ditinggalkan oleh Ibu-ku hingga sekarang, siang dan malam aku selalu merindukan Ibu-ku yang tersayang, yang telah hilang dari sisi-ku !  Namun di mana-kah beliau berada saat ini ? Dan kepada siapa-kah dapat ku-tanyakan?’  Kemudian datang lagi suara dari langit, ‘O Putri yang berbudi, Aku bukan Sang Maha Kuasa atau Dewata, Aku adalah seorang Buddha masa lampau yang bernama Tathagata Buddha Padmasamadhisvararaja, yang sedang engkau puja dan anda renung. Karena kerinduan sang putri yang penuh belas kasih telah melebihi kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang memberi bantuan kepada-mu’.”


“Putri Brahmana merasa sangat terharu setelah mendengar sabda Buddha tersebut, lalu ia pun menyembah dengan sekuat tenaga-nya, kemudian ia terjatuh lalu pingsan.  Setelah dia dirawat oleh pengikut-nya serta para viharawan, lama kemudian beliau siuman kembali. Lalu beliau menengadah ke atas langit lagi sambil berdoa dan berkata, ‘Kasihani-lah aku, O Buddha Yang Termulia, katakan-lah segera di alam mana-kah Ibu-ku sekarang berada, sebab sejak Ibu-ku meninggal dunia, baik raga-ku maupun batin-ku sudah hancur total, mungkin tidak lama lagi kehidupan-ku pun akan berakhir’.”

* * *



“Waktu itu, O Arya Manjusri,” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya, “Tathagata Buddha Padmasamadhisvararaja dengan menggunakan suara batin-Nya, Beliau meyakinkan sang putri Brahmana, ‘O Putri yang berbudi, setelah puja bakti-mu ini selesai, cepat-lah kembali ke rumah-mu.  Kemudian duduk-lah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkan pikiran-mu, lalu renungkan-lah nama-Ku terus-menerus, pasti anda  dapat mengetahui di alam mana Ibu-mu berada’.”


“Setelah mendengar sabda tersebut, sang putri Brahmana merasa sangat gembira dan lega, bergegas beliau memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu beliau kembali ke rumah-nya.  Setiba di rumah-nya, sang putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati beliau merenungkan nama Buddha Padmasamadhisvararaja dengan cara bermeditasi selama satu hari satu malam tanpa berhenti.”

* * *


“Dalam samadhi-nya, sang putri Brahmana merasa diri-nya berada di suatu tempat yang asing yaitu pantai laut yang amat luas, air laut nampak mendidih dan bergolak-golak.  Banyak binatang buas yang berbadan baja berkejar-kejaran di tengah laut.  Di sana juga terdapat ratusan ribu orang, laki-laki dan perempuan.  Mereka timbul tenggelam di dalam air laut itu, ada sebagian dari mereka dimangsa oleh binatang buas yang berada di dalam laut itu.  Tak berapa lama, datang-lah berupa-rupa setan yaksa, ada yang ber-tangan banyak, yang ber-mata banyak, ber-kaki banyak, ber-kepala banyak, atau yang bertaring setajam pedang.  Mereka berbondong-bondong mengusir orang yang dihukum itu menuju ke kelompok binatang buas di situ.  Lalu para setan yaksa beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki mereka dan menggulung-nya menjadi gumpalan, ada yang menarik tubuh orang tersebut hingga menjadi panjang sekali lalu mematahkan seluruh tulang-nya, atau menyobek-nyobek daging-nya hingga mati, kemudian mayat-nya dibuang ke dalam laut. Tingkah laku mereka yang demikian bengis itu sungguh sangat menakutkan sehingga tidak ada seorang pun yang sanggup memandang-nya lama-lama.  Namun sang putri Brahmana tersebut tidak merasa takut sedikit pun.  Apa sebab-nya ?  Karena dia telah memuliakan nama Buddha Padmasamadhisvararaja dan telah di-adhistana-kan ( dikuatkan batin-nya ) oleh Sang Tathagata tersebut.”

* * *



“Saat itu datang-lah seorang raja setan yang bernama Amagadha, menyambut sang putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata, ‘Sadhu, Sadhu, Sadhu, Bodhisattva yang mulia !  Ada apa gerangan anda datang ke wilayah alam ini ‘?”


“ ‘Memang ada keperluan sesuatu, O Raja Setan yang Budiman, apa nama alam ini ?’ Tanya sang putri Brahmana.  “Nama-nya Lautan Karma yang pertama, letak-nya di sebelah Barat dari pusat Maha Cakravada ( Gunung Kepungan Besi yang utama ),’ jawab raja setan.  ‘Benar-kah di tengah-tengah Maha Cakravada terdapat alam neraka ?’  ‘Benar, alam neraka persis di tengah-tengah-nya’.”

* * *



“Sang putri bertanya lagi, ‘O Raja Setan yang budiman, katakan-lah, mengapa aku dapat mengunjungi wilayah neraka ini ?’  ‘Seperti yang anda ketahui, O Bodhisattva yang mulia,’ jawab sang Amagadha, ‘semua makhluk yang dapat mengunjungi ke wilayah alam neraka ini, mereka harus memenuhi 1 dari 2 syarat sebagai berikut; 1) orang yang memiliki tenaga batin serta ber-citra penuh martabat; 2) orang yang memiliki dosa berat dari karma jahat.  Jika salah satu tidak dipenuhi, siapa pun sulit datang ke wilayah ini’ !”


“Sang putri bertanya kepada sang Amagadha lagi, ‘Apa sebab-nya air laut ini mendidih terus-menerus ?  Dan apa sebab-nya di permukaan air mendidih itu terdapat sedemikian banyak orang dan binatang buas ?’  Sang Amagadha menjawab, ‘Orang-orang tersebut datang dari dunia Jambudvipa ( alam manusia ), mereka berdosa berat dan baru meninggal dunia.  Tapi dalam waktu 49 hari tiada seorang pun dari anggota keluarga-nya yang membuat jasa-jasa atau kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk menyelamatkan mereka.  Karena sewaktu mereka masih berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan, maka, tanpa membawa suatu apa pun kecuali dosa berat-nya, kini mereka harus menanggung akibat perbuatan-nya.  Dan sesuai dengan hukum karma, mereka diterjunkan ke alam kesedihan.  Mereka harus menyeberangi lautan yang ber-air mendidih ini ke alam neraka, namun, sebelum tiba ke tempat-nya, mereka telah menjadi korban di tengah-tengah lautan ini’.”


“ ‘Di jurusan Timur, kira-kira 100 yojana dari lautan pertama ini, terdapat satu lautan lagi yang kondisi-nya lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan laut pertama ini !  Dan di sebelah timur lautan ke-2, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi dan hukuman-nya lebih berat beberapa kali lipat dari lautan ke-2 !  Barang siapa yang telah melanggar 3 macam dosa terjahat atau dinamai dosa Trikarma, yakni perbuatan jahat yang dilakukan melalui jasmani atau akusala kayakarma, perkataan atau akusala vaccikarma, dan pikiran atau akusala manokarma, maka mereka secara otomatis harus menyeberangi lautan tersebut untuk menuju ke alam neraka setelah kehidupan mereka di alam manusia berakhir.  Maka dari itu, ke-3 lautan ini dinamakan Lautan Karma atau Karmasagara,’ demikian sang Amagadha menjelaskan.”


“Selanjut-nya sang putri Brahmana bertanya lagi, ‘Terletak di mana-kah alam Neraka itu ?’  Jawab sang Amagadha, ‘Di bawah ke-3 lautan ini, dan jenis-nya serta bentuk-nya berupa-rupa.  Neraka yang besar jumlah-nya 18 buah, yang sedang 500 buah dan hukuman-nya berat sekali.  Sedangkan neraka kecil, wah, banyak sekali, hingga ratusan  ribu buah dan hukuman-nya juga sangat berat’.”

* * *



“Kemudian putri Brahmana berkata, ‘Ibu-ku baru saja meninggal dunia, tapi aku sama sekali tidak tahu arwah-nya berada di alam yang mana’?  Raja Setan bertanya, ‘Saat Ibu-mu masih berada di dunia ( alam manusia ), beliau pernah  bekerja sebagai apa ?’ “
“Putri Brahmana menjawab, ‘Pekerjaan-nya biasa saja, tapi Ibu-ku berpandangan sesat dan beliau pernah memfitnah Triratna ( Buddha, Dharma, dan Sangha ).  Jika beliau dinasehati, beliau hanya percaya sebentar saja kepada Triratna, setelah itu beliau berubah lagi, beliau tidak bersedia menghormati Triratna.  Kini, meskipun Ibu-ku  belum lama meninggal, tapi, di alam mana-kah Ibu-ku dilahirkan, aku tidak tahu’!”


“ ‘Siapa nama Ibu-mu dan dari suku apa ?’ Tanya Raja Setan.  ‘Orang tua ku adalah keturunan kaum Brahmana.  Ayah-ku bernama Silasudharsana dan Ibu-ku bernama Vatri,’ jawab putri Brahmana.”

* * *



“Setelah sang Raja Setan Amagadha mendengar nama Ibu-nya, lalu merangkupkan ke-dua telapak tangan-nya seraya berkata, “Pulang-lah sekarang, O Bodhisattva yang mulia !  Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembali-lah ke tempat asal-mu, dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi, sebab 3 hari yang lalu, seorang yang dihukum di Neraka Avici bernama Vatri telah dilahirkan di alam surga, dan menurut kabar dari surga, sang Vatri diberkahi oleh putri-nya yang amat menyayangi Orang tua-nya itu, yang pernah mengadakan puja bakti di beberapa taman ibadah dan di berbagai stupa serta vihara-vihara Buddha di  dunia-nya dengan upacara yang sangat khidmat dan secara besar-besaran, termasuk vihara serta stupa dari Buddha Padmasamadhisvararaja itu pun dipersembahi oleh-nya.  Maka, kali ini bukan saja Ibu-nya terbebaskan dari Neraka Avici, akan tetapi banyak penghuni dari Neraka Avici pun ikut bergembira dan mereka semua mendapat kesempatan bebas dari alam kesedihan dan dilahirkan di alam surga’.  Setelah sang Amagadha selesai menjelaskan-nya, beliau bersikap anjali lagi lalu pergi.”


“Sang putri Brahmana pun merasa diri-nya bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi.  Setelah ia mengakhiri samadhi-nya, hati-nya merasa amat riang gembira, karena beliau telah mengetahui asal-usul dan sebab-musabab tersebut.  Kemudian beliau kembali lagi ke vihara tersebut dan ber-ikrar di stupa, tepat di depan patung Tathagata Buddha Padmasamadhisvararaja, beliau berkata, ‘Aku berjanji, bahwa Aku bertekad akan menggunakan bermacam cara yang tepat untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa, agar  mereka semua dapat membebaskan diri-nya dari belenggu kesengsaraan !  Dan tugas-Ku akan berlangsung terus hingga ber-kalpa-kalpa yang akan datang.  Apabila penghuni Neraka belum kosong, Aku tidak akan mencapai Ke-Buddha-an ‘!”


Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada sang Manjusri, “O Arya Manjusri, tahu-kah anda, yang disebut Raja Setan Amagadha itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Dravyasri.  Dan yang disebut putri Brahmana itu, Beliau sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha.  Mereka sejak dahulu kala telah menjalankan tugas di 6 Gati atau di 6 alam kehidupan, dan hingga sekarang pun Beliau masih terus menjalankan tugas-Nya tanpa berhenti sekejab pun.”

“Inilah kisah tentang ikrar agung Ksitigarbha Bodhisattva yang kedua.”

* * *




Sumber :
KSITIGARBHA PURVA PRANIDHANA SUTRA
Text asli versi Mandarin disusun Dharma Master Yau Cin