Cari Blog Ini

21 Desember 2014

BAB 3 - BUDDHAMATRKA DEWI MAHA MAYA MENGAMATI KARMA MANUSIA BESERTA SEBAB DAN AKIBAT-NYA

* * * Untuk melihat dalam versi web, dapat >> klik disini

BAB 3 
BUDDHAMATRKA DEWI MAHA MAYA 
MENGAMATI KARMA MANUSIA BESERTA SEBAB DAN AKIBAT-NYA



Sang Ibu Dewi Mahamaya ( Buddhamatrka atau ibunda dari Buddha Sakyamuni ) bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu merangkupkan ke-dua telapak tangan-nya memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha seraya bertanya, “O Maha Arya yang berwelas asih, Saya ingin mengetahui tentang hukum karma yang berlaku bagi para makhluk dari dunia Jambudvipa ( alam manusia ), terutama para makhluk yang melakukan berbagai jenis perbuatan buruk atau jahat dan akibat karma yang harus mereka terima.”


“O Maha Buddhamatrka yang Mulia,” sang Ksitigarbha menjawab, “Dunia dari para makhluk hidup serta alam-alam dari para Buddha jumlah-nya banyak sekali sampai ber-juta-juta.  Dunia dari makhluk hidup ada yang terdapat neraka dan ada yang tidak terdapat neraka sama sekali, demikian juga kaum wanita, Sravaka, Pratekya Buddha, termasuk Buddha Dharma, tidak terdapat di semua alam kehidupan.”



Sang Ibu Dewi Mahamaya sekali lagi memohon kepada Bodhisattva Ksitigarbha, “O Maha Arya Ksitigarbha, aku ingin mengetahui tentang hukuman yang harus diterima oleh makhluk Jambudvipa ( alam manusia ), terutama bagi mereka yang telah melakukan perbuatan jahat,” pinta sang Ibu Mahamaya.

* * *



“Dengarkan-lah baik-baik, O Maha Buddhamatrka, Aku akan menguraikan-nya secara singkat,” sabda sang Bodhisattva Ksitigarbha.  “Sudi-lah menerangkan-nya, kami sekalian telah siap mendengarkan-nya,” sahut Buddhamatrka Dewi Mahamaya.

Bodhisattva Ksitigarbha menguraikan-nya kepada sang Ibu Dewi Mahamaya dengan mengatakan, “Hukuman terberat dari Neraka yang berlaku di dunia Jambudvipa ( alam manusia ) adalah sebagai berikut,”


“1,
Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi Orangtua-nya, bahkan ia berani membunuh Orang tua-nya, maka manusia yang ber-kelakuan buruk ini, setelah ia meninggal akan diterjunkan ke Neraka Avici untuk menjalani hukuman-nya hingga juta-an kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar lagi.”


“2,
Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Buddha, atau menghancurkan patung Buddha dan Bodhisattva, serta berani memfitnah Triratna ( Buddha, Dharma, dan Sangha ), atau tidak menghormati Kitab Suci Ajaran para Buddha, maka hukuman-nya sama, yaitu diterjunkan ke Neraka Avici.”


“3,
Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti para bhiksu, berani menodai bhiksuni, atau berani melakukan perbuatan asusila di vihara, atau berani membunuh makhluk ber-nyawa di dalam vihara, hukuman mereka adalah sama, yaitu diterjunkan ke Neraka Avici.”


“4,
Apabila terdapat seorang umat yang berani menyamar sebagai seorang Sramana ( rohaniwan – rohaniwati ), tapi hati-nya bukan Sramana, dan ia memboroskan harta benda yang dimiliki Sangha, menipu para penganut agama yang ber-sembahyang di dalam vihara, selalu melanggar tata tertib vihara dan melakukan bermacam-macam karma jahat, hukuman yang akan mereka terima adalah sama, yaitu diterjunkan ke Neraka Avici.”


“5,
Apabila terdapat umat yang berani mencuri harta benda milik Sangha, seperti barang-barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian, dan lain-lain-nya, walaupun hanya sedikit atau benda yang tidak berharga sekali pun, namun diperoleh dengan mencuri, maka hukuman bagi mereka tidak berbeda dengan nomor 1, yakni mereka harus diterjunkan ke Neraka Avici selama juta-an kalpa, sulit mendapat kesempatan untuk keluar lagi.”

* * *


Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan uraian-Nya, “O Maha Buddhamatrka, barang siapa yang terlibat dosa berat seperti yang Ku-uraikan tadi, mereka harus diterjunkan di Neraka Pancanantarya, atau disebut Neraka Avici, dan selama menjalani hukuman di Neraka Avici, mereka harus menerima kesedihan dan kesakitan yang tanpa berhenti sekejab pun.  Betapa menyedihkan.”


“O Maha Arya Ksitigarbha, bagaimana-kah keadaan-nya di dalam alam Neraka Pancanantarya itu ?” tanya sang Ibu Dewi Mahamaya.


Bodhisattva Ksitigarbha menjawab, “Bentuk neraka berupa-rupa, O Buddhamatrka, dan semua-nya berada di dalam Gunung Maha Cakravada.  Bentuk neraka yang besar jumlah-nya 18 buah, bentuk neraka yang sedang 500 buah, dan setiap neraka masing-masing mempunyai nama tersendiri.  Sedangkan yang kecil jumlah-nya banyak sekali, sampai juta-an buah dan nama-nya pun berbeda-beda juga !  Ketahui-lah, O Maha Buddhamatrka, Neraka Pancanantarya itu luas-nya kurang lebih 80.000 yojana.  Semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi dari tembok tersebut 10.000 yojana.  Di dalam neraka tersebut tidak ada tempat yang kosong, semua-nya dipenuhi kobaran api yang dahsyat.  Neraka ini dibagi menjadi beberapa jajaran ruangan, dan tiap jajaran masing-masing mempunyai nama sendiri-sendiri.  Di antara-nya terdapat sebuah neraka yang terbesar itu-lah neraka Avici.  Luas-nya 18.000 yojana, tembok-nya juga terbuat dari besi dan tinggi-nya 1.000 yojana.  Kobaran api yang menyala di dalam-nya sangat panas, api-nya men-jalar-jalar ke atas, kemudian turun lagi ke dasar bawah, terus-menerus membakar tanpa berhenti sekejab pun.”



“Di dalam neraka itu terdapat 84.000 ekor ular yang ber-tubuh besi dan di 4 sudut-nya terdapat 4 ekor anjing, besar-nya bagaikan gunung, tubuh-nya juga terbuat dari besi.  Binatang yang ber-tubuh besi ini semua dapat mengeluarkan api dari mulut-nya, sinar mata-nya bagaikan kilat, gigi-nya se-tajam pedang.  Dan bulu di tubuh anjing besi itu selalu menyala-nyala.  Mereka saling ber-kejar-kejaran di dalam tembok besi itu, atau ber-lari-lari di dalam kobaran api dan melukai si pembuat dosa.  Mereka kadang-kadang ber-lari ke Timur lalu kembali ke Barat, lari-nya sangat cepat, tak pernah berhenti sekejab pun.”



“Di dalam neraka tersebut terdapat ranjang besi yang penuh sesak, luas-nya 10.000 yojana.  O Maha Buddhamatrka, betapa hebat-nya, apabila terdapat seorang terhukum ter-baring di atas ranjang besi itu, ia segera melihat diri-nya telah berada di setiap ranjang besi yang jumlah-nya ribuan.  Demikian juga, apabila terdapat juta-an orang yang harus menjalani hukuman ber-baring di atas-nya, mereka lantas melihat tubuh mereka telah berada di setiap ranjang tersebut juga.  Mengapa demikian ?  Itu tak lain karena mereka telah berbuat dosa yang sedemikian banyak-nya.”



Sang Ksitigarbha melanjutkan,“Setelah si pembuat dosa itu di-siksa oleh ular besi dan anjing besi, datang lagi ribu-an setan yaksa dan iblis-iblis yang sangat bengis, gigi mereka seperti keris yang tajam, sinar mata-nya seperti kilat, kuku-nya sangat runcing terbuat dari tembaga kuning.  Mereka menangkap si pembuat dosa dengan cakar-nya yang runcing, lalu di-gigit hingga tewas.  Terdapat juga setan yaksa yang memegang tombak yang ujung-nya adalah pedang baja, lalu menusuk-nya ke tubuh orang-orang yang berdosa, sehingga mulut, hidung, perut, atau punggung dari orang yang berdosa tersebut terluka parah, kemudian orang yang ditusuk itu dilempar ke atas dan dibiarkan jatuh ke bawah, terus-menerus ber-ulang-ulang kali hingga tewas.  Ada juga umat yang berdosa yang ditaruh di atas ranjang besi yang panas membara.”



“Kemudian datang lagi sekelompok burung garuda besi yang amat buas mematuki mata si pembuat dosa, dan ular yang bertubuh baja membelit leher si pembuat dosa, setelah itu seluruh sendi tulang si pembuat dosa dipaku dengan paku panjang dan lidah-nya dicabut, lalu dilindasi dengan bajak yang tajam, lalu usus dari si pembuat dosa dicabut keluar dan di-iris-iris menjadi potongan, kemudian mulut-nya dituangi dengan cairan tembaga yang melebur dan seluruh tubuh-nya dibaluti dengan besi yang panas.”



“Walaupun orang tersebut telah mati di-siksa hingga ribu-an kali, apabila masa hukuman-nya belum habis, begitu ditiupi ‘Angin Karma’ ia akan hidup kembali dan harus menjalani hukuman-nya lagi, terus-menerus sampai juta-an kalpa, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar.  Akan tetapi, semua alam yang berada di dalam tata surya, atau disebut 3 ribu maha sistem dunia ( Trisahasra Mahasahasra Lokadhatu ) yang dipengaruhi proses kerusakan pada periode Catur kalpa.  Saat dunia tengah mengalami kerusakan, alam neraka juga ikut rusak.  Tapi, jika masa hukuman dari para umat yang berdosa berat, yang sedang menjalani hukuman itu belum habis, maka mereka akan dipindahkan ke sistem dunia lain, apabila dunia dari sana pun mengalami kerusakan, mereka akan dikirim lagi ke jurusan yang lain, dan setelah dunia dari mana ia berasal telah terbentuk kembali, maka umat yang berdosa itu akan dikembalikan ke dunia yang baru terbentuk tersebut.  Demikian-lah tentang Neraka Pancanantarya serta hukuman yang harus mereka terima.”

* * *



“O Maha Buddhamatrka, masih terdapat 5 perihal tentang hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Pancanantarya itu, yaitu ;”


“1,
Pada saat orang yang berdosa menjalani hukuman-nya, baik siang maupun malam dalam masa yang ber-kalpa-kalpa, mereka tak akan pernah mendapat peluang untuk melepaskan lelah-nya se-detik pun, ini-lah yang disebut ‘Anantarya’ ( arti-nya kewalahan tanpa batas ).”


“2,
Di neraka tersebut, berapa pun jumlah penghuni-nya, walaupun hanya 1 orang atau juta-an orang yang di-hukum, ruangan itu akan tetap terasa sesak dan padat, ini-lah ‘Anantarya’.”


“3,
Tidak ada 1 pun dari si terhukum yang dapat menghindar ataupun lolos dari suatu hukuman, baik berupa siksaan pedang tajam, tongkat berat, binatang ber-tubuh besi seperti burung garuda besi, ular besi, serigala besi, anjing besi, dan sebagai-nya.  Serta menerima siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh dari orang yang berdosa, atau tubuh dari si pembuat dosa di-lindas, di-gergaji, di-pahat, di-kikir, atau di-iris-iris menjadi ber-keping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar yang berisi air mendidih, atau tubuh si terhukum di-balut dengan jaringan baja yang panas, atau di-paksa menaiki keledai besi panas atau kuda besi yang panas, setelah itu si pembuat dosa akan di-bakar, di-kupas kulit-nya, kemudian disirami cairan besi yang sedang melebur.  Apabila orang yang berdosa itu merasa lapar dan berteriak kelaparan, ia akan diberi makanan yang berupa gumpalan besi yang membara dan di-paksa menelan-nya sampai gumpalan besi itu jebol keluar dari perut-nya dalam keadaan yang masih membara, menyebabkan usus dari umat yang berdosa itu terbakar hangus dan mengeluarkan darah terus-menerus.  Dan hukuman tersebut harus dijalani-nya selama ber-kalpa-kalpa terus-menerus tanpa berhenti sekejab pun sampai masa hukuman-nya habis, ini-lah yang disebut ‘Anantarya’.”


“4,
Di neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukuman, baik itu lelaki atau wanita, orang Timur atau Selatan, Barat atau Utara, atau yang telah lanjut usia-nya atau yang masih muda, ber-status bangsawan ataupun golongan rendah, baik naga, dewa, makhluk apa saja termasuk setan dan lain-nya.  Siapa saja yang ber-dosa berat, ia harus menanggung hukuman-nya tanpa dibedakan, ini dinamakan ‘Anantarya’.”


“5,
Selama masa hukuman-nya belum habis, maka si terhukum akan ber-ulang kali mengalami kematian dan hidup kembali.  Siang dan malam mereka terus-menerus menjalani penderitaan ini tanpa berhenti se-detik pun, dan apabila masa hukuman-nya telah habis, baru-lah ia dilahirkan di alam lain, ini-lah yang dinamai ‘Anantarya’.”



Sang Bodhisattva Ksitigarbha melanjutkan uraian-Nya, “O Maha Buddhamatrka, keadaan Neraka Pancanantarya sungguh banyak sekali, namun dalam Persamuan Agung ini Aku hanya dapat menguraikan-nya secara singkat.  Jika Engkau ingin Aku menguraikan tentang semua alat-alat hukuman serta bentuk-bentuk penderitaan-nya secara lengkap, mungkin hingga genap satu kalpa pun uraian-Ku belum selesai !”


Setelah mendengar uraian tersebut, sang Ibu Mahamaya merasa amat prihatin dan sedih.  Lalu Beliau segera ber-anjali kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya.



Sumber :
KSITIGARBHA PURVA PRANIDHANA SUTRA
Text asli versi Mandarin disusun Dharma Master Yau Cin